Hari ini, ada lagi tantangan baru buat Pemda DKI Jakarta, khususnya Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta.
Hari ini sudah terjadi mogok masal para supir angkot, mikrolet, kopaja, Metromini, dan supir taxi. Tiga lokasi demo yang dipilih : Balai Kota, Istana, dan Kantor Kemenkoinfo. Demo itu konon direstui oleh Organda, organisasi yang sepak terjangnya penuh dengan ketidakjelasan dan keruwetan.
Terlepas dari masalah yang mbulet dari Organda mulai dari pungli, surat yang tidak beres, ordendil kendaraan yang uzur, umur angkot, sampai sikap ugal-ugalan para supir, saya melihat ada unsur "Anti Ahok" yang mencoba bermain untuk memberi kesan negatif dari masalah transportasi umum warga Jakarta.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi Pemda DKI Jakarta Andri Yansyah meminta warga Jakarta pengguna angkutan umum tidak khawatir dengan rencana mogok massal para sopir. Dishub sudah menyiapkan bus sekolah untuk mengangkut para calon penumpang mulai dari terminal.
Lagipula, tambah Andri, lebih banyak sopir angkot yang tidak sudi ikut demo dan memilih tetap beroperasi. Nah, untuk memberi pengamanan kepada para supir angkot yang memilih tetap beroperasi, Dishub sudah berkoordinasi dengan Polri dan TNI termasuk mengerahkan Satpol PP untuk menjaga terminal-terminal. "Disiapkan 200 personel dari Polri, TNI juga Satpol PP. Karena banyak pengusaha-pengusaha Metromini, Kopaja dan angkuta kota yang menyatakan tidak ikut demo hari ini," sambungnya.
Protes Transportasi Online (Taxi Online)
Protes itu sebenarnya nggak terkait dengan panasnya Pilkada Gubernur DKI. Kabarnya para pendemo ini kesal dengan adanya taxi online yang disangka sudah memakan jatah penumpang mereka.
Hm, sebentar saya pikirkan dulu. Â Jika yang memprotes taxi online adalah tukang taxi (meteran resmi) itu masuk akal. Nah kalau yang demo tukang angkot, metromini, kopaja pada taxi online kok agak aneh ya. Apalagi kalau itungan duit, pemakai angkot beda level dengan penumpang Taxi Online.
Makanya saya heran, apa hubungan level penumpang angkot dengan Taxi Online. Apa iya kehadiran taxi online menurunkan jumlah penumpang angkot? Â Kalau mau protes sebenarnya lebih pas kalau jatah penumpang angkot itu direbut oleh ojek Onlie, sebutlah Go-Jek atau Grab-Bike atau Blue-Jek atau Pink-Jek dan sterusnya.
Lagipula agak aneh tuh, Organda dan provokator di belakangnya, menggiring supir angkot ke Balai Kota Pemda DKI. Karena terkait tuntutan para sopir soal penghapusan aplikasi transportasi online, Dinas Perhubungan Pemda DKI Jakarta Andri menegaskan pihaknya tetap menertibkan angkutan yang tidak berizin. "Namun untuk memblock aplikasi bukan kewenangna kami, itu ada di Kominfo."Â
Selain protes transportasi aplikasi online, para supir menuntut revisi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang batas usia kendaraan. Nah kalau batas usia kendaraan, sebenarnya tergantung kendaraannya toh. Ada mobil antik yang sudah puluhan tahun tetap terawat, sementara memang kenyataannya mayoritas angkot tidak dirawat sehingga menimbulkan masalah bagi penumpangnya dan bagi kendaraan lain.Â
Ahok dan 1.250.000 Keluarga Go-Jek
Di bagian lain, saya ingin mengisahkan Kisah Bahagia dari sejuta lebih keluarga Go-Jek.
Cuma sekelumit informasi yang saya langsung dengar dari para petinggi Go-Jek saat bertandang ke kantor Go-Jek untuk tempat magang siswa  Coding Smart School. Betapa mereka menghargai Gubernur Ahok yang sudah berani pasang badan memberi keleluasaan pada transportasi online Go-Jek.Â
Go-jek itu sebenarnya bukan bagian transportasi umum. Makanya sempet Menteri Perhubungan di tahun 2015 menghentikan Go-Jek, melarang operasional Go-Jek.
Tak pelak, ribuan para pengguna Go-Jek dan tukang Go-Jek marah marah dan menanyakan, lalu Menteri Perhubungan punya solusi apa untuk mengatasi kemandegan dan kemacetan?Â
Kasus ini sampai ke Presiden Jokowi yang akhirnya menyatakan Go-Jek bebas beroperasi selama masih diperlukan, terutama oleh warga kota seperti Jakarta.
Â
Awalnya Ahok yang pasang badan untuk Go-Jek dkk
Go-Jek awalnya hadir di Jakarta dan sekarang merambah ke berbagai kota besar Indonesia.  Karena itu, pada awalnya Gubernur Ahok yang berpikir visioner sehingga memasang badan. Ahok berpikir dari dua sudut yakni : memberi solusi bagi warga Jakarta yang mengeluhkan kemacetan. Kedua  mendukung lapangan kerja Go- Jek ride yang saat ini sudah menembus angka  300.000 orang ber-KTP dan ber-SIM  Jakarta.
Sampai sekarang komentar Ahok yang menyatakan, Go-Jek itu seperti Anak yang Tidak Diharapkan terus melekat di para petinggi Go-Jek, keluarga besar Go-Jek dan jutaan pengguna Go-Jek. (ulasan lengkapnya bisa baca di sini )
Dengan membiarkan Go-Jek menjadi alat transportasi yang bebas mengarungi jalanan macet Jakarta, Ahok sudah memberi harapan dan penghasilan bagi 300.000 tukang Go-Jek.
Jika satu Go-Jek memberi makan 4 mulut saja, artinya Ahok sudah membuktikan ada 1.200.000 warga Jakarta yang bisa hidup. Itu baru senyum dari keluarga penerima berkah sebagai tukang Go-Jek. Bagaimana dengan senyum dari warga Jakarta yang merasa mendapat solusi dengan menggunakan Go-Jek?
Teman-teman saya di Komunitas Finalis Putri Remaja Indonesia yang mayoritas bekerja di perusahaan, tenaga profesional (dokter, psikiater) atau punya bisnis sampingan (punya Homeschooling, punya bisnis konveksi dsb) , hampir semuanya sekarang menggunakan fasilitas Go-Jek. mulai dari mengantar dokumen, membeli makanan, mijet, sampai bersihkan rumah. Â
Apa Kabar Go-Jek?
Untuk melengkapi informasi, saya sempatkan mampir ke Social Media Week pada Februari 2016 kemarin, untuk mendengar presentasi dari Go-Jek.
Berbeda dengan perusahaan sosial media yang hadir, Â Presentasi G0-Jek yang hadir bukan Nadiem Makarim, Boss Go-Jek yang gesit itu. Yang tampil selain tukang Go-Jek yang anak muda dan seorang ibu berjilbab, juga ibu pemijat yang dikenal dengan Go-Massage dan seorang bapak cleaning service yang dikenal dengan Go-Cleaning.
Mereka menyatakan bersyukur dengan kehadiran program baru Go-Jek itu dan mendapat tambahan rejeki.
Konon saat ini sudah ada 1000 tukang Go-Massage dan 500 tukang Go-Cleaning. Jika 1.500 orang ini mendapat penghasilan sekitar Rp 3.000.000 sebulan sehingga mampu membiayai hidup keluarganya minimal 4 orang. artinya sudah 6.000 mulut warga Jakarta yang bisa tambah sejahtera. Belum lagi hitungan warga Jakarta yang mendapat rejeki dengan adanya  Go-Box, Go-Send, Go-Food.
Kalau dihitung ada 1000 pelaku pengendara Go-Box, Go-Send, Go-Food dengan 4 orang maka tambah lagi 4.000 mulut yang mendapat rejeki.Â
Di presentasi kemarin, saya mendengar para pengusaha makanan maupun pengusaha non-makanan mengaku omzetnya bertambah sampai 1.800 persen (!) hitung deh. berapa banyak rejeki mengalir ke mereka dan keluarganya.
Sementara kalau dihitung ada 1000 pengusaha makanan dan non-makanan yang juga dapat tambahan rejeki dengan kehadiran project Go-Food dan Go-Send maka hitungan sederhana 1.000 pengusaha x 10 karyawan = 10.000 pekerja yang tersenyum lebar dengan kehadiran layanan makanan. Jika 10.000 pekerja menghidupi 4 orang = 40.000 mulut yang mendapat berkat dari layanan ini.
Jadi secara fakta, urusan kehidupan rakyat "pinggiran" pelaku bisnis transportasi, juga dipikirkan dan didukung Gubernur Ahok.
Â
Ahok dan Senyum sejuta lebih keluarga Go-Jek
Kalau dari data Go-Jek saja sudah jelas 1.250.000 warga Jakarta yang tadinya penghasilan minim bahkan pengangguran, sekarang bisa hidup layak dengan bergabung ke Go-Jek. Dan Go-Jek bisa leluasa mencari rejeki karena ada Gubernur Ahok yang memberi jaminan keamanan.
Jadi kalau ada kelompok yang merasa terpinggirkan, dan ujung-ujungnya tidak milih Ahok, itu mah terserah. Saya bukan Teman Ahok apalagi Tim Pemenang Ahok - Heru. Â Saya cuma warga Jakarta yang merasakan betapa Gubernur Ahok harus didukung karena punya integritas yakni sesuai ucapan dengan perbuatan.Â
Jika sampai ada kelompok yang terpinggirkan dengan Program Ahok, kalau boleh jujur, mereka harus koreksi diri, Â membuka mata, buka telinga, buka hati. Jika mereka terpinggirkan, sementara paling sedikit ada 1.250.000 "tetangga" dekat yang merasa mendapat harapan baru dan hidup lebih sejahtera.
Pertanyaannya gimana agar warga bisa hidup layak di Jakarta, itu  tergantung cara berpikir dan lingkungannya. Rumusnya sama aja sejak jaman purbakala, cepat beradaptasi.
Kenapa merasa terpinggirkan? karena orang-orang pintar di sekelilingnya cuma bisa manas-manasin, tetapi tidak memberi solusi. Coba dong, kalau anda sempat berdialog dengan mereka yang merasa terpinggirkan, bagikan informasi penuh harapan.
Bahwa di luar sono, ada tuh 1.250.000 keluarga Go-Jek yang tadinya mungkin hidup melarat, lebih melarat dari pasangan tukang mikrolet dan buruh cuci. sekarang bisa menata hidup.
Mereka bersyukur karena ada solusi nyata yang membuat mereka dan keluarga lebih sejahtera. Â
Dan itu semua berawal dari pasang badannya Pak Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Â Jauh sebelum akhirnya Presiden Jokowi menyudahi perdebatan Go-Jek ini.
Dan 1.250.000 keluarga Go-Jek ini sadar bahwa kalau tahun 2017, jikalau bukan Pak Ahok yang jadi Gubernur, bisa jadi nasib mereka berubah 180 derajat lagi. Menurut beberapa tukang Go-Jek yang saya sempat ajak ngobrol, mereka ternyata ikut meyimak Pilkada DKI 2017. Â Sempat terucap dari mereka, Â kalau bakal calon gubernur DKI Jakarta yang lain, yang belakangan ini cuap-cuap dan tebar pesona ke pasar-pasar, rasanya tidak bisa dipercaya deh. Mereka cuma pinter teori, tapi apa berani memasang badan, demi membela rakyat kecil??? Â Kalau kita pilih yang sudah pasti aja, deh. Begitu ucap mereka sambil melempar senyum.Â
Ahok terbukti sudah memberi senyuman kepada sejuta lebih keluarga Go-Jek dan jutaan senyum para konsumen Go-Jek termasuk saya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H