Kenyataannya adalah terdapat alasan jika sebuah film mendapatkan rating dewasa. Hal ini dapat dikarenakan oleh penggunakan kata-kata kasar, seks, partial nudity, penggunaan Narkoba, kekerasan dan lainnya.Â
Poin selanjutnya adalah, apakah adegan-adegan kekerasan ini hanya ditemukan di film Joker? Jawabannya adalah tidak. Penggunaan kekerasan sebagai unsur hiburan dalam dunia perfilman bukanlah hal yang baru dan sering digunakan oleh banyak film.Â
Lalu apakah adegannya terlalu keras? Sepertinya tidak, karena masih banyak film-film lain yang dipandang sebagai sebuah film yang bagus menayangkan adegan kekerasan yang jauh lebih banyak ketimbang film Joker ini.Â
Sebut saja John Wick, sebuah film action yang dimainkan oleh Keanu Reeves menceritakan tentang seorang mantan pembunuh bayaran yang akhirnya kembali ke dunia gelap tersebut dengan tujuan untuk balas dendam.Â
Kurang lebih segala adegan aksi yang ditayangkan merupakan tindakan kekerasan menggunakan senjata api. Namun tidak ada perlawanan keras dari orang-orang yang menonton film tersebut.Â
Lalu apakah kontroversi film ini tidak valid?Â
Justru sebaliknya, munculnya kontroversi film Joker ini menunjukkan keberhasilan dari Todd Phillips dan juga Joaquin Phoenix untuk menunjukkan kekerasan secara nyata. Hal inilah yang membuat orang-orang merasa tidak nyaman dan tidak menyukai gambaran kekerasan yang ditunjukkan.Â
Karena tindakan kekerasan yang ditayangkan dirasakan nyata, bukan merupakan bentuk dramatisasi atau hiperbola yang kemudian membuat para penontonnya merasa 'detached'Â secara emosional, sehingga dapat menonton film-film kekerasan lainnya secara biasa saja.Â
Ditambah lagi penggambaran karakter Arthur Fleck sebagai seseorang yang mengidap penyakit mental menambahkan rasa ketidaknyamanan kepada para penontonnya pula.Â
Seharusnya film ini menyadarkan para penontonnya bahwa kesehatan mental merupakan hal yang perlu diperhatikan dan juga menjaga hubungan yang positif antara satu orang dengan yang lainnya.Â