[caption id="attachment_414040" align="aligncenter" width="576" caption="Dokter Lampu Sedang Beraksi"][/caption]
Pernah mendengar gelar atau profesi dokter lampu, mantri lampu atau dewa lampu? Gelar ini didapat bukan dari Perguruan Tinggi tapi karena keberhasilannya memperbaiki rongsokan lampu hemat energi hingga mempunyai daya pijar kembali.
Saat ini setelah ada dokter lampu lampu-lampu hemat energi yang sudah mati tidak lagi tersingkir atau dilempar ke tempat sampah, tapi disimpan untuk diberobatkan ke klinik dokter lampu terdekat.
Lapak-lapak servis lampu ini umumnya selalu ramai pengunjung. Dalam hitungan beberapa jam saja, dokter lampu mampu meraup keuntungan ratusan ribu rupiah dalam sekali praktik. Sungguh ini sebuah peluang bisnis yang sangat menjanjikan.
[caption id="attachment_381092" align="aligncenter" width="392" caption="Sederhana lapaknya, selangit keuntungannya"]
Dengan peralatan yang sederhana seperti obeng minus, untuk mencongkel casing lampu, solder, timah/tenol, multitester/AVO meter dan kabel secukupnya bisnis ini bisa dibilang sangat menguntungkan. Atau dengan kata lain, modal mini hasil maxi karena mesin lampu didapat dari pusat-pusat rongsokan yang sangat murah harganya.
[caption id="attachment_381093" align="aligncenter" width="392" caption="Peralatan praktik dokter lampu"]
“Rata-rata keuntungan dari satu lampu yang terjual adalah lima ribu rupiah.” Kata Misbahul Anam yang menceritakan awal mula menjalani profesi ini karena sering kecewa setiap menemui lapak tukang service lampu langganannya tutup. Ia kemudian tertarik belajar memperbaiki lampu sendiri pada seseorang dan berhasil. Keberhasilan memperbaiki lampu ini mendorongnya untuk membuka lapak servis dan jual lampu seken di rumah sederhanya.
Dari pojok ruang tamu rumahnya di jalan Bugel Raya, Troso RT.04/ RW. 02 Jepara, nampak deretan lampu-lampu aneka bentuk yang sudah berhasil diperbaikinya di sela-sela kesibukannya sebagai Kepala Sekolah Dasar swasta terbesar di Jepara dan Pengelola Kantor Pos Troso Pecangaan Jepara. Praktik bedah lampu biasanya ia kerjakan sore hari setelah mandi sambil menunggu waktu sholat maghrib dan dilanjutkan setelah isya’. Waktu yang cukup singkat itu ternyata bisa menghasilkan puluhan lampu dengan keuntungan lima ribu rupiah perbuah.
Awalnya tidak banyak yang percaya bahwa ia mampu menghidupkan lampu yang sudah mati. Tapi kini kewalahan memenuhi permintaan masyarakat sekitar akan kebutuhan lampu TL ini.
“Saat lampu mati hanya ada dua kemungkinan, kalau tidak mesinnya yang rusak ya kacanya yang sudah tidak berfungsi. Ini ditandai dengan warna di pinggir bola lampunya.” Jelas pria ganteng berkumis ini. Sarjana Pendidikan jebolan sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Semarang yang juga Kompasianer ini tidak merasa malu menjalani profesi sebagai dokter lampu. Justru ia bangga karena menurutnya bisa membantu masyarakat terutama dari kalangan menengah ke bawah akan kebutuhan lampu dengan harga yang terjangkau. Selain itu karena terpanggil ikut menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan akibat sampah.
Lampu rekondisi hasil perbaikannya dijual dengan harga bervariasi mulai Rp. 13.000,- sampai RP. 60.000,- tergantung daya dan jenisnya. Yang sangat menarik, layaknya barang elektronik lain, lampu rekondisi ini juga bergaransi 1 bulan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H