Mohon tunggu...
ichwan prasetyo
ichwan prasetyo Mohon Tunggu... -

Saya jurnalis, suka membaca buku, suka mengoleksi buku, suka berkawan, tak suka pada kemunafikan. Saya memilih lebih baik hidup terasing daripada menyerah pada kemunafikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketoprak Serius dengan Lakon Jokowi

19 Maret 2012   00:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:50 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terus terang saya cukup antusias mengikuti proses pemilihan gubernur DKI Jakarta karena salah satu tokoh ceritanya adalah Walikota Solo Joko Widodo. Pada Minggu 18 Maret 2012, Rapat Kerja Daerah Khusus (Rakerdasus) PDIP Perjuangan DKI Jakarta bulat menyalonkan Jokowi--sapaan akrab Walikota Solo ini--sebagai calon gubernur DKI Jakarta. PDIP berkoalisi dengan Partai Gerindra. Calon wakil gubernur ditentukan pada hari ini, Senin, 19 Maret 2012.

Saya antusias karena saya melihat dan merasakan ada nuansa baru dengan majunya Jokowi ke Pilkada Ibu Kota. Tapi, terus terang pula, saya bukan pendukung Jokowi dalam konteks ini. Sebagai jurnalis saya terbiasa membebaskan diri dari "apa pun". Antusiasme saya juga terdorong oleh sedikit pengetahuan saya tentang Jokowi karena saya pernah jadi reporter yang ngepos cukup lama di Balaikota Solo dan ketika itu saya sering nongkrong di Loji Gandrung, rumah dinas Walikota Solo, sehingga sering tak sengaja berbicara informal dengan Jokowi.

Saya melihat dan membaca sosok Jokowi punya konsistensi dalam berpolitik. Sebagai politisi--dua kali terpilih sebagai Walikota Solo dengan citra mencorong saya kita pantas disebut politisi--saya yakin Jokowi punya ambisi politik. Prosesnya menuju Pilkada DKI Jakarta adalah wujud ambisinya itu. Saya mengapresiasi karena ambisi politiknya itu dia wujudkan dengan cara-cara "yang aneh" dalam konteks perpolitikan negeri kita sekarang.

Dia begitu piawai "menjual diri" dengan cara-cara yang santun. Dia juga menggunakan metode survei--sebagaimana para polotisi lainnya--yang dia lakukan secara sembunyi-sembunyi. Dia tak membanggakan dukungan finansial--bisa jadi memang dukungan finansialnya sangat terbatas, cekak kata orang sekarang--walaupun saya yakin dia punya "tabungan dana politik" yang miliaran rupiah.

Cara dia "yang aneh" inilah yang membuat saya cukup antusias mengikuti proses dia menuju Pilkada DKI Jakarta. Saya membaca dan memaknai, menang atau kalah dalam Pilkada DKI Jakarta Jokowi akan meninggalkan jejak yang akan dicatat dalam sejarah perpolitikan negeri ini. Tak mungkinlah berlaga dalam Pilkada Ibu Kota tanpa dukungan finansial yang cukup. Itu keyakinan saya. Nilai positif Jokowi adalah dia menunjukkan perilaku yang "tidak semata-mata demi dan karena uang", walaupun kita tak tahu hakikat di balik ini, sekadar citra atau kesejatian.

Yang jelas, saya memaknai partisipasi Jokowi dalam Pilkada DKI Jakarta akan menyumbangkan catatan sejarah dengan nuansa berbeda jika dikaitkan dengan realitas perpolitikan kita. Saya belum bisa mereka-reka kira-kira apa yang akan terjadi ketika Jokowi memenangi Pilkada DKI Jakarta, mengalahkan calon-calon gubernur lainnya.

Dalam antusiasme saya mengikuti "ketoprak" politik Pilkada DKI dengan salah satu lakon-nya Jokowi ini, saya jadi teringat dengan kisah Sultan Agung Hanyokrokusumo ketika menyerbu Batavia untuk mengusir penjajah VOC. Saya memilih frasa "ketoprak" karena seni drama tradisional Jawa ini memang lazim mementaskan lakon-lakon tentang kekuasaan dan politik yang  bersumberkan khasanah atau folklor kebudayaan Jawa.

Apa relasi penyerbuan Batavia oleh Sultan Agung dan  Jokowi yang maju dalam Pilkada DKI Jakarta? Saya membaca ada dua hal yang mirip.  Sultan Agung adalah raja besar Mataram yang menyerbu Jakarta demi mengusir penjajah Belanda dari bumi Jawa, Jokowi adalah politisi "besar" dari bumi bekas basis Mataram yang menyerbu Jakarta untuk memenuhi ambisinya membangun negeri ini---setidaknya itu yang pernah saya dengar dulu, beberapa tahun lalu, ketika saya sering berkesempatan mewawancarai atau mengobrol dengan Jokowi.

Berikut ini secuil kisah penyerbuan Batavia oleh Sultan Agung yang saya kutip dari Wikipedia.  Bulan April 1628, Kyai Rangga, Bupati Tegal, dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.

Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, Bupati Kendal, tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total semuanya 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di Benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan.

Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas. Pada bulan Desember 1628, ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur, berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah, berangkat bulan Juni. Total14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun, pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya.

Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur Jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal, menjadi korban wabah tersebut.

Sultan Agung pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Ia menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC. Namun, hubungan kemudian diputus pada tahun 1635 karena ia menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.

Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.

Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.

Laksana Sultan Agung menyerbu Batavia, langkah politik Jokowi maju dalam Pilkada DKI pasti membutuhkan dukungan banyak hal, baik logistik, tim kampanye sebagai "pasukan infanteri penyerbu" kantong-kantong suara di DKI, basis komando untuk mengatur strategi, jenderal-jenderal operator lapangan untuk menghadapi serangan balik dari rivalnya yang menguasai DKI Jakarta atau yang sama-sama ingin "menguasai" DKI Jakarta, dan lainnya.

Sultan Agung dan tentaranya kalah karena gudang logistik dibakar, dihancurkan dan dimusnahkan oleh tentara VOC. Kisah "perjuangan" Sultan Agung ini, dulu pada era 1980-an dan 1990-an, sering saya dengarkan dalam format ketoprak yang disiarkan RRI Nusantara 2 Yogyakarta. Kini, Jokowi berperan sebagai Sultan Agung yang "menyerbu" Jakarta. Apakah dia akan kalah sebagaimana Sultan Agung atau membuat sejarah sendiri yang berbeda sama sekali? Saya memilih tetap antusias mengikuti ketoprak serius Pilkada DKI dengan lakon Jokowi. Semoga di tengah pergelaran lakon ini ada sajian adegan dagelan yang menghibur dan membuat saya ngakak sampai ndangak....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun