Sejak kedatangannya akhir desember 2019 lalu, kasus Corona Virus Disease atau Covid-19 sudah mencapai 19.800.836 kasus hingga hari ini minggu (09/08/2020). Penulis mengutip dari Tribunnewsmaker.com bahwa dari total jumlah diatas, sebanyak 729.484 orang dikonfirmasi meninggal dunia, dan 12.719.181 orang dinyatakan telah sembuh.
Hal ini tentu menimbulkan kecemasan dan kegalauan bagi seluruh masyarakat dunia, tidak termasuk masyarakat Indonesia. Dimana Indonesia saat ini masih menempati posisi ke-23 dengan jumlah kasus sebanyak 123.503 kasus.
Sebagai negara dengan jumlah populasi Islam terbesar di dunia, sudah selayaknya dalam menyikapi pandemi Covid-19 ini kita kembali kepada apa yang diajarkan oleh agama kita, yaitu agama Islam.
Sebelum kita melihat dan membahas lebih jauh mengenai bagaimana pendidikan Islam mengajarkan manusia cara menyikapi dan mengambil hikmah dari pandemi Covid-19 ini. Ada baiknya kita membahas terlebih dahulu apa itu Islam? Mengutip dari Wahyuddin, dkk (2009) definisi Islam bila ditinjau dari segi etimologi atau asal usul bahasa, berasal dari Bahasa Arab yaitu aslama-yuslimu yang artinya berserah diri, patuh, taat serta tunduk. Sehingga Islam menuntut pemeluknya untuk selalu berserah diri, tunduk, dan patuh kepada ajaran, aturan, dan hukum yang telah dibuat oleh Allah SWT. Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Ali Imron: 83.
Artinya:
"Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan?" (QS. Ali Imran ayat 83).
Sedangkan secara istilah, mengutip dari Achmad Abdullah Al Masdosy (2000) Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah melalui Rasulullah SAW, yang didalamnya berisi seperangkat aturan yang mengatur hubungan dengan Allah, hubungan dengan manusia, dan hubungan dengan alam semesta.
Dari kedua pengertian di atas kita mengetahui bahwa Islam adalah agama yang didalamnya berisi aturan-aturan Allah mengenai hubungan dengan Allah, makhluk, dan lingkungan yang harus dipatuhi oleh para pemeluknya. Termasuk aturan bagaimana seorang muslim harusnya bersikap dalam menghadapi sebuah wabah atau pandemi yang akan kita kaitkan dengan wabah Covid-19 ini.
Didalam buku Ahmad Syaikhu (2020) dikatakan bahwa sikap kita sebagai seorang muslim untuk menghadapi wabah adalah, lakukanlah cara langit dan cara bumi, atau lebib sederhananya gunakanlah pendekatan agamis dan juga medis.
Bila membahas tentang wabah ada sebuah kisah dari tahun 18 H, dimana Amirul Mukminin Umar bin Khatab dan rombongannya tengah melakukan perjalanan menuju Syam, di daerah Sarigh atau perbatasan Syam mereka berhenti. Gubernur Syam Abu Ubaidah bin Al Jarrah datang menjemput dan memberitahukan bahwa di Syam sedang terjadi wabah tha'un, yaitu sebuah penyakit menular berupa benjolan di seluruh tubuh yang akhirnya akan pecah dan mengakibatkan pendarahan. Mengetahui kabar ini Umar bin Khatab mengajak rombongannya untuk bermusyawarah mengenai melanjutkan perjalanan terus ke Syam atau kembali ke Madinah. Ditengah musyawarah inilah Abdurrahman bin Auf muncul dan membacakan sebuah hadits Rasulullah, yaitu:
"jika kalian mendengar adanya penyakit wabah di suatu tempat maka janganlah kalian masuk ke tempat itu (daerah itu). Tetapi jika terjadi di tempat itu dan kamu sedang berada di sana, maka jangan keluar karena ingin melarikan diri dari padanya".
Dari hadis ini kita mendapat pelajaran pertama, bahwa sikap seorang muslim dalam menghadapi wabah adalah dengan mengkarantina diri, dan jangan memasuki daerah yang terkena wabah, atau jangan keluar dari daerah tersebut apabila wabah itu terjadi di tempat kita berada. Lalu untuk orang yang meninggal karena wabah tha'un ini Allah memberikan ganjaran berupa pahala orang yang syahid, Rasulullah SAW bersabda:
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, mendengar Rasulullah SAW bersabda: Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena ath-tha'un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang mati syahid di jalan Allah." (HR. Bukhari No. 2829 dan Muslim No. 1914).
Dalam Islam, tepatnya pembelajaran fiqh diajarkan tata cara membersihkan tubuh melalui kegiatan berwudhu, mandi, beristinja' dan lainnya, yang menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang menganjurkan menjaga kebersihan dan berpola hidup bersih sebagaimana pemerintah dan lembaga kesehatan menghimbau masyarakat agar semakin sering mencuci tangan dan menjaga kebersihan untuk menanggulangi penyebaran virus Covid-19, bersuci dalam Islam dapat dilakukan menggunakan air dan juga debu yang suci, seperti yang terdapat dalam QS. Al-Maidah: 6.
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapula kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit, atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah:6)Â
Langkah-langkah seperti bersabar, berbaik sangka kepada Allah dan banyak berdoa juga banyak sekali dianjurkan dalam Islam. Sementara langkah bumi yang dimaksudkan dalam buku Ahmad Syaikhu (2020) adalah ikhtiar yang maksimal dengan pendekatan medis, dengan mendengarkan himbauan lembaga kesehatan dan juga pemerintah tentang bagaimana menanggulangi penyebaran Covid-19. Pemerintah meminta kita membangun pola hidup sehat dengan banyak memakan makanan bergizi, berolahraga teratur, rajin membersihkan tangan, menjaga jarak (physical distancing) dan lain sebagainya. Ini adalah bentuk langkah bumi yang dimaksud untuk dilakukan melawan Covid-19.
Pada kejadian wabah tha'un di Kota Syam dulu, umat Islam sudah terlebih dahulu menerapkan kebijakan agar masyarakat berpencar satu sama lain, yang saat ini mirip dengan himbauan untuk menjaga jarak (physical distancing). Karena ketika satu sama lain saling berpencar, wabah akan berhenti layaknya api yang padam karena tidak menemukan apa pun lagi untuk dibakar.
Selanjutnya, mari kita bersama melihat hikmah yang kita dapatkan dari terjadinya wabah ini, seperti:
- Kita menjadi bertambah dekat dan takut kepada Allah, karena ternyata kita sebagai manusia ini adalah sungguh-sungguh makhluk yang lemah dan tidak berdaya di hadapan-Nya. Ketika Allah mendatangkan wabah, ratusan ribu orang meninggal dalam sekejap, lalu apalah daya dan upaya tanpa pertolongan-Nya?
- Kita semakin menyadari betapa penting dan berartinya keluarga. Karena banyak orang yang karena wabah ini anggota keluarganya meninggal dunia, sehingga tidak bisa lagi dilihat senyumnya, tak bisa lagi dirasakan tawanya, yang menjadikan kita sabar betapa pentingnya waktu bersama keluarga.
- Kita semakin menjaga kebersihan. Karena Covid-19 adalah virus yang mudah berpindah dari satu objek kepada objek yang lain, maka menjaga kebersihan adalah salah satu cara menanggulanginya, karenanya kita semakin menjaga kebersihan kita.
- Kita menjadi semakin kuat dalam tolong-menolong satu sama lain. Karena pandemi Covid-19 ini, mungkin banyak keluarga atau tetangga kita yang akhirnya harus di PHK dan kekurangan biaya untuk menghidupi keluarganya. Kita yang masih diberikan rezeki berkecukupan, diberikan kesempatan untuk saling tolong menolong satu dengan yang lainnya.
- Kita menjadi semakin sederhana dan merasa cukup dengan apa yang kita miliki. Kita sudah melewati ramadhan, idul fitri, dan juga idul adha dengan dirumah saja tahun ini, ini membuat kita menjadi tidak terlalu memperdulikan fashion, baju baru, berbelanja ke mall, berdesak-desakan mempersiapkan hari-hari tersebut. Sebaliknya kita menjadi lebih khusyuk dalam setiap hari-hari istimewa itu untuk semakin mendekat kepada Allah SWT.
SUMBER RUJUKAN
- Achmad Abdullah Al Masdosy. 2000. Depag RI. Jakarta: Departemen Agama.
- Ahmad Syaikhu. 2020. Ramadhan Di Tengah Wabah. Bekasi: Asyik Publisher.
- Tribunnews Diakses pada tanggal 09 agustus 2020 pukul 13.21 wib.
- Wahyuddin, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Grasindo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H