Mohon tunggu...
Icha Aida Puspita Sari
Icha Aida Puspita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Universitas Airlangga Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

RUU Penyiaran: Membunuh Jurnalisme, Membungkam Suara Rakyat

25 Juni 2024   19:57 Diperbarui: 25 Juni 2024   19:57 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran telah menuai banyak kritikan dan penolakan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, kalangan pers, akademisi, dan aktivis media. RUU Penyiaran dianggap sebagai upaya pemerintah untuk membungkam suara rakyat dan memperkuat kontrol terhadap media. Salah satu kekhawatiran utama yang melatar belakangi berbagai elemen masyarakat menolak RUU Penyiaran adalah potensi dari RUU ini apabila disahkan maka akan melemahkan demokrasi dan kebebasan berekspresi dengan memberikan kontrol yang lebih besar kepada pemerintah atas siaran media.

Polemik yang terus bergulir berkaitan dengan banyaknya pasal-pasal kontroversial dan multitafsir. Salah satu poin krusial yang menuai kritik adalah adanya ancaman terhadap independensi lembaga penyiaran. Besar kemungkinan pemerintah akan mengintervensi secara berlebihan terhadap pengaturan atau kelayakan tayang konten media. 

Seperti yang tertulis pada Pasal 50B Ayat 2, yang mana menyatakan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Kemudian pada Pasal 42 Ayat 2, pasal ini menetapkan bahwa penyelesaian sengketa terkait kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, berdasarkan Undang-Undang Pers, penyelesaian sengketa jurnalistik seharusnya dilakukan oleh Dewan Pers. Inilah contoh beberapa pasal bermasalah yang membuat Dewan Pers menolak dengan tegas adanya RUU Penyiaran.

Masyarakat sipil Indonesia dengan berbagai elemen di dalamnya seperti organisasi non-pemerintah (NGO), akademisi, dan aktivis telah menunjukkan peran yang signifikan dalam menolak RUU Penyiaran yang kontroversial ini dengan menggelar serangkaian aksi protes dan kampanye untuk menyuarakan keprihatinan dan penolakan dengan tegas terhadap RUU Penyiaran. 

Mereka meyakini dengan banyaknya pasal bermasalah di RUU Penyiaran dapat memberikan kekuasaan regulasi yang berlebihan kepada pemerintah dan terhadap satu pihak yang mempunyai kepentingan, membatasi kebebasan pers, menggerus independensi media, membatasi ruang publik untuk berdiskusi secara terbuka, dan akan membahayakan demokrasi.

Tanggapan Pemerintah terkait penolakan RUU Penyiaran cukup beragam, mereka berdalih bahwa RUU Penyiaran diperlukan untuk mengatur industri penyiaran yang semakin kompleks, dan dengan adanya RUU Penyiaran dapat memperkuat regulasi industri penyiaran dan menjamin kebebasan pers. Namun beberapa pihak di DPR ada yang menyayangkan kurangnya keterlibatan publik dalam penyusunan RUU tersebut. 

Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) 2024 merupakan manifestasi dari kekhawatiran masyarakat terhadap potensi dibungkamnya kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. Aksi penolakan yang begitu masif dari berbagai elemen masyarakat sipil menjadi pengingat bagi pemerintah bahwa suara rakyat Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama. Kebijakan-kebijakan seperti ini sudah seharusnya dibuat dengan memperhatikan kepentingan publik, bukan hanya kepentingan pemerintah maupun beberapa pihak semata.

Referensi : 

Antikorupsi, 2024. "RUU Penyiaran Hambat Pemberantasan Korupsi dan Ancam Demokrasi, DPR dan Presiden Harus Hentikan Pembahasannya Segera!". [Daring]. Terdapat dalam

https://www.antikorupsi.org/id/ruu-penyiaran-hambat-pemberantasan-korupsi-dan-ancam-demokrasi-dpr-dan-presiden-harus-hentikan [diakses pada 4 Juni 2024].

Pikiran Rakyat, 2024. "Koalisi Masyarakat Sipil Kritik RUU Penyiaran : Ancam Kebebasan Pers dan Ruang Digital". [Daring]. Terdapat dalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun