Nanar ku tatap mentari..
terlalu pagi.. gumamku lelah..
bayangan penatnya hiruk pikuk lalu lalang si roda dua..
roda dua? terlalu banyak!! peningku sering dibuatnya..
si punya negara ini, terlalu baik kepada pabrik roda dua..
diberi apa dia? upeti?? hingga roda dua berbagai pabrik bebas..
ibukota,.
hari ini (tiap hari) ku harus bergumul dengan jiwa2 yang tak tau arah..
para penghunimu, telah lelah mengejar mentari.. sesuap nasi.. atau segenggam berlian.. atau sesuap daging..
entahlah apa yang biasa disebut..
di pikuknya dinginnya pagi, teriknya mentari, sejuknya senja..
para "sampah masyarakat" yang ditatap lirih berlalu lalang..
mereka kadang tersenyum, kadang membentak, kadang memaksa kami para pekerja untuk memberi selembar seribu..
tau kah kau ibukota? kau bagai ibu tiri, pengemis tidak mau menerima logam lima ratus.. dilemparnya!! didikanmu membuat mereka sombong.. tak diberi, kami dihina.. diberi, tak tau terima kasih (beri kami ucapan terima kasih dengan senyuman, sudah cukup)
apakah yang kau lakukan ibukota jika kelak para bocah ingusan "sampah masyarakat" kelak dewasa? apa mereka bisa belajar dari masa kecilnya?
apa tetap kau tetapkan statusnya? kau naikkan? apa kau rendahkan?
ku bukan mengguruimu ibukota, tapi kulelah..
didikanmu membuat mereka liar, buas..
jangan hiraukan kami, para pekerja.. kami punya cita2.. kelak kami raih..
tapi ketika kami dewasa, jangan didik kami terlalu keras!!
aku takut, takut..
aku aku aku.. dan para pekerja lain akan menjadi "sampah masyarakat"..
aku aku aku.. aku takut pendidikan tinggi yang kami raih sia2..
aku aku aku.. aku tak kuasa membuat orang tuaku, keluargaku, sahabatku malu melihatku..
ibukota,
semoga aku dan para pekerja lain memaknai didikanmu dengan kesabaran dan jiwa besar..
hingga kelak anakku, cucuku, cicitku masih mau dan nyaman tinggal di pelukanmu ibukota..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H