Secara pribadi saya yakin di antara 22 orang itu ada sosok yang sangat kredibel dan punya kemampuan kepemimpinan yang baik. Persoalannya, mayoritas di antara 22 orang itu "pasti" tak punya dukungan dana minimal Rp100 miliar tersebut.
Persoalan ini akan selesai --setidaknya sebagai awal mengoreksi sistem politik kita yang transaksional itu-- bila PDIP menggunakan logika ideologis-populis saat menentukan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur yang akan maju dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah pada 2013 mendatang.
Kepastian bahwa Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo tak mendafatarkan diri ke DPD PDIP Jawa Tengah membuka peluang lebar bagi PDIP untuk menentukan sosok-sosok yang "relatif baru"Â untuk diajukan dan didukung dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah.
Dalam konteks ini, percepatan koreksi atas sistem politik kita yang transaksional bisa dilakukan oleh rakyat yang punya hak pilih. Rakyat yang cerdas secara politik akan melihat sosok kandidat pemimpin, program kerja yang ditawarkan dan rekam jejaknya ketimbang hanya memperhatikan "kebesaran" partai pengusungnya.
Dilihat dari realitas politik di Jawa Tengah, sejauh ini memang baru PDIP yang menampakkan diri sebagai partai yang siap berkompetisi dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah dengan membuka pendaftaran calon gubernur dan calon wakil gubernur. Parpol harus menuju ke strategi politik ideologis-populis untuk mengoreksi sistem politik transaksional di negeri ini. PDIP telah memulainya di DKI Jakarta. Jika konsisten, mestinya strategi ini diterapkan di Jawa Tengah. Jika tidak, artinya PDIP tak lebih baik dari partai lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI