Mohon tunggu...
wardah nisa
wardah nisa Mohon Tunggu... -

i'm unique, simple, and sometimes crazy :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mencari Malam

6 Desember 2010   14:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:58 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengagumi malam. Gelap. Pekat. Misterius. Tapi ia akan terasa ada, ketika kau berhasil menemukan cahaya.

Setiap hari aku berjalan sendiri menyusuri kegelapan malam, mencari secercah cahaya yang katanya bisa aku dapatkan bila aku berjalan sendirian. Cahaya yang menyilaukan, hingga begitu memekakan mata. Aku tau, itu hanyalah mitos yang diciptakan untuk menguji keberanian seorang perempuan, yang selalu dianggap tidak memiliki keberanian setegar laki-laki . Persetan dengan mitos, aku tetap berjalan menyusuri malam, bukan untuk menemukan cahaya itu, yaah..aku hanya ingin membuktikan, malam tak sepekat dan tak semenakutkan seperti yang orang lain kira. Cahaya itu hanyalah alasan, agar aku tetap bisa berjalan sendirian menyusuri kegelapan mala

Diawal perjalanan seringkali aku temui orang yang menawarkan dirinya untuk menemaniku menyusuri kegelapan malam, aku hanya menggeleng perlahan. Tidak..bukan karena aku merasa pemberani, bukan pula merasa tak memiliki ketakutan. Bukan kegelapan malam yang membuatku takut, tapi menemukan diri ini bergantung kepada oranglain, inilah yang masih aku takutkan. Lebih baik berjalan di kegelapan, sendirian, dan berjuang sendiri melawan ketakutan daripada menggantungkan diri kepada orang yang tidak tepat.

Setelah ku tepis semua tawaran itu, aku kembali berjalan dalam kegelapan, sendirian. Semakin jauh aku berjalan, semakin tidak ada tanda-tanda cahaya itu dapat kutemukan. Hingga aku tergugah ketika melihat seorang laki-laki yang sama-sama berjalan sendirian, menyusuri kegelapan. Aku memberanikan diri mendekati laki-laki itu, dan bertanya:

“Apa yang kau cari?”

“Mencari malam”, katanya tanpa menoleh sedikitpun ke arah aku, dan tetap mempertahankan wajah dingin nya.

Mencari malam? gumamku dalam hati, apa pula manusia ini. Timbul perdebatan kecil dalam hatiku, ah manusia yang aneh. Kutepiskan segala pikiran yang terlintas dalam pikiranku, kuyakinkan kembali apa yang seharusnya aku cari, untuk apa aku peduli dengan manusia aneh ini. Aku kembali berjalan, meninggalkan manusia itu, Laki-laki separuh baya yang memancarkan aura tersendiri. Menarik, misterius, dan menimbulkan beribu pertanyaan tentangnya. ah..tapi rasanya aku tidak dapat melupakan nya. Laki-laki aneh itu, semakin menggedor-gedor ruang penasaran dalam hatiku, untuk apa ia mencari malam dan membiarkan dirinya sendirian di kegelapan malam?

Aku kembali menoleh ke belakang, berharap menemukan sosok berwajah dingin itu. Sayangnya Laki-laki itu ada tepat di belakangku, sepertinya ia sudah tau jika aku berharap menemukan ia kembali.

“Apa?” tanya nya ketus

“ Tidak, aku hanya ingin tau mengapa kau mencari malam?”

“ Malam terlalu pekat dan gelap untuk ditemukan, aku ingin menemukan cahaya sehingga aku bisa menemukan malam, merasakan malam. Lalu apa yang kau lakukan sendirian? Bukannya pantang bagi seorang perempuan berjalan sendirian di kegelapan malam?”

Aku tersenyum menanggapi serangan pertanyaan dari laki-laki itu, ternyata dia pun memikirkan apa yang aku pikirkan. Bahkan sama-sama mencari apa yang ingin aku temukan.

“ Mencari cahaya, aku muak dengan gelap yang pekat. Aku bosan dengan tuduhan bahwa perempuan itu tidak memiliki keberanian setegar laki-laki.”

“ Memang begitu bukan?perempuan selalu tak berdaya ketika menghadapi ketakutan?”

Aku tersenyum dan menggelengkan kepala, Ah..aku bosan dengan perdebatan ini, aku akhiri saja perbincangan dengan laki-laki itu. Lebih baik kembali menyusuri jalan, meraba-raba dimana aku bisa temukan cahaya untuk mengusir pekatnya malam.

“Perempuan, tunggu. Bukankah kita sama-sama mencari cahaya?”

Laki-laki itu berteriak memanggilku kembali, aku menoleh, dan menemukan wajahnya tak seketus dan sedingin ketika aku menemukan nya di persimpangan jalan tadi.

“Aku malas berjalan dengan orang yang tidak tepat, aku muak dengan persepsimu”

Lelaki itu hanya tersenyum ketus, lalu menarik lenganku memaksa mengikuti langkah panjangnya untuk kembalimenyusuri jalan. Aku memberontak, namun lengan nya terlalu kuat mencengkeram lenganku, hingga akhirnya aku diam pasrah mengkuti nya berjalan. Entah apa yang ia pikirkan saat ini, rasanya ingin ku musnahkan saja lelaki ini.

Langkah lelaki itu tiba-tiba terhenti, dan mengajak ku duduk di sebuah halte yang terlihat tidak terawat, bahkan aku meragukan halte itu masih berfungsi dengan baik.

“ Aku tahu perempuan itu bisa kuat dan setegar laki-laki, tapi bukan begini cara membuktikannya”

“ Lalu apa? Harus pura-pura lemah dulu? Atau harus tunduk terhadap laki-laki? Itukah yang kau inginkan heh?”

“ Hanya perempuan yang tau bagaimana cara yang tepat, kami akan memberikan penghargaan yang mendalam, jika bisa saling menghargai. Bukan terlihat sok kuat, dan menyiksa diri sepertimu”

Hah..aku makin muak dengan lelaki ini, tapi yang dikatakannya memang tidak benar-benar salah.

“ Sudahlah, tau apa kau tentang perempuan!” sahutku ketus.

“Aku tau kau tidak benar-benar mencari cahaya, kau hanya mencari eksistensi dirimu. Perempuan saat ini memang sudah sadar akan eksistensi dirinya, butuh lebih dari sekedar pencarian untuk mencapai itu”.

Aku terdiam,

“ Ya kau benar.”

Malam ini entah kenapa kami tidak melanjutkan perjalanan, duduk menunggu pagi berdebat panjang mengenai perempuan dan eksistensinya. Begitupula hari-hari berikutnya, kami tidak benar-benar berjalan mencari cahaya, kami berjalan menyusuri labirin pikiran kami masing-masing, hingga tiba saatnya aku merasa jenuh dan berada di titik keputusasaan. Lama sekali kami berjalan bahkan sudah separuh dunia kami telusuri cahaya itu tetap tidak menunjukan tanda-tanda keberadaanya. Aku kembali bergulat dengan keputusaasaan yang menggerogoti ruang hatiku, hingga lelaki itu datang menguatkan kembali keyakinanku.

“Aku lelah mencari cahaya itu, apakah cahaya itu benar-benar ada?” tanyaku kemudian,

“Cahaya itu ada, dan aku sudah menemukan nya sejak lama. “

“Dimana?” geram sekali rasanya, dia teman seperjalananku tapi ternyata ia menyembunyikan rahasia yang paling penting dariku. Ah..makin merasa bodoh saja diri ini, ternyata selama ini aku berjalan denga musuh.

“ Cahaya itu ada di hatimu. Menerangi bahkan menyilaukan siapapun yang melihatnya. Aku merasakan itu.”

Aku terdiam, mengerutkan kening. Di hatiku? Mengapa selama ini aku tak menyadarinya.

Perempuan, selama ini kau menyimpan cahaya itu. Sayangnya kau belum menyadarinya, bahkan cenderung menutup diri dari cahaya itu. Bukalah hatimu, dan biarkan cahaya itu menyebar dan menerangi kehidupan mu. Aku ada untuk menjaga agar cahaya itu tetap bersinar terang”

Aku semakin terdiam terpaku, yah perkataan laki-laki itu benar, cahaya itu memang ada di dalam hatiku. Aku menggenggam tangan nya, lalu mengajak ia pulang. Cahaya itu sudah ku biarkan keluar dan menerangi kehidupanku. Mudah-mudahan laki-laki itu mampu memenuhi janjinya, untuk tetap menjaga cahaya itu tetap bersinar. Terimakasih malam, kau tercipta dalam gelap dan pekat, sehingga aku bisa menemukan cahayaku kembali.

Kami berjalan pulang, bukan untuk mencari malam, tapi untuk menjaga malam, agar ia tetap gelap.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun