Mohon tunggu...
Dessy Natalia
Dessy Natalia Mohon Tunggu... Ibu pembelajar - Aktivis read aloud -

Ibu pembelajar - Aktivitas read aloud

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tolak Ngantuk dengan Tolak Angin

14 Agustus 2018   11:31 Diperbarui: 14 Agustus 2018   12:06 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidur siang adalah salah satu anugerah terindah dari Allah untuk hambaNya. Setidaknya, sebegitu berharganya nilai tidur siang di mata saya. Di masa kecil, Oma saya mewajibkan saya dan adik untuk tidur siang setiap pukul 14.00 sampai 16.00.

Dari sanalah saya terpaksa tidur siang, terbiasa hingga akhirnya menikmati. Betapa tidak, ketika tubuh sudah lelah setelah seharian beraktivitas dan makan siang, rasanya mata ini bagai ditimbun beban 1 ton. Ngantuk berat! Dan obat terbaiknya, ya.. tidur siang! Hehe..

Zaman gadis dulu, saya pun masih memasukkan agenda tidur siang di tengah jadwal keseharian. Saat masih kuliah, jika tak sempat tidur siang di kosan, saya seringkali menyempatkan tidur di kelas. Sepuluh menit pun cukup untuk membuat mata kembali 'on'. Kemudian, saat masih bekerja di sebuah kantor pusat bank swasta, saya pun seringkali menyempatkan tidur siang di Mushala.

Waktu istirahat yang totalnya satu jam saya bagi menjadi dua bagian: makan siang sambil mengobrol dengan teman kantor dan shalat dilanjut tidur siang. Walaupun hanya sebentar, namun tidur siang singkat bisa mengembalikan tenaga untuk melanjutkan pekerjaan sampai sore (bahkan lembur sampai malam).

(pixabay.com)
(pixabay.com)
Kini, saya menjalani hari-hari saya bukan sebagai mahasiswa yang belajar di dalam kelas atau pekerja di belakang layar komputer dan berkas menggunung. Pekerjaan saya saat ini sangat menyenangkan dan juga sangat berat. Bayangkan saja, bagaimana tak berat jika pekerjaan saya kini membatasi saya untuk... tidur siang!

Mau tahu pekerjaan apa yang kini saya lakoni?

Ibu rumah tangga.

Eits, siapa bilang jadi seorang ibu rumah tangga itu lebih banyak waktu kosong dan bisa beristirahat seenaknya? Kenyataannya, walaupun kini saya jauh lebih bahagia menjalani profesi ini, namun kenyataannya saya harus memikul tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan pegawai kantoran atau direktur sekalipun.

Bayangkan saja, mengasuh dan mendidik seorang anak yang langsung dititipkan oleh Sang Maha Pencipta! Besar sekali bukan tanggung jawab saya (dan ibu-ibu yang lain)?

Saat mata sudah berat dan ingin tidur siang, ibu tetap berusaha membuka mata -walau perih- demi si anak yang energinya seakan tak habis-habis. Memaksa si anak untuk tidur siang? Ah, rasanya saya terlalu malas untuk berdebat dengan si kecil yang hanya berakhir dengan tangisan.

Jika ada orang tua di rumah, saya bisa menitipkan anak sekitar setengah jam agar saya bisa mengisi energi dengan tidur siang. Jika tidak ada orang lain di rumah? Yaaa, mari siapkan korek api untuk menahan mata agar tetap terbuka. Hehe..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun