Mohon tunggu...
Moch IchwanPersada
Moch IchwanPersada Mohon Tunggu... Seniman - Sutradara/Produser Film/Pernah Bekerja sebagai Dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Produser film sejak tahun 2011. Sudah memproduseri 9 film panjang termasuk nomine Film Dokumenter Terbaik FFI 2012, Cerita Dari Tapal Batas. Menjadi sutradara sejak 2019 dan sudah menyutradarai 5 serial/miniseri dan 5 film pendek. Mendirikan rumah kreatif Indonesia Sinema Persada dan bergiat melakukan regenerasi pekerja film dengan fokus saat ini pada penulisan skenario.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Rangkaian 3 Kisah [Luar] Biasa

8 Januari 2023   21:32 Diperbarui: 8 Januari 2023   21:38 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rangkaian 3 Kisah [Luar] Biasa 

Sewaktu kecil, sebagian dari kita punya kebiasaan didongengkan menjelang tidur. Bermacam cerita dengan nilai tertentu mudah gampang membuat kita terlelap. Tapi prosesnya tentu tak seinstan itu. Bagaimanapun bagusnya, sebuah dongeng jika dituturkan storyteller yang malas, hasilnya akan terasa biasa saja. Bahkan bisa jadi membosankan. 

Tapi sebuah dongeng yang sebenarnya biasa--biasa saja bisa menjadi luar biasa di tangan penutur yang pandai memainkan intonasi dan mimik wajah. "Amores Perros" adalah kisah yang biasa--biasa saja. Namun di tangan Alejandro Gonzalez Inarritu, "Amores Perros" jadi mencengangkan. Tentu karena Inarritu tak sembarangan membesutnya. Dengan gayanya sendiri, "Amores Perros" menjadi personal, khas Inarritu seorang.

Bayangkan ini: 3 kisah biasa dari orang--orang biasa saling terhubung satu sama lain melalui seekor anjing. Hebatnya, hubungan mereka dengan karakter anjing di film ini diibaratkan Inarritu sebagai suatu metafora. Dengan premis seperti ini, "Amores Perros" punya potensi besar membangkitkan keingintahuan penonton. Tak cukup dengan itu, Inarritu merangkai ketiga kisah terkait dengan peristiwa kecelakaan.

Di bagian lain, dengan premis seperti ini juga, "Amores Perros" berpotensi jadi film yang sukar dipahami. Apalagi Inarritu membingkai "Amores Perros" dalam alur maju-mundur. Lengkaplah alasan "Amores Perros" untuk dilabeli sebagai karya 'berat'. Berat bagi penonton awam, tapi mengasyikkan bagi moviegoers sejati!

"Amores Perros" membagi cerita dalam 3 kisah yang paralel. Babak pertama berjudul Octavio dan Susana yang menceritakan perselingkuhan Susana dengan adik iparnya sendiri, Octavio. Susana bersuamikan Ramiro yang temperamental. Babak kedua bertajuk Daniel & Valeria yang (lagi) tentang perselingkuhan antara Valeria -seorang model ternama- dengan Daniel yang telah beristri dan punya 2 anak perempuan. Dan babak ketiga berjudul El Chivo & Maru yang menjadi bagian paling sentimental dari Amores Perros. El Chivo & Maru bercerita tentang laki--laki tua bernama Chivo. Chivo sangat merindukan putrinya yang telah tumbuh menjadi wanita dewasa.

Dengan editing yang dibuat tak sinkron, "Amores Perros" memang cukup membingungkan bagi penonton yang terbiasa memirsa film mainstream. Namun apa boleh buat, pilihan ini harus diambil Inarritu dalam mengemas "Amores Perros". Berkat perhitungan yang matang, "Amores Perros" menjadi titik tolak lajunya nama Inarritu di percaturan perfilman dunia sebagai sineas berkarakter. Dan rasa--rasanya gaya seperti ini akan terus dikembangkan Inarritu dan terasa jelas di proyek "21 Grams" (2003), Inarritu masih dengan formula kurang lebih sama dengan pengembangan di sana--sini, namun dengan hasil akhir yang lebih dahsyat.

Pada akhirnya, memirsa film 'alternatif' seperti "Amores Perros" memang menuntut konsumennya untuk membuka pikiran terhadap keliaran ide, konsep anti kemapanan, dan gaya bertutur yang sangat personal. Film seperti ini tentu layak diberi apresiasi lebih. Betapa tidak, "Amores Perros" memberi gambaran kepada banyak pihak bahwa dengan materi yang biasa-biasa saja, namun disulap sedemikian rupa akan menjadi luar biasa. Dan tergantung siapa yang meraciknya jadi karya utuh. Dari "Amores Perros", kita juga bisa berkesimpulan bahwa tidak ada lagi pakem tertentu yang harus dipatuhi dalam membuat film. Poin utama bagi filmmaker adalah berkarya semaksimal mungkin, penilaian terpulang kepada penonton masing--masing. Anda bebas bersikap. Anda mau membenci "Amores Perros" karena sukar dipahami atau justru menggandrunginya karena cara penuturan Innaritu yang tidak biasa.

*tulisan ini sudah pernah dimuat di buku 101 Movie Guide edisi I 2013.

Ichwan Persada adalah sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun