Ada satu kalimat yang familiar ketika kita masih duduk di bangku sekolah dasar, kalimat itu berbunyi “ayah ke kantor dan ibu ke pasar, suami pergi bekerja dan istri memasak dirumah “. Dan Sekali lagi penulis mengatakan “yang menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kita, apa ibu bisa ke kantor dan ayah yang pergi kepasar? istri yang bekerja dan suami yang menanti dirumah ? dalam pembahasan gender, pertanyaan itu dapat dijawab dengan kalimat, “ya, tentu saja bisa.!!! Dan fenomena ini sudah sering kita jumpai dalam kehidupan kita sekarang. Perempuan saat ini sudah mencapai bulan, mereka berjalan bahu-membahu bersama laki-laki.
Apa yang menjadi perbedaan antara wanita dan pria seperti harkat dan martabat dapat saling bertukar. Pembedaan manusia, antara pria dan wanita tercipta dari dampak adanya norma-norma “pantas” dan “tidak pantas”. Contoh, wanita tidak pantas menarik becak, bekerja dikantor sebagai wanita karir apalagi menjadi supir busway, sebaliknya pria juga tidak pantas dirumah, memasak dan mengurus anak, pantasnya pria berada di lapangan, bekerja mencari nafkah dan sebagainya. Namun sekarang wanita sudah banyak mengeluti pekerjaan pria, menjalani nilai-nilai maskulin : menarik becak, supir busway, bekerja di kantor dan sebagainya.
Tapi kenapa wanita selalu merasa tidak sejajar merasa adanya ketidaksetaraaan gender, antara mereka dan pria. Asal kalian tahu wahai wanita dalam agamuku, agama yang senantiasa kujunjung, ISLAM, derajat kalian lebih mulia di banding kami. Apa lagi yang kalian inginkan ??
[caption id="attachment_335804" align="aligncenter" width="300" caption="septiana.info"][/caption]
Istilah kesetaraan gender dimulai dari timbulnya emansipasi wanita yang dipelopori oleh R.A Kartini.Wanita yang dulu hanya berurusan pada wilayah domestik (rumah) kini menjelajah dan menjajaki profesi diluar rumah. Jaman sekarang kita sudah tidak melihat dan sudah tidak ada deskriminasi dalam dunia pendidikan, banyak wanita sekarang tidak hanya berprofesi di dalam rumah, tidak hanya sebagai ibu rumah tangga tetap juga sebagai wanita kurir, tidak sedikit juga melakukan pekerjaan pria. Tetapi Kaum wanita yang menyalahgunakan arti emansipasi wanita dan kesetaraan gender pasti akan menuntut kesamaan hal yang secara kodrat yang sebenarnya tidak bisa dipertukarkan. Contoh dalam rumah tangga, wanita kodratnya menjadi ”pelayan” dalam rumah tangga, sedangkan pria sebagai kepala rumah tangga. Akibat persepsi yang salah ini dan ketika wanita juga bekerja sejajar atau bahkan lebih tinggi dari suaminya atau mungkin gaji wanita lebih banyak dari prianya, sehingga wanita merasa lebih dominan karena yang memegang kendali perekonomian keluarga sehingga kebanyakan wanita durhaka kepada suami, mereka tidak bisa menghargai apa yang diperintahkan suaminya kepada mereka. Dampak seperti ini yang banyak terjadi dalam masyarakat sehingga menimbulkan istilah baru “suami-suami takut istri”.
Penyebab yang paling banyak pada tingkat penceraian adalah gara-gara kesetaraan gender. Meninjau dampak negatif ini, kita harus menegaskan kembali apa sebenarnya kesetaraan gender itu, apa yang sebenarnya di maksud emansipasi manusia dan tentu perlunya kesadaraan kapan dimana dan bagaimana emansipasi wanita digunakan tanpa melupakan kodrat wanita. Agar tidak terjadi dampak seperti ini lagi dan mencegah timbulnya dampak-dampak yang lain.
semoga wanita generasi penerus tidak salah menempatkan emansipasi manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H