9. Abikoesno Tjokrosoejoso (Anggota Panitia Sembilan dari golongan Islam)
Kesembilan anggota tersebut diberi tanggung jawab untuk merumuskan dasar negara Indonesia, dengan mempertimbangkan pandangan umum dari seluruh anggota. Mereka menyusun sebuah dokumen yang menjelaskan maksud dan tujuan pembentukan Indonesia pasca merdeka, yang dikenal sebagai Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.Â
    Rapat panitia sembilan guna membahas rumusan dasar negara atau pembukaan hukum dasar (Undang-Undang Dasar) dilakukan di kediaman Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Proses Panitia Sembilan dalam merumuskan Piagam Jakarta berlangsung cukup lama. Dalam buku Islam dan Politik yang ditulis oleh Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, dijelaskan bahwa setelah disahkannya Piagam Jakarta sempat terjadi perdebatan antara kelompok Islam dan kelompok kebangsaan atau nasionalis.
    Kaum nasionalis menentang pengintegrasian agama ke dalam rumusan dasar negara Indonesia. Sebaliknya, kelompok Islam mengusulkan agar agama Islam dijadikan sebagai dasar filosofis negara Indonesia. Perdebatan ini menghasilkan dua aliran politik. Kelompok Islam menginginkan dasar negara Indonesia berdasarkan syariat Islam, dengan memasukkan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam bernegara. Sedangkan kelompok nasionalis lebih menekankan persatuan bangsa dalam rumusan dasar negara Indonesia. Di antaranya ada tokoh-tokoh yang terlibat yaitu:
1. Ir. Soekarno, berpendapat bahwa agama sebaiknya terpisah dari urusan negara.
2. Muhammad Natsir, yang ingin mendirikan negara nasional yang berlandaskan Islam.
3. Ki Bagus Hadikusuma, memberikan panduan tentang penerapan Islam dalam konteks kehidupan berbangsa yang beragam.
    Rumusan pada sila pertama menuai kritik dari berbagai kalangan, khususnya tokoh-tokoh perwakilan Indonesia timur. Moh Hatta mengusulkan agar  rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 disempurnakan. Perubahan pada sila pertama ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan bahwa Indonesia terdiri dari beragam suku dan agama, sehingga jika hanya mengedepankan satu agama, akan menimbulkan pro dan kontra. Selain itu, rumusan sebelumnya dinilai tidak mampu mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia secara keseluruh, dan modifikasi ini bertujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
    Hal ini menyebabkan perubahan pada tujuh kata dalam sila pertama yang awalnya berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" Piagam Jakarta dan Pancasila memiliki hubungan yang erat, dimana Piagam Jakarta menjadi salah satu elemen penting dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup lima sila yang menjadi dasar negara. Pancasila, sebagai pandangan hidup dan prinsip fundamental, berakar pada nilai-nilai yang terkandung dalam Piagam Jakarta, sehingga keduanya saling melengkapi untuk membentuk identitas dan landasan hukum negara.
     Melalui artikel ini, kita telah mempelajari tentang keterkaitan Pancasila dengan Piagam Jakarta, serta sejarah perumusan dasar negara Indonesia yang melalui berbagai tahapan sebelum Pancasila diakui sebagai ideologi landasan dasar negara Indonesia. Kita juga mengamati bahwa para tokoh pendiri bangsa lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan kelompok mereka sendiri. Akan tetapi, dengan seiring waktu dalam perkembangannya Piagam Jakarta tidak lagi diterapkan. Hal ini dikarenakan munculnya kontroversi sejarah yang masih relavan hingga saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H