Masih ingat viralnya video perselingkuhan seseorang yang mirip Direktur Taspen beberapa hari lalu? Nah, feeling saya hampir semua orang yang  sudah bekerja atau tinggal di  perkotaan pernah lihat momen perselingkuhan. Tapi tidak menjamin  bahwa yang tinggal atau bekerja  di daerah tidak pernah melihatnya, wong sudah hampir jadi topik di mana pun.  Bagaimana sikap kita  saat melihat momen perselingkuhan?
Seorang teman muslimah saya  berlari tergopoh-gopoh saat melihat seorang manajernya ngobrol dengan seorang karyawati sambil menggenggam tangan karyawatinya. Kami semua tahu bahwa mereka berdua sudah menikah dengan pasangannya masing-masing.  "Waduh saya lihat Pak Ari lagi megangin tangannya Nuri," katanya sambil terengah-engah. Tentu nama-nama mereka  bukan nama sebenarnya. Saya tidak shock mendengarnya, karena berita tentang perselingkuhan mereka sudah tersebar di kalangan karyawati, para karyawan tahu juga sebagian pastinya.
Karena merasa lebih senior dari si karyawati itu, saya sengaja berjalan menghampiri lokasi keberadaan mereka yang tidak begitu jauh dari desk saya, hanya tertutup partisi-partisi saja. Timbul akal ala detektif saya. Saya mencoba untuk meminjam sesuatu ke teman sekretaris yang letak mejanya bersebelahan dengan Nuri. "Sofi, punya pulpen yang enak buat tanda tangan nggak?," tanya saya. "Ada mba," kata Sofi sambil mencari-cari pulpen di mejanya dan menyerahkannya ke saya.
Saat melewati meja Nuri, saya melihat reaksi kaget di wajahnya dan terlihat usaha menjauh  dari Pak Ari, manajernya. Saya senyum ke arahnya sambil menyapa ala kadarnya.Â
Dalam hati muncul rasa heran juga, kok Nuri nggak nutupin kelakuannya ke Sofi dan Ani, teman  muslimah saya yang lari tergopoh-gopoh tadi, tapi saat melihat saya mereka berdua berusaha menjauh bahkan Pak Ari  cepat-cepat pergi dari meja Nuri. Mungkin mereka masih punya rasa  sungkan ke saya,  karena umur saya lebih banyak dari mereka, pikir saya.
Banyak kisah perselingkuhan yang saya dengar atau lihat sendiri semasa bekerja sebagai sekretaris CEO di beberapa kantor tempat saya bekerja dulu. Sampai sekarang,  saat sudah tidak aktif selama bertahun-tahun,  masih ada saja  kabar tentang  perselingkuhan  dari beberapa teman.
Seorang teman yang cukup akrab dengan para anggota Dewan di Indonesia ini  bercerita kalau perselingkuhan  kerap terjadi juga di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat itu...hm. Dia cerita pengalamannya juga saat beberapa kali  melakukan perjalanan bisnis dengan koleganya ke luar negeri.Â
Biasanya, dalam perjalanan bisnis itu lah kelihatan para suami yang suka selingkuh. Dari lima orang suami yang ada saat itu, hanya dia  yang tidak berselingkuh. Â
Teman saya itu memang serius dalam menjaga hubungan dengan Penciptanya dan pernah menulis buku tentang kajian agama. Saya tanya bagaimana sikap kolega bisnisnya yang tahu kalau dia tidak  selingkuh. "Pada malu juga sih... terus heran kok bisa gue punya sikap gitu." Menurutnya, walau belum dibuktikan secara statistik, laki-laki berkantor di Jakarta 80% pernah selingkuh, oh no...
Salah satu artikel Irawan Sapto Adhi di Kompas.com mengulas tentang sikap seseorang berselingkuh dari sisi psikologis. Pakar psikologi asal Amerika, Robert Weiss Ph.D, MSW, yang menjadi acuan artikel itu, menyatakan beberapa alasan suami berselingkuh, antara lain; pemahaman yang rendah soal komitmen, hasil dari rasa insecure, masalah kecanduan obat, minuman atau seks; trauma masa kecil, keegoisan, merasa tidak bahagia, kurangnya dukungan sosial, merasa istimewa, ekspektasi yang tidak realistis, marah dan balas dendam atau evolusi perubahan sikap saat kehidupannya berubah.
Terlepas dari semua alasan tersebut, Weiss mengungkapkan bahwa para suami selalu ada pilihan untuk menghindari perselingkuhan, yaitu bersikap jujur dan terbuka dengan pasangannya. Bila memang ada masalah dalam pernikahan, ada terapi untuk pasangan yang dapat dilakukan terpisah atau bersama-sama oleh suami-istri. Kalaupun hubungan  pernikahan sudah tidak bisa dipertahankan, dapat dipilih jalan berpisah.
Pernah berada di posisi sebagai saksi perselingkuhan? Ini pernah saya alami dan mungkin dialami banyak orang berprofesi sekretaris. Â Saat masih single, saya pernah dinas beberapa bulan di Jerman.Â
Seperti biasanya, saya selalu berusaha melibatkan istri Boss dalam melaksanakan tugas. Hal ini penting bagi saya, selain membantu tugas kelancaran reminding events, juga menjalin komunikasi yang baik ke pasangan Boss, sehingga hubungan saya dengan istri Boss biasanya sangat dekat.
Beberapa kali mengadakan perjalanan dinas ke kota lain di Jerman, Boss mengajak selingkuhan nya menemani, Â berwarganegara asing seperti istrinya.Â
Saat itu saya menerapkan sikap profesionalisme kerja saja, tidak mau mencampuri kehidupan pribadi Boss. Suatu hari istri Boss mengetahui kejadian perselingkuhan suaminya itu.Â
Saat itu Boss sedang tidak di kantor, yang berlokasi  di rumahnya juga, sehingga saya hanya berdua dengan istrinya. Saya menyesal sekali dan ikut menangis karena melihat istri Boss begitu kecewa dan menangis tersedu-sedu sepanjang hari.Â
Dia tidak marah ke saya, karena tahu bahwa saya bersikap profesional kerja saja, tetapi dia sedih karena sudah menganggap saya sebagai temannya. Peristiwa ini lah yang mengubah sikap saya sampai saat ini.
Peristiwa dengan istri Boss itu  membuat saya bersikap lebih tegas menanggapi masalah perselingkuhan. Saya menyampaikan ke Boss bahwa saya akan melaporkan perselingkuhan nya ke istrinya, bila saya mengetahuinya, karena saya sudah berjanji ke istrinya. Sejak saat itu, si  Boss selalu merahasiakannya ke saya. Â
Tanggung jawab moral dan kewajiban sebagai umat yang seharusnya saling bekerjasama dalam kebaikan, bukan bekerjasama dalam kesalahan ini lah yang memang seharusnya kita lakukan. Bila kita membiarkan  perselingkuhan terjadi  di sekitar kita, maka dampak negatif yang akan terjadi bisa menjadi boomerang ke diri kita. Rasa bersalah dengan tidak empati ke seseorang, beban moral  dan terganggunya hubungan baik dengan pasangan seseorang adalah beberapa dampak negatif yang saya rasakan.
Bila ditinjau dari sudut pandang sosial terhadap kehidupan bermasyarakat, dampak negatif perselingkuhan lebih mengenaskan lagi. Maraknya lokalisasi pelacuran, perdagangan seks wanita di bawah umur, aksi pornografi dan pelacuran on line adalah beberapa ekses dari sikap tidak peduli kita ke peristiwa perselingkuhan yang terjadi di sekitar kita.
Perselingkuhan memang kerap terjadi di sekitar kita, namun membiarkannya terjadi adalah tindakan yang dapat merugikan diri kita, keluarga dan  kenyamanan hubungan kita sebagai sesama mahluk sosial dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H