Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Andaikan Saya Mendikbud, Ini Prioritas dan Urgensi Pendidikan Indonesia (Bagian III)

12 Mei 2019   19:41 Diperbarui: 12 Mei 2019   20:01 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jadi sudah waktunya Pemerintah Indonesia memberi akses yang lebih mantap dan luas bagi pendidikan homeschooling.  Bukan seperti sekarang ini, Kemdikbud memaksa para homeschooler sejajar dengan Peserta Paket ABC, yang pada umumnya peserta usianya lebih dari 30 tahun.

Terlihat sekali betapa tidak kompetennya Kemdikbud sebagai penyelenggara pendidikan dalam memberikan fasilitas kepada orangtua dan kelompok yang memilih jalur homechooling. Alih-alih melayani masyarakat, mereka malah sibuk bersim-salabim mengatakan bahwa pendidikan kemasyarakata sudah berjalan baik. Buktinya peserta Ujian Nasional Paket A, B, C untuk masyarakat yang umurnya lewat usia sekolah (20 tahun ke atas) tetap banyak. Dan angka kelulusan Ujian Nasional Paket A, B, C tetap tinggi. 

Hahahah, buta atau memang terbiasa main sulap ya? Betapa banyaknya kekonyolan dan penipuan dalam ujian Paket A, B, dan C khususnya bagi peserta usia lanjut yang sekadar hadir di Ujian. Boro-boro belajar Fisika, Kimia, Biologi, atau Belajar Ekonomi, Geografi, Sejarah, atau belajar Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan  Pendidikan Kewarganegaraan yang menjadi materi Ujian Nasional Paket A,B,C.


Hak Akselerasi

Sebaliknya, bagi generasi muda usia sekolah yang dengan sadar memilih jalur nonformal, malah cenderung dipersulit. 

Pernah saya berdebat dengan supervisor di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Utara, bahwa kalau anak-anak pintar harusnya masuk sekolah formal, jangan nonformal alias homeschooling. Saya sampai bingung, kok bisa manusia begini jadi supervisor pendidikan?  

Anak-anak cerdas yang memilih jalur homeschooling adalah mereka yang berhitung tentang waktu. Jika ia masuk ke sekolah formal, dari pagi sampai sore, dijejali PR dan tugas-tugas yang tidak signifikan dengan pilihan masa depannya. Misalnya, siswa yang berkecimpung di dunia olah raga, dunia seni, bahkan di dunia programming computer jauh lebih efektif jika memiih jalur homeschooling. Dengan jalur homeschooling, ia punya banyak waktu untuk mengasah minat dan bakatnya, karena tidak kudu ada di sekolah dari pagi sampai sore.

Yang jadi perdebatan berikutnya soal homeschooling adalah hak akselerasi pendidikan. Yakni bisa menyelesaikan pendidikan setara SD, SLTP, dan SLTA kurang dari standar umum formal. Jadi teringat pertemuan dengan Mendikbud Pak Muhadjir yang menyatakan tingkat kedewasaaan dan kematangan anak-anak jangan dipaksa, karena itu Kemdikbud melarang akselerasi.

Pertanyaannya, kok untuk SMA biasa diberikan hak akselerasi. Bahkan ada sekolah "nggak jelas mutunya" di daerah Jl HR Rasuna Said Jakarta, malah menjual konsep akselerasi. Bahwa siswanya cukup menyelesaikan SMA dalam 2 tahun. Sementara anak-anak homeschooling dilarang keras. Ada apa ini Pak Menteri?


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun