Mohon tunggu...
Icuk Prayogi
Icuk Prayogi Mohon Tunggu... Dosen - R A H A S I A

Pencinta kucing--pegiat linguistik deskriptif--pengajar bahasa Indonesia dan linguistik--kontributor akun @kenalLinguistik :)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Universalitas Bahasa (Tinjauan Singkat)

12 April 2012   09:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:42 2251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Universalitas bahasa dan timbulnya varian bahasa (dialek)

Terdapat suatu gejala perubahan gramatika yang merupakan pertemuan antara kekuatan yang bersifat universal dengan bentuk-bentuk yang ada di luar jangkauan otak. Pertemuan ini mengakibatkan  perubahan gramatikal yang sifatnya berantai. Bentuk yang satu mempengaruhi bentuk yang lain, sebagai akibatnya terjadi serentetan perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena aturan gramatika harus menjamin kemampuan bahasa yang pada akhirnya selalu efisien.

Timbulnya dialek berarti timbulnya perubahan pada beberapa sistem suatu bahasa. Perubahan ini dapat terjadi pada sistem fonologi, morfologi, dan sistem sintaksis.  Apabila pola intonasi kalimat berubah, maka tekanan pada kata berubah, kemudian dibarengi dengan perubahan jenis urutan kata dan frasa atau bahkan urutan frasa dalam kalimat. Setelah itu, perubahan ini dapat bersifat drastis, misalnya berupa hilangnya beberapa afiks serta munculnya pemarkah-pemarkah baru. Perubahan berantai semacam ini menjadikan bahasa yang tadinya sama menjadi sangat berbeda.  Setelah puluhan ribu tahun maka bahasa yang tadinya berubah menjadi sangat berbeda sama sekali dengan bahasa induknya. Di Indonesia saja jumlah bahasa ada sekitar 600--800 dengan dua sistem tipologi yang berbeda (ingat istilah: anak ayam [Austronesia Barat] dan ayam anak [Polinesia]).  Sebagai contoh, dulu bahasa Tagalog berelasi dekat dengan Melayu Kuno. Kedua struktur bahasa ini pada awalnya VSO (dan yang masih tampak VSO adalah Dialek Melayu Brunei, misalnya dalam kalimat Mambeli ku baju kamija), dengan pola intonasi kalimat deklaratif 23-22, sekarang telah berubah menjadi SVO dengan pola intonasi 231 (aku membeli baju kemeja). Pada zaman dulu, kedua bahasa ini juga sama-sama bernaung di bawah rumpun keluarga Austronesia Barat, yang induknya adalah bahasa Austronesia (tentang bagaimana perubahan bahasa dalam bahasa Melayu, disinggung lain kali saja).

Sejumlah ahli mengatakan bahwa bahasa Austronesia ini pun dulunya berelasi dengan bahasa Indo-Eropa, Semitik (Arab, Hebrew, Ethiopik), Turkik (di Eropa Tenggara dan Asia Barat), Finno-Ugrik (Finn, Hungaria, Lapp), Bantu (Afsel), Algonquian (Amerika Utara), Dravidia (India Selatan), dan terutama Sino-Tibet (Asia).

Memang tak mudah merekonstruksi kemudian membuat teori pakem yang dapat diterapkan pada semua bahasa di dunia, namun tidak ada yang sanggup menyangkal bahwa bahasa-bahasa tersebut berasal dari satu induk bahasa yang sama, yakni bahasa manusia.

Sumber:

(1) terutama dari "kitab suci" kumpulan makalah Soepomo Poedjosoeparmo (2008)

(2) sebagian juga diambil dari tugas berjamaah kelompok Jamaah Contekiyah (hihihi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun