" Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku, Meski kau tak cinta kepadaku,Beri sedikit waktu, Biar cinta datang kar'na telah terbiasa..."Penggalan lagu "Risalah Hati" dari Dewa 19 yang disenandungkan putriku, melayangkan memoriku akan kisah sobatku Sinta, yang semalam curhat tentang pertemuan dengan teman sekolahnya dulu.
 Dalam benakku terbayang Iwan, teman Sinta, yang menyanyikan lagu itu untuk Sinta. Iya, memang Iwan harus berjuang keras dulu sebelum hati Sinta luluh dan mau membuka hati untuk laki-laki lain.  Kisah memilukan baru hampir setengah tahun dialami Sinta.Â
Suami tercintanya, Adi, telah berpulang ke Sang Pencipta, karena tak tertolong dari penyakit pandemi yang hampir 2 tahun melenggang di bumi nusantara ini.
"Mba, kami ada di RS Pasar Minggu, Mohon doanya mba untuk mas Adi, dia ada di UGD," Sinta menelponku sambal terisak. Lemas dan agak panik saat kudengar berita darinya saat itu. Adi, teman SMA yang cukup dekat denganku. Dulu kami sering belajar bersama dengan beberapa teman lain, yang memang tak jauh-jauh lokasi rumahnya. Karena kesibukan kerja dan rumah tangga, kami lama sekali tak bertemu. Baru dekat lagi  tahun 2018 saat reuni-an di Kepri, Tanjung Pinang. Sinta, istrinya ,  cerita banyak hal yang terputus saat kami lama tak jumpa. Sejak saat itu, sering kupanggil Sinta dengan sebutan "adik ipar."
Adi seorang suami yang siaga, senantiasa mengantar Sinta untuk mengurusi keperluan rumah tangga dan anak laki-laki mereka yang berjumlah empat orang. Sering juga Sinta yang gantian menyetir mobil atau motor untuk keperluan itu.Â
Senang melihat kekompakan mereka yang selalu berdua kemana saja, ke sekolah anak, ke pasar, ke tempat kerja, ke pesta. Ada Adi bisa dipastikan ada Sinta. Walau anak-anak beranjak dewasa tak luntur panggilan "honey" dari Sinta untuk Adi dan "dek" panggilan Adi untuk istrinya.
"Gimana ceritanya Sin, kok kalian bisa ada di RS Pasar Minggu?" tanyaku sambal ikutan terisak. "Sebetulnya sudah satu minggu mas Adi demam, tapi dia nggak mau ke dokter. Katanya paling sebentar juga sembuh. Dia memang isolasi di kamar sendiri, tapi aku khan yang merawat dia, jadi aku ikut terpapar juga mba. Mas Adi sempat pingsan di rumah, jadi aku diantar tetangga cari-cari Rumah Sakit. Ternyata susah banget cari tempat di Rumah Sakit, bersyukur masih bisa diterima di RS Pasar Minggu walau pake setengah maksa juga ke dokter jaganya."
Kepalaku mulai penuh berisi sederetan tugas what to do untuk membantu proses pemulihan Adi. Pertama-tama membuat info di WAG tentang kondisi Adi dan minta banyak doa dan dukungan teman-teman.Â
Aku juga memesan madu khusus untuknya melalui ojol. Berusaha untuk memantau perkembangan kesehatan mereka yang di awal tiga hari pertama menunjukkan pertanda baik. Sinta sudah dipindahkan ke ruangan khusus perempuan, ada lima orang pasien dalam satu kamar. Adi baru dua hari kemudian bisa dipindahkan ke ruangan khusus pasien laki-laki.
Sinta hanya bisa memantau kondisi suaminya lewat HP. Dia tidak diperkenankan ke luar ruangan oleh para suster penjaga. Sinta akan minta bantuan suster di kamar rawat suaminya, bila suaminya memerlukan pertolongan suster. Â Adi saat itu masih harus menggunakan cateter dan terbaring terus di tempat tidur. Ia mengalami pneumonia juga, sehingga perlu perawatan lebih intensif.
Berbeda dengan Adi, Sinta yang lebih kuat staminanya, malah bisa membantu para suster yang kewalahan mengurusi pasien covid yang membludak saat itu.Â