Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menutup Sekolah Tanpa Persiapan? Gagapnya Pemprov DKI Jakarta

15 Maret 2020   12:51 Diperbarui: 16 Maret 2020   11:04 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, 

Saya menulis ini sebagai orangtua dari siswa Peserta Ujian Sekolah Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang sedianya berlangsung 16 -21 Maret 2020. Lalu tiba-tiba 13 Maret 2020 Ujian Sekolah Dibatalkan.

Pembatalan yang tiba-tiba, karena sampai H-2 para fasilitator Ujian masih sibuk berjibaku mempersiapkan sinkronisasi komputer untuk pelaksanaan Ujian tersebut. Surat Edaran Dinas Pendidikan menyebut penundaan Ujian adalah tanpa ada batas waktu. Itu artinya bisa minggu depan, bisa dua minggu lagi, bisa bulan depan, bisa tahun depan. 

Bagaimana Dinas Pendidikan bisa mengeluarkan Surat Edaran yang tidak jelas begitu? Padahal Ujian Nasional seluruh Indonesia sudah dijadwalkan 4-8 April 2020, yang dilanjutkan Tes UTBK dan SBM PTN untuk tes masuk perguruan tinggi. 

Kedua, 

Sejak mendengar keputusan Pemprov DKI Jakarta 13 Maret 2020, yakni lebih dulu (baca lebih prioritas) menutup tempat hiburan; 

Apakah alam sadar dan bawah sadar Gubernur,dan TGPPU bidang pendidikan --yang bergaji ratusan juta itu,  lebih mikirin penutupan tempat hiburan daripada tempat pendidikan. Padahal dua-duanya jelas merupakan tempat kerumunan banyak orang dan rentan ancaman virus corona. Mengapa mereka lebih mikirin tempat hiburan daripada tempat pendidikan ? 

Ketiga, 

Tiba-tiba Breaking News TV Pukul 13an 14 Maret. Tampilah Gubernur DKI Jakarta yang menyatakan menutup semua sekolah dan pendidikan nonformal, termasuk membatalkan skedul Ujian untuk level SMA dan Paket C dan Homeschooling, yang tinggal 2 hari pelaksanaan. 

Yang jadi concern saya adalah, apakah kebijakan tersebut sudah dilandasi persiapan matang atau cuma cari moment untuk tampil seolah-olah memikirkan rakyat Jakarta, padahal nyatanya malah bisa jadi "mencelakakan" jutaan siswa karena tidak didukung persiapan dari sekolah dan guru.

Berikut bunyi Surat Edaran dari Dinas Pendidikan untuk Pembelajaran di Rumah (Home Learning) yang baru saya peroleh pukul 22 malam kemaren.

dokpri
dokpri

Kebijakan Penutupan Sekolah Tanpa Persiapan?

Gubernur DKI Jakarta dan semua pegawai Dinas Pendidikan, ijinkan kami mempertanyakan kebijakan penutupan sekolah yang tiba-tiba dan tanpa persiapan matang. 

Argumentasi saya, jika memang benar Pemprov DKI sungguh-sungguh berfokus --menutup sekolah dan menunda Ujian Sekolah-- harusnya sudah dikondisikan sejak pasien pertama corona dirawat di Jakarta di RS Sulianti Saroso Jakarta, yakni 2 Maret 2020 lalu. Terhitung 13 hari berlalu, barulah mendadak Pemprov bikin kebijakan menutup sekolah.  

Sekalipun begitu, saya berpikir positif saja, semestinya selama 13 hari sejak merebak corona,  para stakeholder pendidikan sudah mengantisipasi dan mempersiapkan bahan bahan pelajaran yang disebut Home Learning.  Tidak perlu gagap  jika akhirnya memilih metode siswa harus belajar di rumah dengan pengawasan orangtua. Karena di luar negeri sejak Februari 2020, Kementerian Pendidikan sudah menjalankan metode Home-Learning (belajar dari rumah). 

Apakah instruksi Gubernur DKI untuk Home Schooling atau Home Learning sudah dipersiapkan dengan matang atau cuma lips-service.  Ada yang bisa info, berapa  banyak sekolah  atau lembaga nonformal yang sudah mempersiapkan guru membimbing dan menyampaikan dengan menarik semua materi online learning, home-learning untuk siswanya? 

Home-Learning ala Pemprov DKI yang "Asal Ada"

Memang disebutkan ada instruksi untuk menggunakan website buatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yakni www.rumahbelajar.id. 

Namun website yang (maaf) kurang representatif, karena cuma memindahkan buku cetak ke media online. Kebanyakan materi tersebut harus di-download  supaya lengkap diakses. Hal itu pastinya menghabiskan kuota internet. Kalau siswa tidak punya kuota bagaimana? Di bagian lain, bisa dikatakan, membuka website itu  sama saja dengan membaca buku cetak, dan bukan pembelajaran online yang bagus, yang menarik.

Pertanyaan selanjutnya, apakah Home Learning, Konsep Belajar dari Rumah lewat Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan, sudah dilengkapi RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) bedasarkan standar kurikulum.  Maksud saya, apakah sekolah dan para guru sudah dipersiapkan sebelumnya untuk membuat RPP bagi masing-masing siswa atau standar pembelajaran siswa per kelas ? 

Mengapa perlu ditanyakan, karena konsep home-learning dari Dinas Pendidikan ternyata belum ada standar baku online learning, yakni teknik penjelasan dari guru / mentor terutama dalam bentuk video maupun chat yang menarik.  Itulah yang membedakan  pembelajaran tradisional di kelas dengan pembelaran online. Perbedaan belajar menggunakan video dan cuma membaca buku;  Itulah alasan logis mengapa kita lebih tertarik menonton video ketimbang baca buku.  Semua konsep home-learning harus membuat setiap murid bisa tetap merasa dapat bimbingan pelajaran. 

Kesimpulannya, prasarana dan sarana Home-learning yang disiapkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, tidak benar-benar dipersiapkan. Tetapi sekadar "asal ada saja". Jangan-jangan Dinas Pendidikan belum pernah mengakses www.rumahbelajar.id. Dinas Pendidikan belum pernah melatih para guru terutama guru PAUD dan SD untuk memanfaatkan home learning sehingga bisa membimbing siswa tetap merasa belajar, walaupun tidak berada dalam satu kelas fisik (offline).

Siswa homeschooling Lebih Siap Belajar Mandiri 

Kalau sudah begini, saya merasa sangat nyaman dengan Homeschooling.  Itu pilihan sekolah atau tepatnya metode pembelajaran yang saya pilih untuk anak-anak saya sejak 10 tahun lalu. Dan ada sedikit (untuk bersopan santun daripada menyebut sama sekali tidak ada) dukungan dari Dinas Pendidikan untuk home-learning, online learning  sampai detik ini. 

Berdasar pengalaman kami,  Homeschooling Mercy Smart d/a Coding Smart sudah  melatih siswa mandiri belajar,  baik langsung (tatap muka dengan mentor) maupun  mandiri (memanfaatkan pilihan materi pelajaran yang bisa diperoleh di internet) dan melibatkan pengawasan orangtuanya.

Bahkan lima tahun lalu, oknum Dinas Pendidikan dan Suku Dinas Pendidikan DKI Jakarta malah melarang kami menerapkan pembelajaran paduan offline dengan online learning.  Mereka katakan, metode itu tidak sesuai aturan Dinas Pendidikan yang melulu tatap muka.  Ketika kami ungkapkan bahwa online learning sudah menjadi keniscayaan di masa kini dan masa depan, mereka malah ngotot bahwa hanya pembelajaran tatap muka yang mesti dilaksanakan. 

Hadeuh,  tentu saja  kami tidak mengikuti ocehan oknum-oknum yang dibayar gaji dari negara untuk memikirkan pendidikan, tetapi  tidak mengerti pendidikan masa kini dan masa depan.  

Saran untuk Gubernur dan Dinas Pendidikan

Gubernur DKI Jakarta yang kebetulan pernah menjadi Menteri Pendidikan, tolong benar-benar persiapkan sarana dan prasaran pendidikan untuk jutaan siswa PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, Nonformal Paket A, Paket B, dan Paket C. Dan saatnya semua Shareholder Pendidikan memberikan porsi lebih besar pada jalur Homeschooling, yang terbukti lebih siap mengantisipasi jaman ini dengan segala risikonya.

Pak Gubernur dan Ibu Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan jajarannya harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas. Harus mampu membuktikan sampai ke akar rumput bahwa Distance-Learning, Home-Learning, Belajar dari Rumah sudah benar-benar dipersiapkan. Agar tercapai tujuan bahwa semua siswa tetap belajar dari mana saja, dari rumah atau dari warnet, sepanjang 14 hari sekolah ditutup.  

Jangan biarkan masa penutupan 14 hari sekolah malah jadi bumerang, karena tidak berimpak positif bagi peningkatan pembelajaran jutaan siswa di Jakarta.  Jangan malah kesempatan untuk pulang kampung atau hura-hura sehingga tidak membuat anak kondusif belajar. 

Atau jangan sampai ribuan murid sekolah PAUD TK SD SMP SMA SMK Paket A B C malah keleleran di jalan, tawuran, nonton teve melulu, nonton youtube  film horor tanpa bimbingan orangtua, atau malah bikin strategi membunuh balita, seperti yang kejadian minggu lalu di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun