Dalam sehari, Kang Cecep mengaku mampu menghabiskan 3-5 kilogram gula pasir dan pewarna makanan untuk membuat gulali. Gula pasir tersebut akan dipanasi oleh Kang Cecep diatas wajan kecilnya yang dipanasi oleh arang kayu. Setelah beberapa saat mencair dan mulai mengkeras, Kang Cecep menambahkan warna makanan untuk membuat gulalinya lebih menarik dan cantik saat dilihat.
Meski dijajakan di atas gerobak panggul yang kecil, Kang cecep mengatakan bahwa dagangannya bebas dari boraks dan bahan kimia berbahaya lainnya. Karena dagangannya juga sudah melalui pemeriksaan kualitas dari dinas kesehatan dan BPOM setempat. “Saya jamin bersih dari bahan kimia berbahaya dan juga sudah sering dicek oleh pihak terkait,” ucapnya.
Diusianya yang sudah kepala tiga, Kang cecep mengaku akan tetap mencintai profesinya sebagai penjual gulali jadul, jajanan kuno tersebut sekarang makin dicari oleh orang-orang yang ingin bernostalgia dengan masa kecilnya. Dia mengaku selama sekolah-sekolah belum melakukan pembelajaran normal atau tatap muka, dia akan tetap berjualan di sekitar kawasan malioboro.
Selain menjadi mata pencahariannya, menjual gulali tersebut merupakan hobi dan kepuasan bagi dirinya. Karena dia bisa memiliki daya kreatifitas yang tinggi dan juga melihat pembeli merasa senang dengan karya-karya yang dia buat.
“Saya senang dan bangga dengan profesi saya, karena ini bisa membuat saya kreatif dan sebuah karya yang membuat orang lain bahagia dengan gulali yang saya buat,” pungkasnya. (IH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H