Mohon tunggu...
Ichwan Muttaqin
Ichwan Muttaqin Mohon Tunggu... Mahasiswa - cantrik

Tirakat yang paling utama adalah membaca, dan ibadah yang paling membekas adalah menulis (Allah yarham Gus Dur)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Budaya Kita, Membeli Mobil Tanpa Pikir Bagasi

11 Desember 2024   23:43 Diperbarui: 11 Desember 2024   23:43 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bentuk Peringatan Parkir di Bahu Jalan (dok. okezone.com)

Fenomena membeli mobil tanpa mempertimbangkan aspek praktis seperti bagasi atau lahan parkir menjadi cerminan budaya konsumtif di masyarakat kita. Mobil tidak lagi hanya dianggap sebagai alat transportasi, melainkan simbol status sosial dan gaya hidup. 

Sayangnya, keputusan impulsif ini sering kali mengabaikan dampak jangka panjang, baik dari sisi utilitas, sosial, maupun hukum. Hal ini terlihat dari maraknya mobil yang diparkir di jalan perumahan, konflik antar tetangga, hingga pelanggaran hukum terkait penggunaan ruang jalan.

Salah satu konsekuensi paling nyata dari budaya membeli mobil tanpa perencanaan adalah kebiasaan memarkir kendaraan di jalan perumahan. Kondisi ini sering terjadi karena banyak pemilik mobil tidak memiliki lahan parkir pribadi yang memadai. Jalan perumahan yang seharusnya menjadi akses bagi seluruh penghuni berubah menjadi tempat parkir dadakan.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan Pasal 38, "Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan." Adapun ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Ketika mobil diparkir di ruang manfaat jalan, aksesibilitas jalan terganggu, termasuk bagi kendaraan darurat seperti ambulans atau pemadam kebakaran.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022, Pasal 12 Ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi sebagaimana tertuang dalam Pasal 63 Ayat 1: "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, dipidana dengan penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000.000."

Namun, minimnya kesadaran masyarakat akan aturan ini, ditambah lemahnya penegakan hukum, membuat praktik parkir sembarangan terus berlanjut. kalian juga begitu? jangan ya teman-teman. . . . .

Parkir sembarangan di jalan perumahan tidak hanya mengganggu fungsi jalan, tetapi juga sering menjadi sumber konflik sosial. Mobil yang diparkir di depan rumah tetangga atau di area yang dianggap ruang publik memicu ketegangan. Konflik kecil seperti ini dapat berkembang menjadi pertengkaran serius, terutama jika salah satu pihak merasa haknya terganggu.

Kondisi ini mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap hak orang lain dan pengelolaan ruang bersama. Budaya hidup harmonis di lingkungan perumahan menjadi tergerus akibat kebiasaan yang sebenarnya dapat dicegah melalui perencanaan matang sebelum membeli mobil.

Seperti dijelaskan sebelumnya, kebiasaan parkir di jalan perumahan merupakan pelanggaran hukum. Selain melanggar Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, kebiasaan ini juga bertentangan dengan etika bermasyarakat. Pelanggaran terhadap aturan tersebut tidak hanya berpotensi mengganggu orang lain tetapi juga dapat dikenai sanksi berat, termasuk denda yang mencapai miliaran rupiah.

Murah Membeli Mobil, Mahal Memberi Lahan

Salah satu penyebab utama dari fenomena ini adalah perbedaan mencolok antara harga mobil yang semakin terjangkau dan biaya untuk menyediakan lahan parkir. Dengan adanya skema kredit yang fleksibel dan suku bunga yang kompetitif, memiliki mobil pribadi kini jauh lebih mudah dibandingkan dekade sebelumnya. Proses pembelian mobil menjadi begitu sederhana sehingga sering kali tidak disertai dengan perencanaan yang matang mengenai kebutuhan ruang parkir.

Namun, tantangan justru muncul setelah kendaraan berada di tangan pemiliknya. Penyediaan lahan parkir, terutama di daerah perkotaan yang padat, tetap menjadi masalah serius. Dalam realitas urbanisasi saat ini, ruang kota semakin terbatas, sementara harga tanah terus meroket. Banyak rumah di daerah urban, terutama di perumahan sederhana atau rumah susun, tidak dirancang dengan fasilitas garasi yang memadai. Situasi ini membuat pemilik mobil harus mencari alternatif untuk memarkir kendaraannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun