Seketika semua orang di situ tercengang dengan sikap sang raja. Semua terdiam tidak berani merespon. Tapi petinggi pemegang obat itu memberanikan diri,
“Baginda, mengapa Anda menolak ? Anda akan hidup selamanya sampai hari kiamat tiba.”
Sang raja menjawab,
“Jika aku meminumnya, memang aku akan hidup abadi sampai dunia hancur. Jika aku meminumnya, memang aku bisa melihat anak cucu dan semua keturunanku sampai hari kiamat tiba. Jika aku meminumnya, memang aku bisa berkuasa sampai hari kiamat.”
Sang raja terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan,
“ Namun, ketika aku hidup selamanya, setiap detik, setiap waktu, hari hariku akan diisi kesedihan nyata. Kesedihan berkepanjangan yang tiada ujungnya. Kesedihan yang semakin diriku tersiksa sedangkan diriku akan hidup abadi. Ketika aku hidup abadi, maka aku akan melihat anakku meninggal secara langsung, dan betapa sakitnya jiwaku. Belum sempat reda, maka aku akan menyaksikan cucuku meninggal. Belum sempat sembuh, maka aku menyaksikan keturunan demi keturunan meninggal secara bergiliran. Kalian tahu betapa sedihnya kalian ditinggal oleh orang tercinta kalian. Lalu bagaimana perasaanku ini yang juga sebagai manusia menyaksikan orang orang yang kucintai dengan rasa perih dipanggil hari, detik, dan waktu. Sedangkan aku masih hidup. Maka musnahkan obat itu. Aku tak mau mengambilnya. Dan jangan pernah ada orang mengambilnya.”
Seketika semua tersentak mendengar penjelasan sang raja. Mereka tahu arti hidup sesungguhnya. Mereka mendapat pelajaran hebat dari pimpinan mereka. Seketika air mata mereka membasahi pipi, lalu seketika ruangan mewah itu berubah keheningan sekaligus tangis yang mengharukan.