Lebaran telah tiba, tetapi libur masih bisa dinikmati beberapa hari ke depan. Namun yang namanya penyakit terkadang tidak mau kompromi, mau hari libur atau hari kerja, ya harus tetap dibereskan.
Itu yang terjadi pada saya dan keluarga. Mungkin karena kecapekan kami sedang merenovasi rumah, begitu para tukang libur lebaran, saya dan keluarga tetap grasa grusu membereskan ini itu, dan hasilnya kena flu, hidung mampet, dan harus istirahat.
Memang rencana keluarga saya, liburan lebaran di rumah saja, selain fulus habis untuk biaya renovasi rumah, kita juga pengen berkumpul berhari-hari bersama, mengobrol ngalor ngidul sepanjang pagi sampai siang, tanpa gadget. Selepas makan siang, nonton video bareng, dan malamnya masing-masing browsing internet sepuasnya. Pokoknya libur telah tiba dan saatnya bersantai ria.
Namun setelah puas berleha-leha istirahat selama dua hari, kok kondisi badan tidak membaik. Maka saya terpaksa ke Puskesmas untuk sekadar minta obat flu sekaligus minta dokter ngecek tekanan darah. Biasanya kalau pengeluaran uang membengkak, tekanan darah otomatis tinggi. hahaha.
Tidak ada rujukan ke RS
Berdasarkan peraturan BPJS JKN, selama hari libur maka pasien faskes tingkat 1 tidak akan dapat rujukan ke rumah sakit, karena yang ada cuma dokter jaga di Puskesmas. Sementara yang bisa memberi rujukan ke dokter rumah sakit (maksudnya dokter spesialis) hanya dokter di hari kerja.
Nah kemaren sore, saat saya berobat, dokter UGD yang biasa, dokter wanita usia 40 tahunan, tidak bertugas. Yang bertugas itu dokter lelaki, dan kayaknya masih muda. Kenapa saya mempersoalkan urusan usia, karena terbukti jam terbang itu penting, baik kecepatan pemeriksaan dan resep obat.
Kemaren kebetulan pasien sebelum saya bermasalah robek kulit bagian kaki, dan untuk itu saya mesti nunggu sekitar 60 menit. Padahal yang saya tahu, maksimal pasien berikutnya menunggu 15 menit untuk dilayani.Â
Demikian juga urusan kualitas obat. Walaupun tahu sama tahu lah, resep obat Puskesmas itu gimana kualitasnya. Kalau dengan dokter senior, biasanya saya minta pertimbangan untuk resep obat yang lebih bagus dan bisa dibeli di luar. Namun untuk dokter muda, yang kayaknya masih jadi co-ass, ya saya pasrah saja, resep ambil di depan (maksudnya di apotik puskesmas).Â
Tak ada dokter gigi
Sambil menunggu resep, datang 2 ibu, yang satu gusinya bengkak dan giginya bermasalah. Kepada admin puskesmas, dan saya ikutan nguping karena dia bersuara keras. Dia cerita kebanyakan makan yang manis-manis, karena ia setuju dengan pemahaman "berbukalah dengan yang manis".Â
Namun sudah capek bercerita ke admin Puskesmas, Ibu yang tadinya berharap dapat berobat ke dokter gigi, harus kecewa. Dokter gigi libur panjang, cuti bersama. Senin 21 Juni 2018 baru dokter gigi tersedia di Puskesmas.Â
Saat ibu tadi ngotot ingin berobat dengan minimal mendapat obat pengurang rasa sakit, admin Puskesmas mengatakan, yang ada dokter umum. Masalahnya sakit gigi itu harus berobat ke dokter gigi.Â
Kalau ngotot berobat ke dokter umum, yang ada cuma dokter jaga. Ia tidak bisa memberi rujukan ke rumah sakit yang mungkin ada standby dokter gigi selama cuti lebaran. Jadi saran terakhir yang disampaikan admin pPskesmas, berobat ke doter gigi swasta yang masih buka di H-2 lebaran. Saran itu disambut senyum kecut sang ibu, yang sudah kebayang betapa mahalnya biaya berobat ke dokter gigi swasta. Sementara ia sudah rutin membayar biaya BPJS JKN setiap bulan.
Kepada Menteri Kesehatan, Direktur BPJS JKN, dan lain-lain, saya cuma ingin tahu, mengapa libur panjang begini tidak ada kebijakan untuk menyediakan dokter gigi?
Selama libur lebaran 10 hari ini pasti ada saja pasien JKN BPJS yang sakit gigi. Apalagi kalau melihat menu buka puasa yang mani- manis, kolak, bubur pacar cina, es jeruk, es pisang ijo, es buah, dingin manis dan menyegarkan tetapi sering menjadi "musuh gigi geligi".
Kalau masalah BPJS JKN dan pihak Puskesmas cuma menghitung berat di biaya operasional, katanya peralatan dokter gigi habiskan listrik dll, maka silakan dihitung dan dibuat kebijakan baru karena sakit gigi tidak bisa selamanya disuruh tunggu 10 hari kerja. Pikirkan penderitaan para pasien gigi yang tidak tertahankan, apalagi di masa puasa. Mosok harus batal puasa karena gigi tak kunjung reda sakitnya?Â
Mengapa BPJS JKN tidak menyediakan dokter gigi UGD di Faskes 1 (Puskesmas)
Mumpung sedang bicarakan dokter gigi, saya juga baru tahu kalau pasien BPJS JKN yang dibiayai pemerintah (alias gratisan) tidak boleh berobat ke klinik gigi swasta, walaupun klinik itu bekerja sama dengan BPJS JKN. Pasien gratisan bila sakit gigi cuma ada satu pilihan, Puskesmas yang menyediakan fasilitas dokter gigi.
Kebayangkan, betapa sengsaranya pasien gratisan BPJS JKN kalau sakit gigi
Karena membludaknya pasien sakit gigi, terpaksa pihak Puskesmas membatasi kuota. Kalau tidak kebagian kuota, ya antre lagi esok hari. Padahal ini sakit gigi loh, yang katanya lebih parah rasanya dari sakit hati hehehe.
Prosedur untuk menikmati pemeriksaan dan pelayanan gigi BPJS JKN di faskes tahap 1, ya di puskesmas ini luar biasa menyulitkan dan malah bisa membuat pasien tambah sakit.
- Ambil nomor dulu di satpam sebelum pukul 5 pagi (supaya dapat nomor antrean).Â
- Pukul 06.30 yang sudah punya nomor antrian satpam saja, boleh ambil nomor antrian dokter (karena struk nomor antrean pasien Puskesmas baru dinyalakan).
- Lalu dokter gigi mulai bekerja pukul 8 pagi (teori) prakteknya mulai pukul 9.Â
- Itu kalau kita dapat nomor 1 atau 2. Kalau dapat di atas nomor 20 tunggu setelah makan siang sekitar pukul 13. Pukul 14 beberapa kali kejadian yang saya lihat langsung, dokter gigi sudah kecapean. Pasien yang belum sempat diperiksa, diminta datang besok lagi.Â
- Minta rujukan agar diperiksa dokter gigi di rumah sakit, harus begini begitu. Maksudnya kasus sakit gigi diupayakan selesai di tahap Puskesmas.
Tambahan info, ternyata selama masa puasa minimal selama tiga tahun belakangan ini, jatah pasien dokter gigi di Puskesmas sangat dikurangi. Jika biasa 30 orang pasien, sekarang 20 orang. Padahal kenyataan di lapangan jumlah pasien gigi selama puasa tambah banyak.Â
Jadi kepada BPJS JKN coba dong dibuat kebijakan baru untuk menambah fasilitas pemeriksaan dokter gigi. Terlepas dari biaya yang dibayari BPJS JKN, nyatanya semua pasien sakit gigi ujung-ujungnya mesti bayar juga karena ada saja biaya yang tidak dicover BPJS katanya katanya.Â
Dan semua pasien tidak punya pilihan lain, ya mesti keluar uang untuk bayar pelayanan dokter gigi yang tidak dicover BPJS. Walaupun berat, tetapi dibanding mesti berobat ke dokter gigi swasta, ya apa boleh buat, kita bertahan untuk setia pada dokter gigi Puskesmas. Walaupun rasanya terkadang tidak manusiawi, karena harus antre dari pukul 5 pagi dan dapat giliran beberapa jam lagi untuk menahan rasa sakit gigi yang bikin sejuta sengsara.Â
Sampai ada lagunya, lebih baik sakit hati daripada sakit gigi .... Hm.
Selamat Idul Fitri 1439 H untuk para sohib Kompasianer yang merayakan. Kepada semua teman temanku Kompasianer, mohon maaf lahir bathin.
Selamat menikmati hidangan yang lezat. Tapi awas, jangan sampai sakit gigi, karena dokter giginya juga masih lebaran. Kalau ngotot harus ke dokter gigi, nanti yang sakit bukan cuma gigi, tetapi dompet juga sakit karena terpaksa berobat ke dokter gigi swasta. Hmmm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H