Mohon tunggu...
Ichwan Muttaqin
Ichwan Muttaqin Mohon Tunggu... Mahasiswa - cantrik

Tirakat yang paling utama adalah membaca, dan ibadah yang paling membekas adalah menulis (Allah yarham Gus Dur)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Golputisme, Bukan Jawaban dari Permasalahan Sekarang

26 November 2024   20:36 Diperbarui: 26 November 2024   22:41 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Golput (DOK KOMPAS/HANDINING)

Setiap kali pemilu tiba, istilah "golput" atau golongan putih kembali mencuat. Golput merujuk pada individu yang memutuskan untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Di Indonesia, fenomena ini sudah menjadi rahasia umum dari tahun ke tahun, ini mencerminkan rasa frustrasi masyarakat terhadap situasi politik yang dianggap tidak memberikan solusi bagi permasalahan bangsa.

Banyak orang beranggapan bahwa dengan tidak memilih, mereka sedang menunjukkan protes terhadap sistem yang mereka anggap rusak. Namun, apakah keputusan ini efektif? Faktanya, golput justru bisa memperburuk keadaan.

Jika tidak ada partisipasi aktif, siapa yang akan mengarahkan bangsa ini menuju perubahan? Golput bukanlah jawaban atas permasalahan yang kita hadapi. Sebaliknya, ia malah memperlemah demokrasi dan mengurangi peluang untuk memperbaiki kondisi politik.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 34,75 juta orang yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golongan putih (golput) dalam Pemilu 2019. Jumlah itu setara dengan 18,02% dari seluruh daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019 yang sebanyak 192,77 juta orang.

Jumlah pemilih golput pada Pemilu 2019 menurun 40,69% dibandingkan periode sebelumnya. Pada Pemilu 2014, jumlah pemilih golput mencapai 58,61 juta orang atau 30,22%. 

Walaupun ada tren angka turun masyarakat yang bergolput ria. Namun, angka tersebut tetap menunjukkan bahwa puluhan juta masyarakat masih memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Hal ini menjadi sinyal bahwa kepercayaan terhadap sistem politik dan para kandidat masih perlu diperbaiki.

Fenomena golputisme tidak muncul begitu saja. Ada berbagai alasan yang melatarbelakangi keputusan seseorang untuk tidak memilih. Salah satu alasan yang paling sering muncul adalah ketidakpercayaan terhadap politisi dan politik itu sendiri. 

Masyarakat merasa kecewa karena sering melihat pemimpin yang terpilih tidak memenuhi janji-janjinya. Kasus-kasus korupsi yang terus terjadi hanya menambah rasa frustrasi ini. Sebagian orang berpikir, "Mengapa harus memilih jika akhirnya pemimpin hanya mementingkan dirinya sendiri?"

Alasan berikutnya adalah kekecewaan terhadap sistem demokrasi. Banyak pemilih merasa suaranya tidak berarti. Mereka melihat bahwa, terlepas dari siapa yang mereka pilih, perubahan tidak pernah benar-benar terjadi. Kesan bahwa sistem politik hanya menguntungkan kelompok tertentu semakin memperkuat rasa putus asa ini.

Selain itu, kurangnya informasi tentang calon atau program politik juga menjadi alasan besar. Beberapa orang merasa bingung memilih karena mereka tidak mengenal calon yang bersaing atau tidak memahami visi dan misi yang diusung. Dalam kondisi seperti ini, memilih untuk golput tampaknya menjadi pilihan yang lebih mudah.

Dampak Negatif Golputisme

Keputusan untuk golput mungkin terasa seperti tindakan protes yang sah, tetapi dampaknya bisa sangat merugikan. Salah satu dampak utamanya adalah memperkuat status quo. 

Ketika masyarakat yang kecewa memilih untuk tidak memberikan suara, pemimpin yang kurang kompeten atau tidak berpihak pada rakyat tetap memiliki peluang besar untuk menang karena didukung oleh basis pemilih loyal mereka. Dengan kata lain, golput malah mempermudah kelompok yang sudah mapan untuk terus berkuasa.

Dampak lainnya adalah melemahnya legitimasi pemerintahan. Ketika jumlah pemilih rendah, pemimpin yang terpilih akan sulit mendapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat. Legitimasi yang rendah ini dapat mempersulit pengambilan keputusan strategis dan menciptakan ketidakstabilan politik.

Yang paling berbahaya, golputisme menghambat perubahan yang diinginkan. Dengan tidak memilih, kita kehilangan kesempatan untuk mendukung kandidat yang mungkin memiliki potensi untuk membawa perubahan positif. Sikap pasif ini justru membuat permasalahan yang ingin kita ubah tetap ada.

Alternatif Solusi Mengatasi Kekecewaan terhadap Politik

Jika golputisme bukan solusi, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi rasa kecewa terhadap politik? Salah satu langkah utama adalah berpartisipasi aktif dalam politik. Kita tidak harus menjadi politisi untuk membuat perubahan. Bergabung dengan organisasi masyarakat, komunitas, atau bahkan partai politik adalah cara yang efektif untuk memberikan pengaruh.

Langkah kedua adalah menggunakan hak pilih secara kritis. Meskipun tidak ada calon yang sempurna, kita dapat memilih kandidat yang memiliki visi dan misi paling dekat dengan harapan kita. Pilihan ini jauh lebih baik daripada membiarkan suara kita tidak terhitung sama sekali.

Selain itu, peningkatan literasi politik menjadi kunci. Pemahaman yang lebih baik tentang sistem demokrasi dan dampaknya pada kehidupan sehari-hari dapat membantu masyarakat membuat keputusan yang lebih bijak. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan media memiliki peran besar dalam meningkatkan literasi politik ini.

Terakhir, mendorong transparansi dan akuntabilitas. Pemimpin harus diawasi dan diingatkan untuk memenuhi janji mereka. Dengan memanfaatkan media sosial, forum diskusi, atau organisasi masyarakat, kita dapat memastikan mereka bertanggung jawab atas kebijakan yang mereka ambil.

Golputisme mungkin terlihat seperti jalan keluar yang sederhana untuk mengekspresikan kekecewaan terhadap politik. Namun, kenyataannya, keputusan ini justru memperburuk permasalahan yang ada. Demokrasi membutuhkan partisipasi aktif dari setiap individu untuk menghasilkan pemimpin yang benar-benar mewakili suara rakyat.

Masa depan bangsa ini tidak akan berubah dengan sikap apatis. Sebaliknya, perubahan dimulai dari keberanian untuk terlibat, meskipun itu hanya melalui satu suara. 

Setiap suara penting, karena ia mencerminkan harapan dan kepedulian kita terhadap negeri ini. Jangan menyerah pada rasa kecewa; jadilah bagian dari solusi. Mari kita wujudkan perubahan bersama, karena masa depan Indonesia ada di tangan kita semua.

Semoga pemimpin yang terpilih dalam pemilu nanti adalah sosok yang amanah, berintegritas, dan mampu menjalankan janji-janji manis yang telah mereka sampaikan. Kita berharap mereka tidak hanya menjadi pemimpin di atas podium, tetapi juga pemimpin yang benar-benar mendengarkan, melayani, dan membawa perubahan positif bagi rakyat.

Dengan doa dan harapan yang tulus, mari kita bersama-sama menjaga demokrasi ini agar terus memberikan manfaat bagi bangsa dan negara tercinta. Karena pada akhirnya, pemimpin yang baik adalah cerminan dari rakyat yang peduli.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun