Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Drs. Syahiruddin Syah, M.Si saat dimintai pendapat mempertanyakan kemampuan manajerial Pemerintah Kota Palopo saat ini yang dinilainya lemah, baik dalam soal perencanaan maupun pelaksanaannya.
Lewat sambungan telepon, Eko -- sapaan akrabnya mengatakan, Pemkot Palopo tidak menggunakan analisis kebijakan sehingga banyak program Pemerintahan Judas Amir yang dinilainya tidak berhasil, karena tidak mendatangkan asaz manfaat bagi rakyat. Selain itu, tidak konsistennya visi misi Judas Amir dengan RPJMD dan Tata Ruang Kota menjadi catatan tersendiri bagi dia.
"Seharusnya Pemkot menggunakan analisis kebijakan, dengan menyinkronkan antara program yang akan dibuat dengan visi misi dia, RPJMD dan aturan Tata Ruang. Ada tidak itu sebelumnya?," tanya Dosen Unanda ini merasa heran.
Tidak saja soal program 1000 kandang ayam, masalah Perusda dengan produk unggulannya seperti  Zaro Snack dan Minyak Boka juga tak luput dari kritikan tajam sejumlah pengamat kebijakan di Kota Palopo.
Masih menurut Eko, kajian-kajian dan analisis sebelum kebijakan diluncurkan harus dibuat sebaik mungkin, sektor riil dengan usaha seperti Pabrik Kerupuk dan Minyak Goreng menurut dia, akan sulit bersaing dengan produk serupa yang sudah lebih dulu ada di pasaran. Apalagi untuk melawan pemain-pemain besar di sektor industri kerupuk dan minyak yang notabene konglomerat dengan modal berlimpah akan membuat produk lokal Palopo ini akan sulit untuk melakukan penetrasi pasar dan bersaing secara mutu dengan bisnis cemilan semisal Taro atau Minyak Goreng Bimoli yang sudah lama dikenal masyarakat  se-Indonesia.
Dosen Unanda yang kini menempuh studi program S3 di Universitas Negeri Makassar ini membeberkan 3 alasan mengapa Pemerintah Kota Palopo dinilai gagal yakni pertama, faktor kualitas SDM pejabat SKPD yang masih minim, dinilainya masih belum mampu menerjemahkan keinginan Wali Kota, kedua faktor koordinasi, dimana inovasi tidak dikolaborasikan dengan baik, harusnya dianalisis, dibicarakan dengan banyak orang, dianalisis perencanaannya, dan ketiga, wawasan pemimpin, faktor pemimpin visioner yang memang dibutuhkan sebagai pemimpin masa depan Kota Palopo.
"Kadang terjadi diskresi akibat salah menciptakan program, apa yang diinginkan pemimpin itulah yang harus jadi, tanpa harus dianalisis terlebih dulu, padahal harus dianalisis, ada feasibility study dan sebagainya, sehingga saya sebut ini pemerintahan otocratic, membuat program dengan menabrak aturan atau tidak prosedural, contohnya 1000 kandang ayam, Zaro, pembangunan jalan lingkar barat,dan sebagainya, ini kemungkinannya karena dua hal, memang karena pejabatnya yang kurang bagus, bisa jadi karena asal diangkat saja atau karena pemimpin yang manajerialnya memang lemah karena tidak paham aturan, maka inilah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance," kuncinya.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H