Kegiatan fundraising juga dilakukan oleh para K-popers karena ada keinginan dari mereka untuk bisa memberikan reputasi yang lebih baik. Hal tersebut ingin dilakukan agar relasi dengan individu atau organisasi lainnya dapat lebih baik. Hal tersebut menunjukan alasan lain untuk melakukan fundraising yaitu community development.Â
Secara keseluruhan, online communities juga merupakan bentuk komunitas, dan interaksi dalam sebuah komunitas yang dilakukan bersama dapat menciptakan sense of community (Kloos, dkk., 2015). Akan tetapi, sense of community tidak selalu menghasilkan dampak positif. Dilihat dari kasus kegiatan amal yang dilakukan, sense of community memiliki dampak yang positif.
Penulis setuju dan mendukung kegiatan amal ini karena dapat mempersatukan berbagai fandom. Kegiatan amal membuktikan serta memberi gambaran bahwa menjadi K-popers bukanlah hal yang buruk. Banyak orang memandang bahwa menjadi K-popers adalah hal buruk. Salah satu yang sering dijadikan alat orang awam adalah K-popers yang menyerang orang-orang di media sosial. Tak hanya itu, seorang musisi Jerinx saja pernah mengatakan hal buruk untuk menjadi seorang penggemar K-pop.Â
"Saya enggak pernah lihat fanbase Kpop terjun ke lapangan melakukan aksi sosial berjuang bersama rakyat melawan kapitalisme global. Kalau cuma tanam pohon, nyumbang ke panti-panti, koruptor juga banyak yang lakuin hal serupa," tulis Jerinx (Temali, 2020).Â
Jerinx juga menuliskan "Yang akan bikin Indonesia pinter itu, selain sekolah & perpustakaan gratis, ya ganja. Bukannya kultur pembodohan ala K-Pop dengan laki-laki yang cantiknya melebihi Megawati. Ada musisi K-Pop yang mengajari kita berpikir kritis? Muka aja sudah seperti palsu dan seragam apalagi isi otaknya" (Temali, 2020).Â
Menjadi seorang K-popers juga bermanfaat, seperti menambah banyak teman, menjadi lebih berani untuk mengekspresikan diri, meningkatkan kemampuan dan masih banyak lagi.Â
al tersebut berdasarkan pada pengalaman penulis yang melihat bahwa banyak sekali K-popers yang memiliki keahlian dalam berbahasa Korea setelah tertarik dengan hal-hal yang mengarah pada K-pop. Ditemukan juga K-popers yang akhirnya mengasah keahliannya dalam bidang seni dengan belajar dan melakukan dance cover dari beberapa karya yang dirilis oleh para idol K-pop.
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari data analisis di atas adalah menjadi K-popers bukanlah hal buruk. Stereotype yang dimiliki oleh orang awam kepada seluruh penggemar K-pop tidaklah benar. Stereotype tersebut dapat dipatahkan melalui kegiatan fundraising.Â
Jika dilihat menurut teori online communities semakin berkembangnya sebuah teknologi dapat membantu seseorang untuk berkomunikasi dengan sesama anggota komunitasnya. Komunitas K-pop di Indonesia dari anak kecil sampai orang tua tidak hanya berfokus mengenai boygroup atau girlgroup yang disukai oleh anggota saja.Â
Namun, mereka juga melaksanakan kegiatan sosial untuk membantu sesama. Kegiatan sosial seperti penggalangan dana dalam rangka membantu korban bencana merupakan perwujudan dari social support. Aksi sosial tersebut dilakukan oleh seluruh penggemar K-pop yang ikut serta dalam usaha memberi bantuan terhadap korban bencana alam di Indonesia.Â
Dari kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini juga menunjukan adanya sense of community. Hal ini dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan moral yang dimiliki anggotanya. Bergabung dalam komunitas juga memiliki banyak manfaat, seperti menumbuhkan rasa kebersamaan/solidaritas, meningkatkan moral diri, meningkatkan social skill, dan lain-lain. Salah satu contohnya adalah dengan mengadakan kegiatan fundraising untuk membantu sesama individu yang mengalami kesusahan. Selain membantu sesama individu juga memberi kesan yang positif kepada masyarakat awam yang masih memandang jelek terhadap mereka.