Mohon tunggu...
Icuk Prayogi
Icuk Prayogi Mohon Tunggu... Dosen - R A H A S I A

Pencinta kucing--pegiat linguistik deskriptif--pengajar bahasa Indonesia dan linguistik--kontributor akun @kenalLinguistik :)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mengapa Banyak Kata Berawalan /p/ yang Tidak Luluh Bila Dikenai Prefiks /meN-/?

9 Juni 2012   20:39 Diperbarui: 4 April 2017   16:15 10840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

(5) "mempengaruhi" atau "memengaruhi"?

Lalu, bagaimana dengan

(6) "mempunyai" dan "memunyai"?

Kalau yang benar adalah "mempunyai", mengapa kelima contoh pertama diharuskan luluh?

Umumnya dengan mudah orang akan bilang: (a) lihat kata dasarnya apa dulu, benarkah berawalan "p" atau tidak, (b) melihat identitas kata dasar itu kata asing atau kata asing yang sudah di-Indonesia-kan, (c) cara untuk mengecek poin (a) dan (b) ada di KBBI. Dengan demikian, kita sudah menyerahkan nasib pertanyaan "mengapa" pada KBBI. Bagi orang yang teliti, jawaban-jawaban seperti itu kelihatannya meragukan.

Secara pedagogis memang diajarkan untuk berbahasa yang baik dan benar, sesuai tuntunan kaidah yang berlaku, yakni KBBI, EYD, dan TBBI. Penggunaan bahasa yang baik dan benar dinilai dari apakah seseorang sudah menerapkan prinsip-prinsip dalam ketiga "kitab suci" tersebut. Orang yang berbahasa Indonesia yang baik dan benar dianggap terpelajar, lebih teliti, dan sebagainya. Naif, memang.

Hal tersebut tidak berkaitan dengan bagaimana menjawab pertanyaan mengapa banyak /p/ yang tidak luluh dalam pemakaian sehari-hari. Ada hal yang dilupakan oleh banyak kalangan, yakni kita seharusnya (1) melihat etimologi dari kata dan (2) melihat kelaziman pemakaian kata dasar berawalan "p" di masyarakat.

Melihat Secara Etimologis

Andai belajar etimologi bahasa Melayu, kita akan tahu mengapa "p" ada yang luluh dan ada yg tidak.

Sebagai contoh: kata "punya" mengapa jika mendapat prefiks meN- tetap menjadi "mempunyai" dan tidak luluh? Jawabannya mudah saja jika menelaah teks-teks Melayu pada zaman dahulu. Hal itu karena "punya" merupakan kata bentukan baru dari "pu" (artinya 'pemilik') dan pronomina "-nya" yang juga sering diemfasis (ditekankan) dengan nasalisasi di depan (pada kata "empu") sehingga kita tidak dapat menentukan apakah kata dasarnya "punya" atau "empu" karena ada kata "empunya" (baca: van Ophoijsen, 1915).

Oleh karena itu, sah-sah saja jika orang menyebut "mempunyai", dan bukan "memunyai". Ini pula yang saya yakini menjadi penyebab mengapa orang masih suka menyebut "memperhatikan" dan "mempengaruhi" dibandingkan dengan "memerhatikan" dan "memengaruhi" yang baru terdengar dalam satu dasawarsa terakhir. Kaum pedagogis menyebut kedua kata itu salah, yang benar adalah "memerhatikan" dan "memengaruhi" karena sesuai kaidah KBBI dan EYD. Sebagian kalangan meyakini bahwa kata dasarnya adalah "perhatikan" (ada yang pernah menyebut "perhati-" --> "perhatian") dan "pengaruh". Andai kita lebih teliti, kedua kata tersebut adalah kata bentukan, bukan kata asli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun