Mohon tunggu...
wardah nisa
wardah nisa Mohon Tunggu... -

i'm unique, simple, and sometimes crazy :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Reformasi Gerakan Perempuan

8 September 2010   16:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:21 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memasuki perjuangan diluar konteks peperangan, lahirlah sosok R.A Kartini yang memperjuangkan pendidikan untuk perempuan, ditengah zaman dan budaya yang masih mengesampingkan urgensi pematangan intelektual untuk perempuan. Ada juga sosok Rohana Kudus yang menaikkan nama perempuan di kalangan jurnalis Indonesia, Rasuna Said yang menjadi perempuan pertama yang ditangkap kemudian dipenjara karena pidatonya yang mengecam tajam ketidakadilan pemerintah Belanda pada tahun 1932 di Semarang, kemudian ada juga Ny. Dahlan yang membangun kajian ta'lim untuk Ibu-Ibu walau masih terbatas di kawasan pondok-pondok.

Berbeda dengan perjuangan tahun 1800-an yang masih berjuang dengan senjata, pejuang-pejuang pada tahun 1900-an cenderung mengumpulkan kekuatan dengan berorganisasi, diantaranya lahirlah organisasi Putri Mardika, sebuah organisasi formal perempuan yang didirikan di Jakarta pada tahun 1912. Hingga puncaknya pada sebuah pertemuan akbar, berhasil diadakan Kongres Perempuan Indonesia tingkat nasional pertama pada tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta (yang kemudian disepakati menjadi hari ibu), dimana hampir 30 organisasi perempuan yang hadir pada saat itu. Kongres akbar yang menjadi fondasi pertama gerakan perempuan tersebut menghasilkan federasi organisasi yang bernama Persatoean Perempoean Indonesia (PPI) yang pada tahun berikutnya berubah nama menjadi PPII (Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia).

Dari untaian sejarah yang mengagumkan tersebut, ternyata banyak sosok-sosok pejuang perempuan di Indonesia yang dengan kefeminitasnya mampu menjadi pejuang-pejuang tangguh yang bergerak dengan kapasitasnya sebagai perempuan, tanpa harus keluar dari kodrat dan jatidirinya. Mereka memiliki model gerakan sendiri, yang mampu menciptakan sebuah perubahan besar dengan kedua tangannya.

Fakta dan Kondisi

Tidaklah sebuah gerakan itu dapat dikatakan sukses, apabila tidak meninggalkan regenerasi yang mampu melanjutkan tongkat estafeta perjuangan yang telah ditorehkan para pendahulunya. Ironisnya, gerakan perempuan pada saat ini, khususnya mahasiswi masih terbayang-bayang euphoria kesuksesan masa lalu. Sebuah data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan menunjukkan bahwa tingkat partisipasi mahasiswi di organisasi kemahasiswaan tidak lebih dari 20% dari jumlah seluruh aktifis organisasi yang ada. Dari prosentase tersebut kebanyakan mahasiswi hanya menduduki posisi kurang strategis seperti wakil bendahara, bidang kewanitaan, atau seksi konsumsi dan administrasi jika dalam kepanitiaan. Hanya sebagian kecil yang berada ditampuk kepemimpinan yang tertinggi dalam struktur organisasi.

Ada beberapa hal yang akhirnya perlu kita cermati, tatkala melihat kondisi yang timpang seperti itu :

1. Kurangnya SDM mahasiswi dalam Dunia politik kampus. Politik kampus, masih enggan disentuh oleh perempuan kalangan intelektual (mahasiswi), bahkan masih ada keraguan dari mahasiswi itu sendiri, untuk terjun langsung secara aktif.

2. Mahasiswi kurang mampu beradu argumen dengan para mahasiwa baik itu dalam kajian, diskusi, bahkan dalam hal pengambilan keputusan.

3. Mahasiswi cenderung menjadi objek daripada subjek gerakan mahasiswa

4. Mahasiswi lebih banyak yang termasuk dalam golongan mahasiswa kutu buku,hedonis namun minus ideologi. Kurang berminat apabila diajak untuk berpikir lebih mendalam mengenai suatu hal.

Dari keempat faktor tersebut, dapat terlihat sebuah potret buram gerakan mahasiswi yang semakin hari, semakin surut saja srikandi-srikandi yang memiliki kualitas diri yang baik. Inilah yang menjadi tugas besar, untuk kembali membangun gerakan yang ideal dan seimbang antara mahasiswa dengan mahasiswi, baik itu dalam segi kecakapan kognitif, kontribusi, ataupun wawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun