Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS Bikin Kita Tambah Panjang Umur?

10 Agustus 2015   19:31 Diperbarui: 10 Agustus 2015   19:53 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

To the point, saya  bersyukur dengan kehadiran BPJS kesehatan. Terima kasih.

Setahun ini saya dan keluarga telah berkali-kali memanfaatkan BPJS kesehatan  di puskesmas untuk pemeriksaan ringan di  Balai Pengobatan Umum, batuk, pilek, cek tekanan darah, dan terutama sangat saya andalkan untuk pemeriksaan gigi. Semua juga tahu, di berbagai tempat, apalagi kota besar seperti Jakarta tanpa BPJS, biaya periksa gigi dan pengobatannya bikin gigi  (bukan cuma kulit saja) merinding.

Sekalipun tetangga sebelah kanan dan kiri rumah saya adalah dokter gigi praktek, dan memberikan harga miring jika kami berobat, tetapi kami memilih berobat ke puskesmas dengan BPJS. Bagaimana tidak, dokter gigi yang memeriksa di puskesmas kami semuanya dokter senior dan lumayan ramah. Walaupun untuk itu, pada pagi harinya  kami harus berjibaku memperebutkan 30 kursi periksa dokter gigi. Jadi itu tantangan para pemegang BPJS, ngantri dan bangun pagi (pukul 5 paling lambat) meski jam periksa mulai pukul 9 sampai selesai, bahkan kadang baru dapat giliran setelah para dokter selesai makan siang.

Demikian dengan obat. Ternyata jatah pasien BPJS cuma obat 3 hari. Kalau masih sakit kembali lagi, mengikuti prosedur seharian lagi, untuk mendapat obat untuk 3 hari berikutnya. Untuk pasien yang perlu perawatan gigi, ternyata jatah obat 3 hari biasanya tidak cukup, dan dokter meminta kita untuk membeli obat tambahan dari luar.

Rujukan BPJS kesehatan ke poliklinik dan RS

Sekarang saya ingin curhat tentang BPJS kesehatan di poliklinik. Entah mengapa, pelayanan bagi para pasien BPJS di poliklinik, sebutlah THT, Jiwa, Mata, dll masih jelek. Beberapa kali saya bertemu dengan pasien yang dirujuk oleh dokter umum di puskesmas untuk ke poliklinik yang ada di puskesmas juga maupun di rumah sakit swasta, semuanya mengeluh tidak puas.

Contohnya, seorang pasien dokter umum dirujuk untuk diperiksa di poliklinik jiwa, yang sama-sama ada di Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading. Ternyata dokter di poliklinik jiwa itu tidak ada pada hari itu, dan juga di hari-hari sebelumnya.  Ruang poliklinik sudah lama terbengkalai.  Ketika ditanyakan ke petugas puskesmas, mereka Cuma minta maaf karena dokter jiwa memang jarang hadir (atau sudah lama tidak pernah hadir).

Ketika minta rujukan ke rumah sakit swasta, ternyata pasien tadi, ditolak oleh dokter  BPU puskesmas. Selama masih ada poliklinik di puskesmas, pasien tidak dirujuk ke rumah sakit umum daerah atau ke rumah sakit swasta. Apa iya begitu? Tidak ada desk information di rumah sakit atau Puskesmas yang bisa menjelaskan.

Sedangkan saya punya pengalaman, dirujuk dari Puskesmas ke Rumah Sakit Swasta untuk dokter THT. Berhubung amandel sudah demikian bengkak, dan kalau tidur susah bernafas sampai ngorok, maka dokter puskesmas menyarankan agar segera dioperasi.

Begitu dapat surat rujukan dari Puskesmas, sekitar jam makan siang, langsung ke rumah sakit yang ada Dokter Spesialis THT. Sampai di sana rupanya ada lagi prosedur yang harus dijalankan pemegang BPJS.

Semua yang pakai BPJS harus daftar pagi pukul 5 untuk mendapat nomor antrian.  Dengan modal nomor antrian (yang katanya Cuma tersedia 30 kursi) menunggu loket pendaftaran rumah sakit dibuka pukul 8 pagi. Setelah itu baru mendapat nomor untuk periksa dokter. Dan dokternya baru praktek pukul 17. Bayangkan satu harian habis untuk mengurus prosedur BPJS.  “Kalau pasiennya tidak kuat, bisa mati di tempat sebelum diperiksa dokter.”

Dokter Spesialis (tetap) ogah layani pasien BPJS?

Itu mungkin yang terjadi pada paman saya. Beliau menggunakan BPJS yang kelas 1 dengan rutin bayar Rp 59.500 setiap bulan. Setelah 10 bulan membayar BPJS, Paman mendapat serangan jantung dan buru-buru dibawa ke rumah sakit umum daerah. Datang pukul 15. Sesampai di sana, ditempatkan di Ruang Gawat Darurat, dan sejam kemudian ditangani dokter jaga.  Tiga jam setelahnya baru dikirim ke kamar pasien, di kelas 4 atau kelas 3 di rumah sakit umum daerah itu. Diagnosa, sudah banyak cairan di jantung sehingga katanya jantungnya sudah terendam (maaf saya tidak langsung mendengar diagnose dokter, hanya dari orang yang mengantar paman ke rumah sakit). 

Kebetulan saat itu sudah malam sekitar pukul 20, dan sang pengantar meminta ijin perawat untuk pulang mengambil baju ganti dan agar esok harinya seharian bisa menjaga Paman. Malam sekitar pukul 24 keluarga ditelepon dari rumah sakit dan member tahu bahwa kondisi Paman gawat. Buru-buru datang keluarga termasuk istri dan anak-anak paman yang tinggal jauh dari rumah sakit dan juga baru pulang kerja.

Sampai di RS, ternyata ketahuan, paman dari pukul 15 sampai pukul 24 Paman belum ditangani oleh dokter ahli jantung. Paman hanya diperiksa oleh dokter jaga (dokter umum atau dokter co-ass) saja.

Walau tidak berniat menghina dokter umum atau dokter co-ass, tetapi pasien gawat dengan kondisi jantung terendam itu ternyata tidak ditangani oleh dokter spesialis jantung. Jika dirinci lagi, dokter umum yang sempat memeriksa paman, cuma memberikan obat generik yang ala kadarnya. Apalagi katanya (koreksi kalau salah)  karena ternyata ada batasan BPJS dalam pemberian obat. Bahwa dokter umum tidak bisa memberikan obat yang bagus dan mahal sebagaimana kapasitas dari para dokter spesialis. 

Apakah karena Paman pengguna BPJS sehingga pihak rumah sakit dan dokter jantung tidak mau menangani langsung? Begitulah kenyataannya, akhirnya keesokan paginya sekitar pukul 8, Paman meninggal, dan dokter jantung belum datang memeriksa.

Hal itu sangat menimbulkan kepiluan di keluarga. Jika memang pihak RS tidak berkenan memeriksa pasien BPJS silakan bicara terus terang, sehingga keluarga bisa patungan untuk membayar pengobatan di rumah sakit secara professional, tanpa harus mengandalkan BPJS.

Jadi selamat ulang tahun BPJS.

Pertanyaannya, Apakah dengan BPJS,  133 juta lebih penduduk Indonesia yang punya BPJS kesehatan menjadi tambah panjang umur? Atau terpaksa mengalami nasib sejenis paman saya?     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun