Mohon tunggu...
Ichan Lagur
Ichan Lagur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Asli

#YNWA. Felixianus Usdialan Lagur. Black Boy; suka kopi dan gitar. Cp: Lagurirsan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karakter dan Sebuah Perjalanan Menemukan Diri

27 Maret 2020   20:05 Diperbarui: 23 Juni 2020   08:21 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa puisi saya pun cendrung mengalami nasib naas yang serupa. Dalam berpuisi, saya juga terlalu memaksakan diri untuk terlihat jenaka namun mendalam seperti Jokpin, lalu pada saat yang sama terlalu memaksakan diri untuk jadi romantis dan bernuansa filosofis macam puisinya Kahlil Gibran. Terkadang saya memaksa diri untuk buat menuli puisi yang aneh dan abstrak macam Arizal  Malna, lalu di saat yang lain buat yang bernuansa biblis macam Kaka Mario Lawi.

Dari beberapa uraian di atas, pada akhirnya saya menyadari, saya seperti terus tersesat di bawah bayang-bayang tokoh idola dan sampai sejauh ini belum menemukan siapa saya. Saya belum menemukan karakter dan ciri khas saya: baik dalam bermusik, olahraga, maupun dalam menulis. Saya punya banyak dunia minat, dan dalam dunia-dunia minat tersebut, saya menemukan diri saya sebagai pribadi yang masih terlalu memaksakan diri untuk  hidup sebagai tokoh-tokoh yang saya kagumi. 

Cara saya bermusik, cara saya bermain basket, cara saya bermain futsal, cara saya berpuisi, cara saya menulis bukanlah tentang saya yang apa adanya tetapi tentang saya yang hidup di bawah bayang-bayang tokoh yang saya kagumi. Saya masih terjebak pada fase: mencoba hidup sebagai imitasi tokoh idola dan terkukung di bawah bayang-bayang mereka; terjebak dalam ilusi kriteria-kriteria tokoh anutan tanpa pernah mencoba merangkak ke labirin pencarian jati diri.

Memang sedari awal saya mempercayai, tahap awal dalam proses kreatif memanglah melalui suatu proses imitasi; melalui contoh. Dalam hal ini keberadaan tokoh-tokoh idola menjadi inspirasi dan role model bagi kita. Meski demikian, menurut saya fase ini tidak boleh bersifat tetap. Kita harus berubah dan beralih ke fase lebih lanjut, yakni fase penemuan karakter dan gaya sendiri. Itu menurut saya. Itu yang saya yakini. Kalo menurut kalian tidak begitu, yah tidak masalah.

Saya, Anda, kita harus bisa menemukan karakter sendiri dalam dunia yang kita tekuni. Penemuan karakter merupakan titik pijak yang penting yang kemudian bisa membedakan kita dengan orang lain (dalam dunia yang sama). Kalo Anda menekuni dunia musik, maka Anda harus bisa pastikan dari satu nada yang Anda petik orang bisa langsung tahu,, ohh itu pasti si X yang main. Hehehe. . Ngomong-ngomong, ini contoh alay yang saya copast dari blognya Kaka Illo Djeer. Hidup Kae Illo Djeer!

Begitu pun kalo menulis puisi. Dari satu atau dua baris puisi yang Anda tulis, orang bisa langsung tahu, oohhh ini pasti puisinya si Y. Dalam menyusun essai pun begitu, pada paragraf ke sekian orang bisa tahu ini tulisan si Z, tanpa harus melihat nama penulisnya. Demikian pun halnya dalam bidang-bidang lain yang kita geluti. Membebaskan diri dari bayang-bayang tokoh idola dan menemukan karakter serta ciri khas merupakan suatu keharusan dan kewajiban. Poin yang mau laki-laki ganteng ini bagikan di sini teman-teman: apapun duniamu, temukan karaktermu, jadilah dirimu sendiri, dan jadilah berbeda!

Ruteng, 27 Maret 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun