Mohon tunggu...
Ichvan Sofyan
Ichvan Sofyan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Rimbawan

Rimbawan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Memoar di Repong Damar, Harmoni Aspek Ekologi, Ekonomi, dan Budaya

22 Mei 2019   21:28 Diperbarui: 22 Mei 2019   21:45 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Ichvan. Orang-orang lebih senang memanggilku Ivan, karena menganggap lebih mudah melafalkannya begitu. Saya adalah seorang rimbawan, sebutan untuk orang-orang yang berjuang demi kelestarian hutan.

Menjadi rimbawan bagiku adalah sebuah anugerah. Kenapa?, karena rimbawan itu pergaulannya lebih luas,  bukan cuma  kenal manusia tapi juga kenal pohon dan satwa. Kadang-kadang karena terlalu kenal, rimbawan sepertiku juga bisa jatuh cinta pada pohon. Tapi bukan jatuh cinta biasa, melainkan sebuah rasa ingin melindungi agar si pohon tetap lestari.

Dari sekian pohon yang pernah kutemui, jujur saja bahwa Shorea javanica adalah pohon primadona yang paling membuat jatuh hati. Bukan hanya karena perawakanya yang tinggi besar, tapi juga karena Shorea javanica yang pernah kutemui adalah hartanya masyarakat Lampung.

Memoar di Repong Damar

Cerita pertemuanku pertama kali dengan Shorea javanica terjadi lima tahun silam di Pekon/Desa Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Pagi itu di Pahmungan, waktu menunjukan sekitar pukul 07.00  saat sekumpulan siamang mulai beradu suara pada dahan-dahan Shorea javanica. Pohon besar yang oleh masyarakat Lampung dikenal dengan nama pohon damar mata kucing ini memang kerap menjadi taman bermain dan arena unjuk suara bagi para siamang. Mereka seolah merasa bahwa hamparan Shorea javanica ini adalah hutan tempatnya tinggal, padahal ini sebenarnya adalah hamparan kebun yang oleh masyarakat Lampung sering disebut  " Repong Damar".

Berada di tengah-tengah Repong Damar yang dipenuhi Shorea javanica ditambah dengan keramaian suara para siamang, membuatku seperti dibawa pada suasana hutan. Rasanya seperti tak percaya kalau ini adalah kebun masyarakat Pahmungan yang selalu menjadi tempat mengumpulkan pundi rupiah untuk kebutuhan hidup.

Mengenal Shorea javanica

"Luar biasa", kata itu yang sering muncul sepanjang berada di tengah-tengah Repong Damar. Bayangkan saja, sepanjang mata memandang isinya selalu didominasi Shorea javanica yang berukuran besar-besar. Rata-rata yang kutemui memiliki diameter batang 1 meter, bahkan ada juga yang mencapai 2 meter. Nah luar biasanya lagi, pohon berbatang lurus ini tingginya juga mengagumkan, ya kurang lebih setinggi tower seluler atau mencapai 50 meter.

Lain batang, lain pula daunnya. Meskipun Shorea javanica memilki perawakan tinggi besar, tapi ternyata ukuran daunnya tidak terlalu besar, bentuknya seperti bulat telur memanjang dengan panjang hanya sekitar 8-15 cm dan lebarnya 4-7 cm, serta tangkai daunnya sepanjang 1,5 -- 2,5 cm.

Nah, di habitat aslinya, Shorea javanica termasuk jenis pohon yang hanya bisa hidup di daerah tertentu. Menurut Orwa et al. (2009), Shorea javanica dapat tumbuh baik di hutan primer dan sekunder, pada tempat-tempat yang kering atau basah di tanah datar atau lereng hingga ketinggian 300-500 mdpl (meter di atas permukaan air laut), dengan rata-rata curah hujan tahunan lebih dari  3.000 mm  dan suhu rata-rata 25 derajat celcius.

Karena Shorea javanica hanya bisa hidup pada kondisi habitat tertentu, membuat pohon ini  memiliki persebaran yang juga sangat  terbatas. Persebarannya hanya  ada di Pulau Sumatera dan Jawa. Khusus di Pulau Jawa sendiri, Shorea javanica termasuk jenis pohon yang sangat langka dan sulit ditemui. Bahkan karena keberadaannya yang sulit ditemui di alam, membuat pohon ini termasuk jenis yang dilindungi dan menjadi prioritas konservasi. Padahal kalau dicermati, nama javanica sebenarnya mengindikasikan  bahwa pohon ini berasal dari tanah Jawa.  

Shorea javanica juga  termasuk jenis pohon yang perkembangbiakannya sangat lambat. Menurut masyarakat yang ada di Pahmungan, rata-rata pohon ini hanya berbunga setiap 5 tahun sekali. Hal ini senada dengan pernyataan de Forest et al. (2000) bahwa  damar mata kucing merupakan jenis yang sulit untuk bereproduksi karena  musim berbunga damar mata kucing biasanya terjadi 4-5 tahun sekali.

Selain persebaran yang terbatas dan perkembangbiakannya yang lambat, laju kerusakan hutan yang tinggi juga menjadi faktor utama berkurangnya jumlah Shorea javanica di kawasan hutan. Aktivitas perusakan hutan seperti perambahan dan illegal logging (pembalakan liar) menjadi penyebab berkurangnya jumlah Shorea javanica di kawasan hutan.

Melihat semakin terdesaknya Shorea javanica di kawasan hutan, akhirnya membuat pohon ini masuk dalam  dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK). SRAK sendiri adalah upaya kerja sama yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI), untuk menyelamatkan pohon-pohon langka di Indonesia. Dalam  dokumen SRAK ini, Shorea javanica masuk dalam Prioritas II, yaitu jenis pohon yang mendesak untuk dilakukan konservasi atau penyelamatan karena tingkat keterancamannya tinggi serta ancaman kepunahan yang terus menerus berlangsung.

Selain masuk dalam dokumen SRAK, IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) selaku organisasi perlindungan sumber daya alam hayati tingkat internasional juga memasukan Shorea javanica sebagai jenis yang keberadaanya genting (Endangered). Sebaran yang terbatas serta penurunan poulasi yang terus menurus terjadi adalah faktor utama pohon ini sekarang masuk dalam status endangered.

Belajar dari Repong Damar

Memperihatinkan memang melihat kondisi keberadaan Shorea javanica di kawasan hutan yang semakin berkurang. Beruntungnya, disaat Shorea javanica semakin sulit ditemukan di hutan, keberadaannya di Kabupaten Pesisir Barat masih tetap terjaga, bahkan telah menjadi bagian budaya masyarakat.

Bagi masyarakat Pesisir Barat khususnya Pekon Pahmungan, keberadaan Repong Damar adalah bagian budaya yang tidak bisa ditinggalkan. Aktivitas perkebunan ini sudah mengakar dan menjadi budaya setempat sejak pertama kali dilakukan penanaman Shorea javanica secara besar-besaran tahun 1927. Bahkan seorang pemilik repong damar pun dilarang menebang pohon ini tanpa kebutuhan yang mendesak, dan kalaupun terpaksa menebang karena kebutuhan yang mendesak, harus mengganti dengan menanam bibit Shorea javanica di tempat pohon tersebut ditebang. Kearifan lokal inilah yang sampai saat ini  membuat keberadaan Repong Damar masih tetap eksis.

Repong damar sebenarnya bukan hanya hamparan kebun yang berisi pohon damar mata kucing saja, tapi banyak juga jenis-jenis pohon  seperti duku, nangka, melinjo, jengkol, dan durian tumbuh berdampingan, hanya saja jumlah pohon damar mata kucing yang paling dominan di sini. Oh iya, masyarakat Lampung menyebutnya damar mata kucing karena pohon ini menghasilkan getah berwarna kuning bening dan mengkilat seperti layaknya mata seekor kucing. Nah getah damar inilah yang sebenarnya menjadi hartanya masyarakat Lampung.

Bagi masyarakat Pesisir Barat khususnya Pekon/Desa Pahmungan, Repong Damar adalah segalanya. Berbagai profesi  lahir dari petak-petak Repong Damar ini, mulai dari penyadap getah, pengangkut, penyortir, pengepul getah, hingga eksportir damar. Bisa dikatakan "Tak ada getah damar, tak ada pula dapur yang mengepul setiap pagi".

Berdasarkan data BAPPEDA Kabupaten Pesisir Barat tahun 2016, total luas areal Repong Damar mencapai 17.160,75 ha dengan produksi sekitar 6.720,2 ton/tahun. Produksi yang melimpah iniah yang pada akhirnya menempatkan Pesisir Barat menjadi pemasok damar mata kucing terbesar di Indonesia dengan sumbangsih 80% dari total produksi nasional.

Tidak hanya produksi yang besar, getah damar dari Pesisir Barat juga terkenal dengan kualitasnya yang tinggi. Biasanya getah dengan kualitas tinggi ini diekspor ke negara Eropa dan Asia seperti Italia, Prancis, Jerman, Belgia, India,  Filipina, Uni Emirat Arab, Banglades, dan Pakistan. Nantinya getah ini digunakan sebagai stabilizer pada industri cat, tinta, farmasi, dan kosmetik.

Keberadaan Repong Damar selain mejadi sumber penghasilan juga memberi dampak ekologi yang luar biasa. Siapapun tahu kalau sebuah tempat yang lestari pasti memberikan kenyamanan tersendiri, mulai dari udara yang segar, air jernih, sampai suara-suara satwa yang menentramkan jiwa. Nah manfaat-manfaat inilah yang bisa dirasakan secara langsung saat berada di tengah Repong Damar.

Meskipun keberadaan Repong Damar di Pesisir Barat khususnya Pekon Pahmungan masih terjaga, namun bukan berarti bebas dari ancaman. Iming-iming dari berbagai pihak terhadap masyarakat agar menjual kayu damarnya sering dialami. Beruntungnya, sampai sekarang masyarakat masih belum tergoda menjual pohon damar menjadi kayu-kayu gelondongan. Mereka terus bertahan memperjuangkan Repong Damar sebagai sumber pendapatan dari getahnya saja dan tetap menjaga Repong Damar sebagai bagian dari budayanya.

Ancaman lain juga datang dari perkembangan teknologi, dimana saat ini mulai diproduksi bahan sintetis pengganti getah damar. Hal ini tentu akan berakibat pada menurunnya posisi tawar getah damar di pasar global. Kondisi tersebut tentu menjadi sangat dilematik.  Saat Shorea javanica di kawasan hutan sudah semakin berkurang karena illegal logging dan perambahan, masyarakat Pesisir Barat masih setia menjaga Repong Damarnya layaknya hutan, hingga menjadikannya sebagai bagian budaya yang terus dipertahankan. Walau  iming-iming dari berbagai pihak datang silih berganti agar masyarakat menjual Shorea javanica dalam bentuk kayu-kayu gelondongan, tapi mereka tak  tergoda, meskipun secara kalkulasi akan menghasilkan banyak pundi rupiah jika menjual kayu-kayu Shorea javanica  yang notabene berukuran besar.

Semangat masyarakat Pesisir Barat ini harusnya segera mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak untuk membantu masyarakat mempertahankan Repong Damarnya. Sebab dari kearifal lokal inilah kita masih bisa melihat luarbiasanya Repong Damar dan mendapatkan  pelajaran berharga bahwa aspek  ekologi (kelestarian alam), ekonomi, dan budaya bisa saling bersinergi membentuk sebuah pengelolaan yang benar-benar ideal.

DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDA Kabupaten Pesisir Barat. 2016. Potensi Daerah Sektor Kehuatanan. http://www.bappeda.pesisirbaratkab.go.id//?s=damar. Diakses tanggal 15 Oktober 2018.

de Foresta H., Kusworo, A., Michon, G., Djatmiko, W.A. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan, Agroforest Khas Indonesia Sebuah Sumbangan Masyarakat. SMT Grafika Desa Putra. Jakarta. 249 hlm.

Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R., Anthony, S. 2009. Agroforestree Database: a tree reference and selection guide version 4.0. http://www.worldagroforestry.org/treedb/AFTPDFS/Shorea_javanica.PDF. Diakeses tanggal 15 Oktober 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun