Statement unpublished ini terngiang-ngiang di pikiran saya, sejak mendengar pengakuan dari seorang jenderal (purn) yang terbukti punya kapasitas dan relativitas dengan para capres Indonesia 2014. Beliau mengenal secara pribadi maupun secara profesional dengan Aburizal Bakrie, Prabowo, Megawati, dan (mau nggak mau mesti menyebut) Joko Widodo.
Dan begitulah statement pak Jenderal tadi, ada capres yang benar benar merakyat dan waspadalah pada capres yang pura-pura merakyat. Bahkan pak Jenderal mengaku salut kabeh dengan pemimpin yang merakyat itu, karena ia sendiri sadar tidak mampu. "Saya masih suka pakai rolex. Masih nyaman dengan naik turun mobil bagus, dan menikmati kenikmatan duniawi. Demikian juga keluarga saya."
Ucapan Jenderal itu jelas memancing keingintahuan peserta seminar yang mayoritas para caleg. Ups saya bukan caleg, jadi tidak punya hasrat untuk membela partai apalagi ketua partai.
Siapa capres yang Pak Jenderal kagumi itu, dan siapa yang pura-pura merakyat?
Sebelum menjawab secara gamblang, Jenderal ini ternyata membawa segepok data baru nan akurat seputar Capres dan  posisi partai yang menjadi  pilihan rakyat per April 2014. Data sudah dianalisis dengan sample error yang minimal banget.
Kalau Pak Jokowi beneran jadi capres, maka sebagaimana survey yang sudah-sudah, pemilihan presiden Indonesia 2014 tidak seru seru banget, karena pemenangnya sudah ketahuan. Yang kecipratan untung adalah PDI Perjuangan.
Sebaliknya jika Jokowi, akhirnya tidak maju 2014, maka pertarungan capres lumayan seru, antara Aburizal Bakrie dan Prabowo. Sementara kans Megawati, pelan tapi pasti akan melorot dan dibawah perolehan Ketua Partai Golkar atau Gerindra tadi.
Apa yang membuat Jokowi maju atau tidak maju sebagai Capres?
Pertanyaan yang bikin kepo, apa yang membuat Jokowi tidak maju ke pemilihan capres? Rupanya tidak sesederhana, dapat restu atau tidaknya dari Megawati. Tidak juga urusan beberapa kalangan masyarakat yang akan mencap Jokowi, kutu loncat, belum kelar menjadi Walikota Solo sekarang Gubernur DKI Jakarta, eh sekarang mau jadi Presiden Indonesia. Tidak sesederhana itu ...
Pengamat politik Boni Hargens yang ceplas ceplos dan terkadang los,  menganalisis Jokowi efek. Boni sebutkan maju atau tidaknya Jokowi pasti penuh perhitungan. Di Indonesia ini ada  sekelompok pengusaha yang membentuk  kartel yang maha kuasa, yang sesungguhnya menguasai  perdagangan, industri, tambang dari hulu ke hilir.  Jadi sepanjang kepentingan dan kenyamanan bisnis kartel ini dijamin tidak terganggu, maka Jokowi akan selamat menjadi Presiden Indonesia 2014 - 2019.
Namun kelihatannya kartel ini masih main petak umpet dengan Jokowi, yang kemungkinan "sulit" mereka kendalikan. Mengapa sulit? Jika Jokowi benar-benar Presiden yang merakyat, yang memikirkan kepentingan rakyat, maka mau tidak mau Jokowi harus berhadapan dengan kepentingan kartel tadi. Jadi musuh rakyat Indonesia saat ini, (semoga saya salah) adalah segelintir manusia serakah yang membentuk kartel penguasa segala kepentingan ekonomi Indonesia, dari hulu ke hilir, dari hilir ke hulu,
Mereka bisa saja terlibat atau lebih tepatnya mengatur, mengapa Indonesia yang awal 2014 ini jelas jelas surplus beras, tapi kok bisa kebobolan dengan impor beras yang kualitasnya dilarang masuk Indonesia. Mereka juga yang mengatur mengapa Indonesia mesti beli BBM dari Singapura, yang jelas-jelas tidak punya hasil tambang. Mereka juga yang kong kali kong membuat harga barang di Indonesia naik dan naik terus tanpa ada proteksi dan campur tangan pemerintah untuk menjaga kesejahteraan rakyatnya.
Apakah Jokowi punya nyali dan punya back up yang kuat untuk menghadapi kartel itu?
Di mata rakyat, penampilan dan karakter Jokowi  memang merakyat. Lelaki kuru dan bermuka ndeso itu  lahir dan tumbuh sebagai warga Indonesia kelas biasa, walaupun bukan tergolong miskin. Jokowi hidup sepantasnya saja, SD SMP SMA dan kuliah di UGM. Istrinya juga tidak doyan barang mewah, baju  made in Solo sudah cukup.
Pura pura Merakyat
Berbeda dengan Jokowi, yang diakui hampir semua orang yang sudah lama mengenalnya, bahwa ia sangat sederhana, Â dan sangat genuine merakyatnya, maka ada Prabowo yang gencar membuang milyaran rupiah untuk iklan televisi demi tebar pesona, betapa merakyatnya dia.
Gaya hidup Prabowo yang made in luar negeri, sempat beristri Titie Soeharto yang dikenal doyan barang mewah dan rajin memborong barang di toko-toko mahal kelas dunia. Demikian juga anak semata wayangnya (yang sah), Didiet Prabowo yang sering wara wiri di pesta anak muda dan klub kelas jetset dalam dan luar negeri.
Prabowo yang memang garis tangannya hidup mewah dan tidak pernah jadi orang biasa itu, rasanya berat sekali bisa megerti penderitaan rakyat keci. Mungkin untuk bersalaman, mendengarkan keluhan rakyat jelata, merangkul preman, dan sejenisnya, Prabowo bisa lakukan (minimal kita lihat gaya Prabowo di iklan televisinya).
Namun bisa saja manusia berubah. Maka itu, saya tantang Prabowo, apa iya mampu mengerti penderitaan rakyat mayoritas? Saya tantang Prabowo,  cukup  dalam 30 hari selama 24 jam bisa membuktikan, apa iya gaya hidup Prabowo memang merakyat  dan mampu menjiwai kehidupan mayoritas rakyat Indonesia yang  makin sulit meraih kesejahteraannya.
Jadi maaf ya untuk teman-temanku fans berat Prabowo, kalau saya harus setuju dengan statement awal Pak Jenderal tadi, bahwa Prabowo itu masih tahap capres yang pura-pura merakyat.
Dalam arti sempit, Â Prabowo adalah bagian dari kartel penguasa Indonesia. Jadi wajar kalau ada pikiran, ngototnya Prabowo untuk jadi presiden 2014, adalah melanggengkan usaha dan kekayaannya terus dan terus. Malah ada yang bilang, Prabowo harus bisa memenangkan pertarungan presiden sekarang. Kalau tidak searang, maka tidak ada kesempatan berikutnya bagi lelaki yang konon masih jomblo itu.
Jadi jika Prabowo jadi presiden, maka kemungkinan besar,  konsepnya  untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia, cuma mimpi di tengah hari bolong, mimpi indah di tengah banjir lava hasil erupsi Gunung Sinabung dan Gunung Kelud yang menyengsarakan rakyat. Kelihatannya indah, tapi cuma mimpi, cuma pura-pura.
Nah, siapapun tidak suka dengan kepura-puraan. Mari kita pilih Capres yang genuine merakyat, sehingga hatinya, bathinnya, pikirannya, idenya, motivasinya, kegembiraannya, kebahagiaannya adalah membela rakyat (miskin) yang selama ini sudah terpinggirkan oleh kelompok kartel dan antek-anteknya.
Konon Indonesia Raya saat ini, 97% kekayaannya dimiliki oleh 3% kelompok kaya, ya para kartel tersebut. Sementara hasil kekayaan Ibu pertiwi yang 3% itu direbut oleh 97% rakyat miskin yang terseok-seok mencari hidupnya.
Jadi, mari pilih Capres yang beneran merakyat, bukan pura-pura merakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H