Sebagai pengacara, saya "amat sangat teramat luar biasa" kagum jika ada Oknum Pengacara mengaku Probono, tetapi malah dia bayarin klien ongkos pesawat dan akomodasi. Bahkan terakhir, "tambah hormat luar biasa" kalau si pengacara ini mampu saweran segepok duit merah ke klien probono ini. Yang disawer bukan 1 - 2 orang , belasan orang; Ada tante, ada ponakan, teteh, aa, adik, kakak, emak, bapak, dan kawan kawan, dan lain lain. Belum lagi dia yang bayar lapo (restoran) Batak lengkap live music yang biasanya jutaan rupiah.
Ini kejadian nyata, bukan hoax. Ada saja orang Batak di WAG yang nyinyir mengatakan berita video jogetan Keluarga J itu hoax. Itu tidak hoax, karena muncul di live streaming Tantenya Brig J bernama Rohani Simanjuntak, serta podcast Irma Hutabarat (aktivis yang rajin mendampingi Keluarga Brig J Hutabarat; bahkan sering sekali dijadikan content podcastnya).
Dari video viral tersebut, pertanyaan bagi saya adalah asal muasal segepok duit merah yang disawer si Pengacara? Segitu baik hatinya kah si oknum pengacara ini? Apalagi oknum pengacara ini yang lulusan UKI (bukan UI) kliennya juga orang-orang biasa, bukan konglomerat seperti Hotman Paris, Hotma Sitompoel, atau Otto Hasibuan, Ketua PERADI (yang berkantor di Grand Slipi) saat ini.
Semoga saya salah. Namun setelah saya riset oknum pengacara ini, minimal dua kali punya klien probono. Dan jelas, karena probono, maka cara pengacara mendapat uang, mungkin, dengan menjual kesedihan keluarga klien. Jadi bukan kliennya yang bayar, wong mereka orang miskin. Cara pengacara ini mendapat "bantuan" dari masyarakat yang bersimpati. Apalagi kasus Brigadir J yang segitu haru birunya, sehingga banyak yang bersimpati, dan wujudnya duit sumbangan. Yang saya catat, sudah jutaan rupiah diterima Bapaknya si J sejak kasus mencuat. Kelompok Marga Batak mengundangnya ke Jakarta, dijamu, dikasih hepeng. Apakah si pengacara kecipratan? Mestinya iya sebagai "sutradara" yang jualan kesedihan keluarga J ke mana-mana.
Keluarga J Tampil di Sidang dalam kapasitas Apa ?
Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah:
- keterangan saksi,
- keterangan ahli,
- surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian. Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.
Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian tindak pidana berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian tindak pidana.
Karena itu, kita sebagai bagian penegak hukum, apalagi Tim Jaksa Penuntut Umum, Tim Pembela Terdawa, dan Hakim Pengadilan mempertanyakan kapasitas belasan keluarga J yang tampil di sidang berkali-kali. Apakah mereka tampil sebagai Saksi Ahli atau Saksi yang ada tempat kejadian?
Kamaruddin Simanjuntak (pengacara), Samuel Hutabarat (ayah Yosua), Rosti Simanjuntak (ibu Yosua), Mahreza Rizky (adik Yosua, polisi yang bertugas di Polda Jambi), Yuni Artika Hutabarat (kakak Yosua), Devianita Hutabarat (adik Yosua), Rohani Simanjuntak (tante Yosua), Roslin Emika Simanjuntak (tante Yosua), Vera Mareta Simanjuntak (kekasih Yosua), dan Sangga Parulian (bibi brigadir Yosua sepupu Rosti ibu almarhum brigadir Yosua). Lalu dua orang lagi, Novitasari Nadea, dan Indrawanto Pasaribu.
Justru dua nama terakhir (yang tidak punya hubungan keluarga) masih masuk akal menjadi saksi. Mereka adalah petugas dari RSUD Sungai Bahar, Dinas Kesehatan Muaro Jambi yang memberikan formalin kepada jenazah J.
Jadi kalau belum layak disebut saksi, mengapa tepatnya 10 orang keluarga J dibiarkan tampil di Pengadilan. Bukankah Pengadilan adalah tempat menyampaikan Fakta yang dilihat atau didengar karena saksi berada di Tempat Kejadian. Pengadilan bukan tempat opini, ruang curhat yang tidak ada nilai Fakta Hukum. Mestinya Hakim menyadari hal itu dan bisa menolak yang bukan Saksi.
Tentu kita menonton bagaimana bolak balik Ibunda Joshua beropini, mempermalukan Terdakwa dan Pengacaranya. Gimaan Samuel Hutabarat mempermainkan Pengadilan dengan meminta FS dan PC buka Masker, bukankah sebelum masuk Ruang Sidang, Terdakwa dan Pengacara sudah diperiksa Petugas Pengadilan Negeri. Secara manusiawi, kita membiarkan karena mungkin masih berduka. Namun yang bikin kaget selesai tampil nangis nangis di sidang, malamnya mereka bisa bernyanyi, berjoget, makan minum di cafe. Jangan lupa, pastinya mereka tersenyum lebar karena dapat saweran dari si Oknum Pengacara J ini.
Ini video jogetan keluarga Brig J, bukan hoax karena asli ditampilkan di FB Tante Joshua, live streaming. Namun sekarang sudah dihapus. Untungnya Netizen +62 sempat mendown-load, dan silakan disimak videonya.
https://www.facebook.com/100030604604788/videos/1328274264599166/
Jaksa Tak Punya Alat Bukti Mumpuni; Jadi menggelar sinetron tangis keluarga Joshua ?
Kembali ke laptop. Pertanyaan saya, untuk apa Sidang Pengadilan menampilkan orangtua dan segerombolan keluarga Joshua? Mereka jelas tidak punya kapasitas Saksi yang ada di tempat kejadian. Sekalipun ada Vera yang mengaku-ngaku sebagai kekasih Brig J. Pertanyaannya, jika bukan menjadi saksi yang ada di TKP, apakah mereka punya kapasitas menjadi Saksi Ahli?
Kalau mau terus terang, kita termasuk saya, jadi menebak-nebak, apakah kehadiran keluarga itu malah berindikasi bahwa Tim Jaksa Penuntut Umum tidak punya alat bukti yang cukup, yang mumpuni, untuk menghukum terdakwa terutama PC dan FS.
Kalau saya baca gugatan Jaksa yang beredar luas di WAG Pengacara, banyak "bolongnya". Nantilah kalau punya waktu, saya kupas satu demi satu kelemahan gugatan Jaksa.
Dari begitu banyak terdakwa, terakhir kabar, ada JPU yang meminta ART Sambo dijadikan terdakwa. Jadi terbaca semakin jelas indikasi Jaksa tidak punya Alat bukti yang mumpuni untuk menjerat para terdakwa. Makanya JPU malah minta tambah terdakwa. Halo JPU tampilkan saja semua yang Anda punya yang patut dijadikan Alat Bukti atau Barang Bukti Sidang sesuai Pasal 31 KUHAP.
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan,
Kalau tidak mampu menyerahkan alat bukti, sangat besar peluang para terdakwa ini lolos. Sangat besar peluang PC dan FS lolos dari tuduhan pembunuhan, atau perencanaan pembunuhan. Hanya keyakinan Hakim yang bisa membuat putusan bersalah. (Jadi ingat kasus Jessica yang tidak ada Alat Bukti yang meyakinkan ia membunuh Myrna).
Namun, selama tidak ada Alat Bukti yang meyakinkan, sekalipun Hakim Pengadilan Negeri yakin, para terdakwa ini bisa banding ke Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
Justru malah Hakim di Pengadilan Negeri akan diperiksa Komisi Yudisial karena menjatuhkan putusan tanpa ada Alat Bukti atau Barang Bukti yang meyakinkan.
Sejauh ini yang bisa dituntut karena memenuhi alat bukti cuma Terdakwa Richard Eliezer. Eliezer didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Walaupun dari hati yang terdalam, saya bersimpati dengan Eliezer dan hanya bisa menyesali, mengapa Eliezer tidak menolak permintaan FS, padahal ajudan lain berani menolak?
Namun begitulah Bukti Hukum. Eliezer menembak Joshua, dan akibatnya Joshua meninggal. Jadi bisa dimengerti. Pengacaranya dan Eliezer menerima dakwaan JPU, dengan harapan Majelis Hakim iba dan kasihan, lalu memasukkan klausul, tidak mempersulit persidangan, belum pernah dihukum, menjadi pengurangan hukuman Eliezer. Namun Bukti Hukum, yang membunuh Joshua adalah Eliezer dengan cara menembak beberapa butir peluru; karena FS, PC dan terdakwa lain belum terbukti menembak ke Joshua.
Mengapa Selusin Keluarga J Ngotot Tampil di Sidang Pengadilan?
Terus terang saya masih bertanya. Apa manfaatnya Sidang Pengadilan Terhormat dengan Hakim Hakim yang berkualitas sampai membuang waktu mendengar Opini, yang tidak pernah bisa dijadikan Alat Bukti ???
Sebaliknya, apa keuntungan dari Keluarga Brigadir J dan Oknum Pengacara sampai berbondong bondong ngotot tampil di Persidangan?
Saya menebak (semoga salah) ngototnya keluarga J dan juga oknum Pengacara J tidak lepas dari urusan hepeng. Supaya makin tampil, banyak yang melihat, banyak merasa sedih, dan mengeluarkan duit untuk menyumbang uang. Apalagi solidaritas Orang Batak, hadeh langsung terjerat saja. Di WAG orang Batak yang saya ikuti, marah marah kalau ada orang yang berbeda pendapat soal itu. Bahkan banyak yang bagai kerbau dicocok hidup, mengeluarkan isi dompetnya untuk sumbangan ke (Oknum Pengacara) Keluarga J.
"Antiknya" Orang Batak, yang katanya mengutamakan Pendidikan. Diminta menyumbang dana bagi pelatihan dan pendidikan ratusan generasi muda Batak di kampung (yang miskin dan pengangguran) untuk dilatih menjadi programmer siap kerja, pelit sekali. Super Pelit dan sejuta alasan. Eh Giliran menyimak "kesedihan" Keluarga J, marga dan Organisasi Batak berlomba-lomba adu banyak keluar uang sumbangan. Mungkin Kemensos mesti cek berapa hepeng dana masyarakat yang sudah dihimpun youtuber dan Kristuber Kristen untuk "Kasus Brigadir J".
Toh bukan kali ini aja, oknum Pengacara ini bikin sensasi.
Dia sempat menyatakan, SBY menyembah dia. Dia juga menyenggol Ahok. Untung Ahok waras, dan mengatakan, meladeni si tukang sensasi ini, buang waktu. Saya juga masih mencatat, ucapan sesumbarnya bahwa dia yakin Joshua dibunuh di Magelang.
Saya mulai kritis terhadap rekan sejawat ini sejak dia menjadi Pengacara pembela M. Kace. Beberapa blunder dibuat oleh dia dan tim-nya yang dia lagi dia lagi ikutan jadi pengacara Kasus Brigadir J.
Mengingat kasus M Kace, banyak lawyer yang tidak habis pikir, cara dia dan tim. Kesimpulannya, kasihan banget M Kace yang menanggung "kehebatan" tim pengacaranya, sehingga ia divonis 10 tahun penjara (walau setelah banding, tinggal 6 tahun penjara); Bandingkan dengan vonis Yahya Waloni, yang didakwa mirip penistaan agama, tetapi begitu sidang selesai, Waloni melenggang bebas.
Tim Pengacara tersebut juga terbukti tidak sanggup memberikan pembelaan, saat M Kace dipaksa makan tinja oleh segerombolan penjahat yang sama-sama ditahan di "penjara" Bareskrim. Sangat mengagetkan, kejadian itu bisa terjadi di "penjara" terbaik dan paling aman di Indonesia.
Oya, walau out of the box dari artikel ini, jadi ingat Kasus M. Kace jadi ingat, kemana tuh Abdul Somad yang menjadi biang kerok tuduhan terhadap M Kace? M Kace divonis 10 tahun penjara, karena awalnya dia menanggapi ucapan Abdul Somad penghina SALIB. Somad, jelas-jelas penista Agama Kristen, Agama yang diakui dan dilindungi di Republik Indonesia. Mengapa dia belum juga diseret ke sidang pengadilan sampai saat ini ?
Pertanyaan ini ditujukan untuk Kepolisian dan Kejaksaan. Bukankah sudah ada berbagai pengaduan dari masyarakat?
Yah akhirnya saya berpikir inilah Humor ala Indonesia. Ga perlu ngotot, nanti malah Darah Tinggi. Hahaha.
Ditumpahi saja menjadi tulisan di Kompasiana, jadi tersalur semua kegeraman, dan kita pun bisa tertawa-tawa, betapa lucunya orang-orang Batak, dan betapa lucunya penegak hukum di Indonesia. Gitu dulu ah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H