Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Zero Accident Pesawat Cuma Mimpi? (Mengintip Proses Seleksi di STPI Curug)

2 Januari 2015   22:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:57 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mumpung sedang hangat-hangatnya kita semua membicarakan kecelakaan pesawat, maka ada baiknya kita melihat bagaimana proses mencetak para pilot di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) dan sekolah-sekolah calon pilot lainnya. Bagaimanapun Pilot adalah  orang yang nantinya paling bertanggungjawab untuk keselamatan seluruh isi pesawatnya.

Sudah seharusnya, para calon pilot ini  memenuhi  SEMUA persyaratan yang ditetapkan baik standar internasional yang diterapkan secara lokal Indonesia.  Mengingat banyaknya peminat anak-anak muda Indonesia menjadi pilot. Bahkan sekarang ada tren, para Sarjana bahkan PascaSarjana yang banting haluan ikut lagi test pilot.

Jika di STPI Curug setiap pembukaan penerimaan pilot diserbu ribuan peminat,  demikian juga di sekolah pilot lainnya, harus dipilih yang terbaik, yang  terbukti 100% memang memenuhi persyaratan,dan jangan pernah mengejar kuotaKalau yang benar-benar lolos seleksi 120 orang jangan dipaksa menerima 150 orang, sehingga 30 kursi bisa menjadi jatah petinggi STPI atau panitia seleksi.

Idealnya para calon pilot ini memenuhi standar, bahkan kalau bisa punya kompetensi yang lebih tinggi dari standar.  Standar intelektual, kesehatan, standar fisik tinggi badan, dan kesempurnaan tubuh yang harus dipenuhi oleh setiap calon pilot.

Persoalannya, apakah calon (pilot)  yang lolos seleksi memenuhi SEMUA persyaratan.

Kita semua mendukung tekad Menteri Perhubungan untuk Zero Accident Pesawat.  Kelanjutan dari tekad itu adalah benar-benar mempersiapkan para pilot bahkan calon pilot, dan mengamati proses seleksi calon pilot, yang akan menjadi pilot pilot di penerbangan sipil komersil di tahun-tahun mendatang.

Proses seleksi pilot di STPI, yang berpusat di Curug Tangerang,  (saya khawatir) masih ada bau bau  KKN, Korupsi Kolusi Nepotisme dalam proses seleksi.

Yang paling mudah dilacak adalah seleksi berdasarkannepotisme. Bahwa dengan kekuasaan dari panitia atau birokrat di STPI Curug, maka yang lolos seleksi adalah keponakannya, anaknya, adiknya, saudaranya, atau mungkin saja, mereka yang berani membayar, padahal tidak mampu memenuhi standar seleksi.

Pak Menteri Perhubungan bisa memulai investigasi dari proses seleksi dari tahapan  tes yang ditetapkan. Mulai dari tes intelektual (IPA, Matematika, Bahasa Inggris), tes ketahanan fisik (push-up, sit up, lari, dll) test kesehatan (penyakit yang pernah dialami dan yang masih diderita), tes postur tubuh (tinggi badan, berat badan) dan test terbang.

Bongkar ulang Seleksi Calon Pilot dan Seleksi Pilot

Untuk mencapai mimpi Zero Accident Pesawat,  sudah saatnya, Menteri Perhubungan segera membongkar ulang proses seleksi calon penerbang di PLP Curug. Apapun alasannya, jika memang tidak memenuhi persyaratan, harus minggir.  Bahwa dengan standar yang sudah ditetapkan saja, masih banyak persoalan, apalagi jika calon pilot ini disinyalir kurang kapabel, alias tidak memenuhi persyaratan, meskipun misalnya standar tinggi badan yang kurang.

Jika STPI Curug membuat peraturan tinggi badan calon pilot perempuan 165 cm dan lelaki 170 cm, maka itu harus 100% dilaksanakan. Jika ada  Anak dari panitia seleksi penerimaan STPI Curug, tingginya 164 cm  ternyata bisa lolos seleksi.  Seharusnya,ia tidak layak diterima. Wong peraturannya minimal 165 cm.

Kasus kedua, penglihatan  para calon pilot harus sempurna. Maka mata  harus benar-benar sempurna,  tidak boleh minus atau plus. Sementara jikaponakan  Petinggi STPI Curugterbukti penglihatannya tidak sempurna (minus) dan  ternyata ia lolos seleksi,  maka perlu dipertanyakan,  Sekalipun ia sempat melasik mata di Singapura, itu juga perlu dipertanyakan. Karena peraturan memang demikian.

Yang paling mengerikan,  ada kemungkinan calon pilot yang terbuktipernah direhabilitasi karena pernah menggunakan narkoba, semestinya tidak boleh diterima. Meskipun ia  dinyatakan dokter sudah sembuh dan tidak menggunakan narkoba lagi. Tapi siapa yang bisa menjamin?

Tinggal Tunggu Waktu Menyerahkan Nyawa pada Pilot

Jika Pemerintah Indonesia serius ingin mewujudkan mimpi Zero Accident Pesawat, maka harus, harus, dan harus menerapkan proses seleksi calon pilot dengan ketat dan bertanggungjawab. Jika dari awal yang terpilih adalah para pilot hasil KKN, bukan mereka yang benar-benar layak dan lolos seleksi, mau dibawa kemana penerbangan (sipil) di Indonesia.

Bahwa jutaan calon penumpang pesawat di Indonesia,  mungkin tinggal  menghitung hari alias tunggu waktu, menyerahkan nyawa, pada para pilot "hasil KKN".Para pilot,  yang awalnya adalah calon pilot  yang belum punya kompetensi,  dan bisa lolos karena hasil  KKN di STPI Curug  (dan sekolah-sekolah pencetak calon pilot di seluruh Indonesia) ihhh ngeri.

http://stpicurug.ac.id/pengumuman-hasil-kesehatan-ii-sipencatar-tahun-akademik-2014-2015/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun