Mohon tunggu...
Icha Nors
Icha Nors Mohon Tunggu... Guru - ibu rumah tangga, pendidik

Berhenti melihat jam/waktu dan mulai melihat dengan mata\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Malu dan Menyesal Setelah Menyaksikan MQK 2017

9 Desember 2017   22:20 Diperbarui: 9 Desember 2017   22:43 7985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus terang sempat ragu ketika ditawari oleh  mbak Dinda Pertiwi  mendaftar sebuah event Kompasiana Coverage untuk menyaksikan secara langsung kompetisi /Musabaqoh Qiro'atil Kutub Nasional VI di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang Jepara Jawa Tengah. Ini kan even bergengsi dan tempatnya di Jepara lagi. Ah, masak sih aku yang asli Kompasianer Jepara kalah semangat sama yang berasal dari daerah lain. Akhirnya aku mendaftar juga. Cuhuy aku bakal ketemu mbak Dinda Pertiwi, mas Masluh Jamil, mbak Tamita Wibisono dan yang lain.

Hari Sabtu siang jam sebelas selepas sekolah aku langsung menuju depan pasar Mayong tempat titik kumpul  kami menunggu bus rombongan dan bergabung bersama 19 Kompasianer lain.

Tepat jam 11.55 WIB kami langsung menuju lokasi MQK yang berjarak kurang lebih 7 Kilometer dari jalan utama. Selain megah dan luas, pesantren ini benar-benar mewah alias mepet sawah.

Rombongan disambut langsung oleh Kasubbag Publikasi dan Humas Ditjen Pendis Muhtadin di ruang Media center Pondok Pesantren Roudlatul Mubtadiin Balekambang. Selain memaparkan sekilas sejarah Ponpes ini, belau dengan penuh semangat juga menerangkan berbagai hal tentang penyelenggaraan MQK.

Dok. Dewi Retno Ningrum
Dok. Dewi Retno Ningrum
Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Belakambang didirikan oleh Hadlratus Syeh KH. Hasbullah tahun 1884. Merupakan pesantren tertua di wilayah Jepara. Penerus beliau adalah KH. Abdullah Hadziq yang meninggal pada tahun 1985. Untuk saat ini pesantren Balekambang diasuh oleh KH. Ma'mun Abdullah,putera KH. Abdullah Hadziq.

Di bawah asuhan KH. Ma'mun, Pesantren Balekambang mengalami perkembangan pesat dengan mulai mengadopsi sistem pendidikan modern. Pesantren Balekambang mulai membuka Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada tahun 2003, yaitu Jurusan Elektronika. Mulai tahun 2007 SMK Balekambang diperbesar dengan membuka dua jurusan lagi, yaitu Mekanik dan Tata Busana. 

Selain itu Pesantren Balekambang juga membuka Madrasah Tsanawiyah yang dilengkapi dengan fasilitas boarding dan pendidikan ketrampilan. Pada tahun 2010 membuka SMK jurusan Teknik komputer dan jaringan serta membuka Madrasah Aliyah.dan pada tahun 2013 SMK membuka jurusan Animasi dan Tata Boga.

Semua siswa/peserta didik di sini diwajibkan untuk nyantri alias mondok.

Terkait dengan penyelenggaraan kegiatan Musabaqoh Qiro'atil Kutub beliau mengatakan bahwa MQK merupakan Olimpiadenya para santri yang merupakan kegiatan 3 tahunan.  Bertujuan antara lain untuk meningkatkan kembali perhatian dan kecintaan para santri untuk terus mempelajari kitab-kitab kuning sebagai sumber utama kajian ilmu-ilmu agama Islam. 

Selain itu untuk mempertahankan budaya para ulama salaf dalam memutuskan hukum tertentu yang tidak semua orang mampu memahinya langsung dari sumbernya (Al Qur'an).

MQK juga menjadi salah satu instrumen penguatan dan pengembangan kapasitas kelembagaan pendidikan pesantren sesuai dengan semangat Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015 tentang Hari Santri. MQK juga menjadi washilah untuk memperkuat empat (4) pilar penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara di lingkungan Pondok pesantren.

