Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekolah Harusnya Fun, Bukan Beban!

9 September 2015   16:42 Diperbarui: 9 September 2015   17:02 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orangtua Guru Terbaik bagi Anaknya

Orangtua harusnya sadar, kalau berani punya anak, berani menjadi orangtua berarti punya misi langsung mendidik anaknya. Mendidik  dari berbagai persoalan, dari soal pelajaran formal, sampai tindakan sehari-hari.  Orangtua yang bertanggungjawab mengajari anaknya  sopan santun, mengajari tata krama, mengajari kebaikan, mengajari berbagai ilmu sehingga mereka tumbuh dan menjadi pribadi yang lengkap dengan semua kebaikan, dan mampu mengembangkan talenta yang Tuhan titipkan bagi masing-masing anak.

Orangtua dititipi anak, artinya orangtua yang menjadi guru utama bagi semua anaknya. Coba pikirkan di jaman dulu (atau sekarang masih terjadi di suku terpencil), saat konsep sekolah belum dikenal siapa yang mengajar anak-anak itu?

Konsep Sekolah konon baru terbentuk sejak revolusi industri. Itupun dengan motivasi yang kurang adil bagi anak. Bahwa saat itu, para pemilik modal membutuhkan banyak tenaga untuk mengerjakan berbagai proyek industri. Saat itulah disadari bahwa para ibu (muda) bisa dipekerjakan sebagai buruh pabrik. Masalahnya bagaimana dengan anak anak yang masih kecil, siapa yang menjaga?

Di situlah cikal bakal sekolah. Bahwa agar para ibu tenang bekerja, maka para tuan pemilik industri menyediakan tempat berkumpul para anak-anak sehingga tidak menganggu ibunya bekerja. 

Kemudian mulai ada pembagian usia, yang bermetamorfosis menjadi kelas-kelas dan jadilah sekolah yang kita kenal sampai saat ini, yang mungkin sekali memiliki standard dan metode masih seperti dulu. Semua anak disamaratakan kemampuannya. Dan untuk menghemat biaya, metode yang digunakan adalah metode pengajaran satu arah, sehingga cukup satu guru menjelaskan dan anak-anak tinggal menyimak dan menghapal. Bahwa guru adalah center of the class.

Sejalan dengan kebutuhan anak dan kenyataan bahwa guru tidak perfect, maka metode pengajaran satu arah ini sudah mulai ditinggalkan, khususnya sekolah-sekolah yang punya sarana memadai (baca : sekolah mahal) dan memberi fasilitas siswanya untuk berdiskusi, untuk mencoba mengenal dan mempelajari materi dengan cara praktek dan berbagai kunjungan ke luar kelas.

Bahwa beberapa sekolah mulai menyadari bahwa guru di kelas tidak lagi menjadi center, tetapi siswa yang menjadi center, dan guru adalah fasilitator. Dan terbentuklah porsi baru, sekolah menjadi Tempat Penitipan Anak. Orangtua tinggal bayar kewajiban, dan sim salabim, anak-anaknya dijamin pintar, jujur, baik, dan bahagia. Hmmm, apa benar begitu kenyataanya?

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, Apa tuh?

Kegamangan dan ketidakhadiran orangtua terhadap anaknya di sekolah, sadar atau tidak mulai dirasakan perlu diperbaiki. Di bawah komando Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, baru baru ini dibuka satu direktorat baru yakni Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga.

Sasaran utama yang ingin dicapai dari sejumlah program Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Kemendikbud adalah untuk meningkatkan  akses dan mutu layanan pendidikan khususnya pendidikan keluarga bagi masyarakat Indonesia. Pendidikan keluarga tersebut tidak hanya mencakup orang tua kandung saja tetapi juga wali atau orang dewasa yang bertanggung jawab dalam mendidik anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun