“Respect buat yang capek-capek R&D tapi pada gak laku!!” ungkap brand Portee Goods, salah satu brand kenamaan tanah air melalui unggahan instagramnya dipenghujung tahun 2023 kemarin.
Unggahan tersebut lantas ramai menyita perhatian netizen lantaran Portee Goods memang cukup terkenal mengeluarkan produk-produk yang “mirip” dengan artikel dari brand lain.
Bahkan KONECT Indonesia melalui unggahan tiktoknya secara terang-terangan mengungkapkan dalam unggahan Tiktoknya bahwa strategi “Amati, Tiru, Murahin” adalah senjata rahasia brand footwear yang satu ini.
Walaupun demikian, strategi serupa sebenarnya bukanlah hal baru dalam industri fashion tanah air, bahkan brand-brand lokal kadang terjerumus kedalam tindak plagiarisme.
Misalnya Erigo, brand tersohor yang telah 2 kali tampil di ajang bergengsi sekelas New York Fashion Week inipun pernah tersandung isu tak sedap ini. Pada tahun 2020, Erigo meminta maaf, membayar konpensasi serta terpaksa harus membatalkan penjualan salah satu desain koleksi jaket sukajannya karna terbukti melakukan plagiarisme terhadap seorang seniman Polandia, Nora Potwora.
Plagiarisme tentu sudah sepatutnya menjadi momok buruk bagi industri kreatif. Salah satu dampak paling nyata dari plagiarisme adalah penurunan kreativitas dan inovasi. Ketika merek-merek lokal lebih memilih untuk menjiplak desain dari merek internasional yang sudah mapan, mereka tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga menciptakan lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan kreativitas.
Akibatnya, industri fashion lokal kehilangan identitas uniknya dan hanya menjadi tiruan dari tren global. Di tengah tantangan ini, harapannya terletak pada peran media sebagai pembawa pesan perubahan. Dengan mengedepankan etika dan integritas, media dapat membantu menciptakan lingkungan industri fashion lokal yang lebih berkembang, beretika, dan berdaya saing.
Media sebagai Pemantau Etika Industri
Media memiliki tanggung jawab besar sebagai penjaga etika industri fashion. Dengan memperhatikan setiap perkembangan dan kasus plagiasi, media mampu memberikan sorotan yang tajam terhadap praktik-praktik tidak etis. Liputan mendalam dapat membuka mata masyarakat terhadap dampak negatif plagiasi pada industri fashion lokal.
Mengungkap dan Mengevaluasi Kasus-Kasus Plagiasi
Peran media bukan hanya sebagai penonton pasif, tetapi juga sebagai penyebar informasi. Melalui investigasi mendalam, media dapat mengungkap kasus-kasus plagiasi, memberikan analisis mendalam tentang pengaruhnya terhadap industri, dan mengevaluasi tanggapan dari pihak terkait, termasuk brand yang terlibat.
Pendorong Kesadaran Publik
Media memiliki kekuatan untuk menjadi agen perubahan. Dengan memberikan liputan yang mencolok terkait dampak plagiasi pada kreativitas dan inovasi, media dapat mendorong kesadaran publik. Ini menciptakan tekanan yang dibutuhkan untuk memaksa perubahan perilaku dan praktik-praktik tidak etis di industri fashion.
Edukasi dan Promosi Etika
Selain menginformasikan, media dapat berperan sebagai alat edukasi. Program khusus, artikel, dan wawancara dengan ahli dapat membantu mendidik masyarakat tentang pentingnya hak kekayaan intelektual dan etika dalam industri fashion. Ini juga dapat merangsang diskusi yang konstruktif mengenai perbedaan antara inspirasi dan plagiasi.
Menyuarakan Tuntutan Peningkatan Regulasi
Media memiliki kekuatan untuk memperjuangkan perubahan regulasi. Dengan memberikan perhatian pada kelemahan dalam kerangka regulasi yang ada, media dapat menjadi suara yang membantu mendorong penerapan aturan yang lebih ketat terkait plagiasi di industri fashion lokal. Dengan demikian, industri fashion dapat kembali bersinar dengan karya-karya orisinal yang membanggakan, memberikan kontribusi positif bagi ekonomi dan budaya tanah air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H