"Untuk menjadi alim (seorang yang pandai/mempunyai ilmu agama yang mumpuni) perlu proses yang panjang (tidak instan), sulit dan perlu ketekunan. Kita patut berbangga ternyata masih banyak generasi muda anak bangsa yang mampu membaca dan memahami kandungan kitab gundul (tak berharokat) atau kitab kuning, Ini merupakan asset negara yang tak ternilai," lanjut beliau.

Ada beberapa jenis dan kategori lomba di Musabaqoh Qiroatil Kutub ini:

Pertama, lomba membaca, menerjemahkan, dan memahami kitab kuning. Total ada 25 bidang yang akan dimusabaqohkan dan terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu dasar, menengah, dan tinggi.

Untuk Marhalah Ula (tingkat dasar ada lima bidang lomba, yakni Fiqh, Nahwu (Gramatika Bahasa Arab), Akhlak, Tarikh (Sejarah), dan Tauhid. "Marhalah ula diikuti santri yang sudah berada di pesantren minimal satu tahun, dan berusia maksimal lima belas tahun kurang sehari,

Untuk Marhalah Wustha (tingkat menengah), ada sembilan bidang lomba, yakni Fiqh, Nahwu (Gramatika Bahasa Arab), Akhlak, Tarikh (Sejarah), Tafsir, Hadits, Ushul Fiqh, Balaghah, dan Tauhid.

Kedua, lomba debat konstitusi berbasis kitab kuning. Lomba ini menggunakan Bahasa Arab dan Inggris.

Ketiga, Eksibisi, yaitu pertunjukkan atraktif tentang nazham kitab populer di pondok pesantren yang diisi oleh tim (maksimal 5 orang) dari setiap kafilah. Nazham yang akan ditampilkan antara lain dari kitab Alfiyah ibn Malik (kitab berisi 1000 bait syair tentang ilmu gramatika Bahasa Arab).

Mengikuti jalannya musabaqoh secara langsung dari pos satu ke pos lain, dari marhalah satu ke marhalah lain merupakan pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan meskipun tentu saja melelahkan. Apalagi bersama-sama kompasianer lain yang selama ini belum pernah  bertemu secara langsung (kopi darat).

Luar biasa para santri ini mebaca, menerjemahkan dan menjawab pertanyaan para Hakim yang menguji seberapa jauh pemahamannya tentang bab dalam kitab yang dibaca. Tidak terasa karena saking terpesonanya sampai enggan beranjak ke tempat lain. Misalnya pada marhalah ulya bidang Nahwu membaca kitab Alfiyah Ibnu Malik seorang kafilah putri begitu lancarnya menjelaskan kandungan bab yang dibacanya. Kalau sudah begini orang tua mana  yang tidak berbangga hati?


Kitab kuning tidak sekedar menjadi manuskrip tekstual saja, namun menjadi mata rantai khazanah intelektual yang menggabungkan antara intelektual masa lampau dan masa  kini.

24175327-1889881564659897-792454438575931392-n-5a2bfabddd0fa84f5d22ea42.jpg
24175327-1889881564659897-792454438575931392-n-5a2bfabddd0fa84f5d22ea42.jpg
Indonesia ke depan sangat mungkin akan melahirkan ulama-ulama besar  yang pernah ada seperti Imam Nawawi Al Bantani yang sangat masyhur di seantero dunia.

Menyaksikan secara langsung Musabaqoh Qiro'atil Kutub 2017 membuahkan rasa malu dan penyesalan yang tak bertepi. Malu sampai setua ini masih buta huruf kitab kuning (baca kitab gundul meski tidak buta amat). Mnyesal mengapa dulu waktu di Madrasah tidak serius belajar, mengaji kitab kuning. Menyesal karena setiap ngaji sama ibu atau bapak selalu mengambil posisi paling belakang agar bisa leluasa mengantuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun