Di tengah darurat pengelolaan sampah, selayaknya pemerintah membuat aturan yang memuat kewajiban masing-masing rumah melakukan pemilahan sampah. Setiap rumah menyerahkan dua kantong, sampah organik dan anorganik kepada petugas kebersihan.Â
Di samping itu, keikutsertaan PKK dan Karang Taruna sangat dibutuhkan dalam kelanjutan pengelolaan sampah. Misalnya saja, sampah organik bisa digunakan sebagai makanan maggot atau cacing dan bahan kompos tanaman melalui pemberdayaan kelompok masyarakat. Adapun sampah anorganik bisa dikumpulkan ke pengepul dan menjadi kas kelompok tersebut.
Begitu juga dengan pemerintah, terlebih tingkat kelurahan untuk mendukung penuh program pemilahan sampah dengan menyelenggarakan pelatihan pengelolaan sampah pada kelompok PKK maupun Karang Taruna. Pengarahan dan pendampingan sangat dibutuhkan dalam menjalankan program ini. Dengan begitu kita tidak lagi mendengar berita tentang penutupan TPA dikarenakan overload sampah di ambang batas, longsoran bukit sampah di TPA, maupun berita tidak sedap lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa pengendalian sampah selayaknya dimulai dari hulu atau pelaku produksi sampah. Menetapkan peraturan akan hal pengolahan sampah seraya mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memilah sampah. Menjadikan kita tidak lagi khawatir dengan situasi hilir, TPA (Tempat Pengolahan Akhir).
Sudahkah kita mengambil langkah nyata untuk mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA)? Apakah kita sudah mulai berperan aktif dengan memilih dan memilah sampah secara bijak, atau justru sebaliknya, masih abai dan tanpa sadar memperburuk kondisi TPA yang semakin kritis? Pilihan ada di tangan kita, karena setiap tindakan kecil berdampak besar pada lingkungan.
Salam sehat untuk kita semua, dan anak cucu kita di masa depan. . . . .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H