Mohon tunggu...
Nunung Anggraeni
Nunung Anggraeni Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang ibu rumah tangga biasa yang suka baca dan nulis

Ibu rumah tangga dengan tiga krucils yg suka membaca , menulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Belajar dari Kebangkrutan Bapak dan Investasi Emas untuk Pendidikan

2 Agustus 2019   11:19 Diperbarui: 2 Agustus 2019   11:26 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Aku dilahirkan dari nenek dan bapak yang berwiraswasta. Berdagang lebih tepatnya. Nenekku adalah pedagang kelontong yang sukses di desaku pada jamannya. Jaman dulu tahun 80 an belum ada minimarket masuk desa. 

Jadi pedagang kelontong di desa adalah satu-satunya pedagang kelontong tanpa saingan saat itu. Selain berjualan kelontong nenekku juga punya usaha es mambo yang dititipkan di sekolah-sekolah. 

Saat aku kecil nenek sudah mempunyai 3 buah kulkas untuk berjualan es. Nenek juga punya karyawan khusus untuk membungkus es dan seorang kurir yang bertugas menitipkan es dalam termos-termos ke sekolah - sekolah di desaku dan beberapa desa tetangga.

Bapakku mewarisi jiwa bisnis nenek. Memutuskan berjualan dan membuka toko cindera mata di sebuah tempat wisata adalah salah satu usaha bapakku saat masih muda. Usahanya terus berkembang sampai bapak menikah dan aku lahir. 

Saat aku kecil aku ingat ibuku selalu menabung uang di celengan 'bumbung'.  Celengan "bumbung" ini adalah celengan yang terbuat dari bambu setinggi satu meter kalau tidak salah. 

Setiap ada keuntungan lebih, uang keuntungan hari itu dimasukkan ke celengan"bumbung". Uang di celengan "bumbung" dibuka dan dibuat kulakan lagi oleh bapak. Begitu seterusnya sampai usaha bapak berkembang pesat.

Saat usaha bapak berkembang pesat uang di celengan "bumbung" dibiarkan dan sengaja ditabung dan tidak untuk kulakan. Sengaja ditabung karena bapak berencana membangun rumah di kampung. 

Ada beberapa" bumbung" celengan saat itu. Saat tiba waktu membangun rumah semua celengan dibuka dan kami mulai membangun rumah pertama kami. Bapak membangun rumah yang cukup besar di lahan warisan seluas 500 meter. Sayangnya bapak tidak melakukan pertimbangan yang matang saat membangun rumah. Saat itu rumah kami menjadi satu-satunya rumah termegah dan termewah di desaku dan sekitarnya. 

Tahun 1983 saat masih banyak rumah berdinding bambu di desa dan rumah tembok berlantai semen biasa, bapak sudah memakai marmer untuk lantai rumah kami. Sebuah hal yang luar biasa buat kami di desa pada waktu itu.

Singkat cerita rumah pun jadi dan menjadi rumah termegah saat itu. Tapi semua hanya tampak luarnya karena untuk membangun rumah itu bapakku bangkrut. Uang tabungan puluhan juta pada saat itu habis dan rumah belum selesai. 

Akibatnya bapak tidak bisa lagi kulakan karena semua hasil penjualan di tokonya digunakan untuk membangun rumah. Begitu seterusnya sampai-sampai semua barang di toko habis, bapak tidak bisa kulakan karena tidak ada lagi modal dan hanya berdiam diri di rumah. Aku masih kelas 3 SD saat bapakku bangkrut. 

Untuk makan sehari-hari kami mengandalkan nenek alias numpang makan di rumah nenek. Hampir setahun bapak bangkrut sampai akhirnya bapak bangkit lagi setelah mendapat pinjaman kalung emas dari nenek. Yup..kalung emas pinjaman nenek dijual dan bisa untuk modal awal. Kebetulan jumlah gramnya banyak.

Dari cerita bapak aku belajar banyak hal. Meskipun ibu rajin menabung dan bapak punya tabungan tapi semuanya akan habis dalam sekejap apabila kita tidak punya perhitungan yang cermat dalam membelajakannya. 

Bapak salah karena semua tabungannya habis tak bersisa untuk membangun rumah. Bapak lupa menyediakan dana cadangan, dana darurat atau bahkan tabungan untuk kami anak-anaknya sekolah kelak. Demi sebuah prestise rumah besar nan mewah. Dari bapak aku belajar bahwa hidup itu harus terencana. 

Kini aku sudah menjadi ibu dari tiga orang anak. Untuk urusan keuangan aku benar - benar terencana. Kebetulan aku hanya ibu rumah tangga dan tidak berpenghasilan. Jadi saat suami gajian harus cermat dan menempatkannya dalam beberapa pos. 

Itu adalah salah satu caraku untuk menjaga kestabilan keuangan dalam rumah tangga. Karena menurutku sebesar apapun penghasilan, jika tidak tepat mengelolanya akan habis begitu saja. Pun jika gajinya kecil tapi jika tepat pengelolaannya akan stabil. Kiat-kiat menjaga kestabilan keuangan rumah tangga menurutku :

1. Segera lunasi kartu kredit

Kami hanya mempunyai satu kartu kredit. Niatnya bukan untuk hutang tapi untuk mempermudah pembayaran. Jadi setiap gajian tiba tagihan di kartu kredit kami bayar lunas karena niatnya hanya untuk mempermudah pembayaran dan bukan untuk berhutang. 

2. Tempatkan pos-pos pengeluaran dalam amplop

Setelah gajian aku biasa menempatkan uang gaji dalam pos-pos pengeluaran dan diletakkan dalam amplop. Memang kesannya kuno. tapi cara ini efektif karena aku tidak akan mengambil dana di amplop lain jika aku kekurangan uang. Jadi  jumlah uang yang keluar lebih terpantau. Aku masukin amplop dana untuk belanja sebulan, gaji Mbak ART, uang zakat,infak sodaqoh, arisan sebulan, bayar sampah dan satpam.

3. Tidak konsumtif

 Kami memang tidak konsumtif. Tidak membeli baju atau barang tersier setiap bulan. Kami membeli baju, sepatu atau tas jika barang sebelumnya sudah rusak. Sepertinya terkesan pelit. Tapi sebenarnya tidak pelit. Hanya menjaga agar tidak membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan dan hanya menumpuk di lemari atau rak sepatu. 

4. Bayar tagihan listrik, SPP anak-anak dan  internet di awal bulan

Biasakan membayar semua tagihan di awal bulan. Jadi nanti langsung kelihatan sisa uang kita berapa. jangan biasakan menunda-nunda membayarnya karena sepertinya uang kita masih banyak padahal sudah habis. 

5. Sisihkan uang gaji untuk asuransi dan dana pendidikan anak-anak

Uang gaji ini jika kita tidak bisa mengaturnya akan habis begitu saja untuk kegiatan konsumtif. Sejak awal menikah dan punya anak aku memaksa menabung dengan cara membuat asuransi pendidikan dan tabungan pendidikan untuk anak-anak. Awalnya terasa berat karena sepertinya uang yang disisihkan sebenarnya bisa buat belanja atau shopping. Tapi lama-lama akhirnya terbiasa karena kita juga harus menabung untuk masa depan pendidikan anak-anak. 

6. Sisihkan menanbung untuk dana darurat

Meskipun tidak punya pos setiap bulan untuk dana darurat, tapi jika ada rejeki aku selalu sisihkan untuk dana darurat. Aku tidak ingin kejadian yang menimpa bapak terulang. Bangkrut begitu saja tanpa uang sama sekali dan bahkan untuk makan pun kami tidak bisa. Jadi aku punya pos dana darurat yang tidak bisa diambil-ambil dan hanya diambil jika terpaksa. 

7. Berinvestasi emas

Emas adalah salah satu aset yang nilainya stabil dan tidak tergerus inflasi. Meskipun hanya sebagai ibu rumah tangga namun kadang-kadang aku dapat fee dari ngeblog. Uang hasil ngeblog biasanya aku kumpulkan. Jika sudah terkumpul aku belikan LM baik yang 1 gram ataupun 5 gram. Sudah beberapa kali hal tersebut kulakukan. Dan ternyata hal itu menolong. Saat ada kejadian kami benar-benar kehabisan uang karena sesuatu hal dan butuh dana darurat  emas-emas LM tadi bisa menjadi penyelamat kami saat dijual. 

Emas Untuk Tabungan Pendidikan 

Jauh sebelum ada wacana investasi emas untuk pendidikan aku sudah belajar banyak . Jadi pamanku menikah dengan seseorang yang kini menjadi tanteku. Dari tante ini aku belajar banyak hal. Aku salut dengan orang tua tante yang jumlah anaknya 6 orang dengan jarak setahun-setahun dan keenam-enamnya kuliah semua. Tante orang luar Jawa dan dia dan kelima saudaranya berkuliah di Jawa semua, Sebuah prestasi tersendiri buat orang luar Jawa dan bisa menyekolahkan anaknya di Jawa pada jaman dulu. 

Kata tante rahasianya ada di sebuah toples. Ternyata orang tua tante sejak tante kecil tahun 70 an kalau punya uang selalu membeli perhiasan. Jika ada kelebihan rejeki selalu mereka belikan emas. Bisa berbentuk gelang, kalung, cincin dan sebagainya. Konon tabungan perhiasan mereka itu sampai satu toples dan dikumpulkan sejak tante dan saudara-saudaranya masih kecil. 

Tahun 80 an saat tante dan kakak serta adiknya mulai kuliah di Jogja, tabungan emas di toples itu lah menjadi penyelamat. Tiap ada yang masuk kuliah beberapa perhiasan di toples dijual. Setahun lagi ada yang kuliah dijual lagi begitu seterusnya karena jarak mereka setahun-setahun. Sebuah metode menabung sederhana tapi mampu membuat mimpi pendidikan tinggi tercapai.

Kata tante saat adek terakhirnya masuk kuliah orang tuanya mulai pensiun. Dan semua kebutuhan selama kuliahnya hanya mengandalkan emas dalam toples yang tersisa. Singkat cerita tante beserta kelima saudaranya berhasil lulus sarjana semua di Jogja. Sebuah prestasi pada jaman itu karena saat itu tidak semua orang bisa kuliah. Tante menyebutnya toples penggapai mimpi.

Dari orang tua tante aku juga belajar banyak hal. Tentang investasi emas. Yang tidak tergerus inflasi dan bisa digunakan kapan saja. Nilainya pun tetap tidak tergerus inflasi. Bahkan harganya semakin lama semakin naik. 

Jadi kalau ada rejeki aku juga ingin berinvestasi emas kembali.  Mungkin bisa dimulai dari emas satu gram karena semua emasku sudah terjual sebagai dana darurat setahun lalu. 

Kestabilan keuangan negara memang dimulai dari hal-hal kecil seperti kestabilan keuangan dalam rumah tangga. Mungkin kiat-kiat diatas dan belajar banyak hal dari masa lalu dari kebangkrutan bapak sampai tips biaya pendidikan dari tante dan orang tuanya bisa menjadi pelajaran bagiku dan kita semua untuk berinvestasi. Selamat menabung teman-teman. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun