Mohon tunggu...
Ichon Zulkah
Ichon Zulkah Mohon Tunggu... -

Lagi belajar nulis nehh

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mencoba Menerobos Kampung Agropolitan, Sudah Pernahkah Anda Kesana?

19 Oktober 2010   14:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:17 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah anda mendengar Kampung Argopolitan? Mungkin tak banyak yang tau, mahasiswa IPB pun yang nota bene deket dengan kampung inipun, saya rasa sedikit juga yang tau. Ya, sesuai namanya kampong ini konon katanya memang banyak memiliki potensi potensi pertaniannya. Julukan ini diberi langsung oleh Pemprov Jawa Barat beberapa tahun yang lalu.

Kampong Agropolitan ini terletak di wilayah Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, meliputi 5 desa yakni Desa Karyasari, Desa Karacak, Desa Cibeber 2,Desa Pabangbon, dan satu lagi Desa Barengkok. Saya bersama Kang Cucu (begitu panggilan akrab saya kepada beliau) mencoba menelusuri Kampong ini. Kami berdua mendapat amanah untuk mencoba menggali potensi social ekonominya, dan mencoba sedikit menelaah kendala dan permasalahan yang dihadapi kampong ini.

Dengan berbekal surat Rekomendasi dari Kecamatan Leuwiliang, berpegang teguh dengan ingatan petunjuk arah yang diberi tau teman menggunakn kereta roda doa “vario pink” kesayangan saya, kami mencoba menerobos satu-satu desa agropolitan ini. Awalnya ingin mensurvey desa-desa terdekat dulu barulah desa yang terjauh.

Yang menjadi patokan kami berdua dalam menelusuri kampong ini adalah dengan mencari sekolah-sekolah yang didirikan oleh Yayasan Pendidikan Astra Michael D Ruslim (YPA-MDR), selanjutnya kita singkat saja Astra. Konon Banyak sekolah terutama SD dan SMP yang telah dibangun oleh Perusahaan yang bonafit ini dalam program CSRnya.

Semeter demi semeter, kami memacu matic roda dua kami sehingga puluhan meterpun terlalui, sekilo demi sekilopunpun telah terlewati. Tak lama kemudian Kami melihat ada Plank bertuliskan SMPN 4 Leuwiliang belok kanan. SMPN4 Leuwiliang ini memang termasuk salah satu sekolah yang telah dibangun oleh Astra, letak sekolah tentunya berada di salah satu desa kampong Agropolitan.

Pucuk dicinta ulampun tiba begitu kata hati saya, sepertinya tanda-tanda mengarah desa yang terdekat sudah di depan mata. Kami melaju mengikuti arah yang ditunjuk oleh plank bisu itu, terus menyusuri jalan, walaupun sudah jauh berjalan namun SMPN yang dimaksud tak jua ketemu, takut kelewatan kamipun bertanya ke warga setempat ternyata lokasinya masih jauh “terus ajaudah deket , ujung aspal pak”.Diujung jalan aspalpun telah dilewati ternyata belum jua ketemu sekolah yang dimaksud. Kami bertanya lagi ke warga, katanya lurus aja kira-kira 2 tanjakan lagi..weh.weh…..hufth…”jauh juga ya kang” keluhku ringan kepada kang cucu.

Saya punya banyak pengalaman sebelumnya, kalau nanya jarak atau lokasi ke orang sunda, saran saya jangan terlalu menjadi patokan.hehe (yang merasa orang sunda jangan marah ya)..namun kenyataannya memang begitu. Saya bisa mengambil kesimpulan kalo kata urang sunda itu “caket alias dekat” berarti itu jauh, jika orang sundanya bilang “jauh” maka kesimpulan saya itu “jauh banget”. Patokan ini saya pegang teguh dan sudah masuk ke jiwa sanubari saya…(halah lebay…).

Saya dulu pernah ke daerah Banten. lalu nanya lokasi Rangkas Bitung ke masyarakat yang nota bene beliau adalah orang sunda. “udah deket pak lurus aja sekitar 15KM lagi” sahut beliau. Hati saya berpikir 15 KM itu deket ya..hohoho.. kamipun mengikuti saran beliau. Kamipun melaju terus, dan sudah berjalan sekitar 15 KM lebih namun juga belum sampe. Lalu didepan terlihat Plank Gede yang bertuliskan “Rangkas Bitung 15 KM lagi”. Wehweh…

Sudahlah mari kita lupakan tentang kisah Rangkas Bitung diatas, kita fokuskan lagi ke kampong Agropolitan. Jalan yang menanjak dan berbatu-batu mengguncang “vario pink saya” sehingga kang cucu saya minta untuk turun karena memang kereta roda dua ini mengeluh tidaksanggup mendaki dengan beban kang cucu yang lumayan berat (piss kang hehe).

Tanjakan demi tanjakan dilewati, namun akhirnya sampai juga di Sekolah ini, saya melihat kang cucu tergopoh-gopoh dan berkeringat banyak setelah mendaki jalan berbatu tajam ini. Beda halnya dengan saya, yang berkeringat mungkin matic ini saja.

Kami disambut hangat oleh oleh Kepala SMAN4 Leuwiliang, walaupun baru menjabat menjadi di sekolah ini beliau merasa sangat berterima kasih sekali kepada Yayasan Pendidikan Astra yang telah mewujudkan sekolah ini, sehingga masyarakat sekitar sangat terbantu.

Oya, untuk diketahui bahwa SMAN4 ini terletak di Desa Cibeber 2, lumayan jauhdari Kantor Kecamatan Leuwiliang, sarana prasarana jalan yang semakin parah membuat angkutan umum tidak mau memasuki wilayah ini. Jika ingin ke Leuwiliang maka harus naek ojek yang ongkosnya Rp.20.000 PP. Tarif ini sangatlah mahal bagi warga setempat, jika dibandingkan dengan pendapatan sehari-hari mereka. Mereka ke Leuwiliangpun tatkala jika ada hal sangat mendesak.

Saya heran koq bisa ya Desa yang dijuluki Kampong Agropolitan ini, jalannya parah, seperti tidak diperhatikan, hanya sebatas Julukan saja yang diberi, namun sarana lain seperti transportasi dilupakan. Ironis pikir saya. Setelah wawancara dengan Kepsek dan mendapat data dari sekolah kamipun meluncur ke Desa Pabangbon, katanya deket juga dari desa Cibeber 2.

Menyusuri Jalan yang semakin parah, Tanjakan demi tanjakan akhirnya sampai juga ke desa Pabangbon. meski kang cucu harus turun dari motor dan melanjutkannya dengan berjalan kaki. Walaupun cucuran keringatnya semakin banyak, namun semangatnya untuk sampai ke Pabangbon sangat jelas terlihat. Di sekolah Pabangbon 1 kami berhenti, disana kami berdiskusi dengan Guru dan pihak sekolah bersedia untuk memfasilitasi FGD (Forum Group Discussion) dengan, tokoh masyarakat, aparat desa dan stake holder setempat. SD Pabangbon 1 ini juga salah satu sekolah yang didirikan oleh Yayasan Pendidikan Astra. Saya kurang tau kenapa Astra melirik tempat ini untuk menjadi tempat Program mereka. Menurut saya lokasi ini merupakan sasaran yang sangat tepat untuk mendirikan sekolah.

Beranjak dari sekolah, kami langsung melangkah ke Kantor Desa, walaupun Kadesnya tak Nampak, namun kami disambut hangat oleh Sekdes dan Kaur-Kaur desa. Disinilah kami banyak sharing terkait permasalahn desa dan mendapatkan data tahap awal survey. Kamipun mengundang Aparat Desa untuk hadir di FGD lusa besok, merekapun berjanji akan mengahdirinya.

Menjelang Zuhur kamipun terus melanjutkan perjalanan, lokasi berikutnya adalah Kantor Desa Cibeber2. Walaupun jauh namun jalan menuju Desa ini jauh lebih baik daripada jalan menuju desa Pabangbon. Cibeber 2 juga termasuk salah satu desa agropolitan, tetanggaan dengan desa Pabangbon. Namun sarana jalan sebagian desanya jauh lebih baeik dari Pabangbon. Di Cibeber 2 angkutan umum sudah masuk, kalo di Pabangbon boro-boro dah. Kasihan Pabangbon ya.. Pemerintah Daerah setengah-setengah ingin membangun Kampong Agropolitan ini.

Esok harinya kami melakukan Forum Group Discussion (FGD) di Desa Karacak, yang hari sebelumnya kami sudah buat janji untuk mengumpulkan aparat desa, tokoh desa, kadu-kadus dan dari pihak sekolah binaan Astra. Di forum inilah, semua potensi desa terkorek, sampai akar2nya. Permasalahan yang dihadapi oleh mereka, tak segan mereka sampaikan. Tampak semangat dan keseriusan yang sangat dari mereka mengikuti forum ini. Mereka bersama-sama menggambarkan peta-peta desa, menuliskan potensi pertaniannya, sampai mentalitas Masyarakatpun mereka utarakan. Wow…ini bener bener survey kata saya. Hampir 2jam lebih kami melakukan sharing dan dirasa cukup, walaupun kedepannya masih butuh data-data lainnya.

Next destination is Karyasari, di hari sebelumnya kamipun mengunjungi kantor desa ini, namun selalu tutup..wajar sih datangnya agak siangan seeh udah jam 13an. Tapi khan jam kantor? Bukannya ampe jam 4 jam kantor itu.tanya hati kecil ini…hahay.. rumah Sekdes pun kami hampir namun rumahnya tertutup,,kayaknya ga ada orang.udahlah kita lanjut besok lagi, yuk kang kita pulang. Ujar saya. Ayuk kata kang cucu.

Hari berikutnya kami ke Pabangbon lagi, kali ini kang cucu bawa motor sendiri, kang cucu kayaknya dah jera klo harus turun dari motor lalu jalan. Takut kurus kayaknya,,hehehe. Jam 6 pagi kami udah berangkat dari Bogor menuju Pabangbon. Jujur, stamina badan saya agak turun hari ini. Malam sebelumnya meriang tidurnyapun jam 3an. Jam 4.30 bangun pagi, sholat shubuh. Lalu siap2 berangkat. Agak melelahkan memang. Namun gapapalah, hajar aja.

Kabar berita, mb munif dan mas ponco mau ikutan nyusul ke pabangbon. Eh ditunggu-tunggu keduanya ga muncul-muncul. Mungkin ada agenda lain. Sesampai didepan Sekolah kami melihat sekumpulan bocah SD dari kelas 1-6 sedang bermain-main dengan riangnya. Jadi ingat 17 tahun yg lalu umur saya hampir sama dengan mereka. Memang sih, paling enak itu menjadi anak kecil, kerjanya hanya main dan main, ga banyak pikiran dan ga banyak masalah. Enjoy aja.ingin aja rasanya balik lagi ke masa lalu. Hehe (mimpi kaleee)

Dulu ada SKJ ’88 sekarang namanya mungkin lain, saya liat mereka senam gerakannya udah lain dari senamnya saya jaman dulu apalagi senam jamannya kang cucu. Ingin ikutan senam eh bawaannya malas, mungkin karena badan lagi ga fit, saya ambil kamera lalu foto-foto aja. Mereka senang difoto, kayaknya sih emang jarang di foto.

FGDpun berlangsung, ada Kepsek, ada BPD, ada Kaur desa, ada komite sekolah, ada ketua gapoktan ada wali murid, ada juga beberapa tokoh masyarakat lainnya. Disini lebih seru lagi FGDnya, masyarakat Pabangbon begitu antusias sampai-sampai setelah FGDpun mereka bersedia menemani kami untuk survey ke beberapa tempat usaha warganya. Di wajah mereka terlihat jelas bahwa mereka ingin sekali desanya berkembang, terutama sumberdaya manusianya. Mereka malah menganjurkan jika memang ada pemberdayaan ekonomi di desa ini nantinya, jangan kucurkan dana dulu tapi tolong bina kami terlebih dulu, jika kami dirasa sudah baik barulah yang lain-lainnya.

Ketika akan surveypun, karena waktu sudah mulai akan sore maka kami meminta untuk dianter ke warga terdekat yang melakukan usaha. Jika terlalu sore kemungkinan besar akan turun hujan, jika hujan maka jalannyapun akan licin bisa-bisa nginep dah di Pabangbon.

Kamipun menuju ke lokasi terdekat, karena jalannya berbukit-bukit dan diduga kuat “vario pink” ga bakalan kuat menyusurinya. Maka sayapun naek motor desa yang dikendarai oleh bapak Dodi. Pak Dodi adalah seorang Kaur Ekbang, motornya kopling, bannya gede bergerigi, sepertinya emang udah di setting untuk mempermudah menyusuri jalan desa yang nota bene nanjak, licin kala hujan dan turunan tajam. Sedangkan kang cucu mengendarai sepeda motor kesayangannya sendiri.

Tak disangka lokasi yang dibilang deket itupun ternyata jauhnya minta ampun. Ditambah lagi jalannya nanjak dan tak beraspal, udah banyak turunan tajam dan tanjakan gila yang dilewati. Emang ini desa kalo kita susuri ga abakalan ketemu jalan-jalan yang mulus. Satu dua tanjakan sepertinya kang cucu lancer-lancar aja, berhasil melewatinya walaupun ngos-ngosan menahan keseimbangan motor. Sampai akhirnyapun disaat melewati turunan berikutnya, kang cucupun terjatuh, lalu menyerah tidak bisa melanjutkan perjalanan dengan motornya. Akhirnyapun motornya pun terpaksa ditinggal di dalam hutan. Setelah mengantarkan saya ke lokasi, Pak Dodipun lalu kembali menjemput kang cucu.

Setelah wawancara dengan kerajinan bambu, dan memoto potensi Desanya kamipun pulang mengingat Cuaca bakalan hujan. Gawat atuh klo hujan. Kami membayar penduduk setempat untuk membawa motor si akang menuju kantor desa lagi. Weh weh bener—bener kapok kang cucu untuk membawa kembali sepeda motornya.

Kondisi Jalan di Desa Pabangbon, sungguh tidak layak dengan aktivitas masyarakatnya. Desa ini akan selalu termasuk desa tertinggal jika sarana jalannya tidak difasilitasi. Ayolah Pak Gubernur, Pak Bupati, jika engkau mencintai rakyatmu, bangunlah jalan untuk desa ini. Jangan hanya gaung desa agropolitan yang kau juluki, setelah itu tak ada follow up yang kau lakukan. Kamipun pulang, walaupun basah kuyup sampai di rumah masing-masing.

Next destination is Karyasari. Potensi Pertanian di Desa Karyasari agak sedikit berbeda jika dibandingkan dengan potensi di Desa-desa lainnya. Jika desa lainnya rata-rata melimpah pohon manggis dan duren namun di Karyasari sangatlah sedikit. Justru yang banyak adalah cengkeh dan palawija. Ketika berdiskusi dengan Pejabat desa setempat, mereka menyadari betul bahwa julukan agropolitan hanyalah sebatas julukan namun tindak lanjut dari Julukan ini Nihil. Sungguh mengharukan ya.

Udah dulu ya, capek nulisnya..tulisan ini aja hampir seminggu kelarnya.. nanti kang cucu bakalan cerita lebih banyak dengan laporan surveynya. Kesimpulannya begini:

1.Desa-desa yang ada di Wilayah Agropolitan ini sangat berterima kasih kepada Yayasan Pendidikan Astra Michael D Ruslim (YPA-MDR) atas didirikannya beberapa sekolah baik SD maupun SMP.

2.Potensi Pertanian di Kampong ini adalah Padi, Manggis, Duren dan Cengkeh.

3.Sejauh ini “Kampong Agropolitan” hanya sebatas Julukan, tidak ada follow up yang berarti dari Pemerintah.

4.Infrastruktur jalan terutama di Desa Pabangbon Parah bener.

5.Pada dasarnya, masyarakat di Desa ini tidaklah malas, Mereka hanya butuh pembinaan yang serius dari pihak terkait. Semoga YPA-MDR dan Masyarakat Mandiri dapat melakukan terobosan dan program inovatif untuk mereka.

6.Dulu Tanaman Kumis Kucing menjadi andalan di Kampong ini, malah sudah sampai ekspor. Pemasarannyalah menjadi Kendala.

Semoga Bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun