Dua minggu yang lalu saya menghadiri pertemuan wali murid di sekolah anak saya. Dalam pertemuan itu kita membahas tentang perlu atau tidaknya nasional test untuk pelajar.
Pertemuan itu hampir 3 jam berlangsung dan di situ terbuka untuk para wali murid menyampaikan opini mereka disamping ada juga seorang pembicara yang ahli dalam dunia pendidikan yang didatangkan oleh pihak sekolah.
Cukup menarik sekali topik pembicaraan tersebut. Jarang sekali saya merasa antusias dalam menghadiri rapat wali murid karena biasanya di pertemuan-pertemuan sebelumnya hanya membahas uang sekolah dan kurikulum.
Sampai di rumah pun saya sempat berdiskusi dengan suami saya tentang topik tersebut. Suami saya malah lebih luas lagi pendapatnya dan condong kurang setuju dengan nasional test. Saya dibesarkan dengan kebudayaan yang mengharuskan test bagi para murid sekolah di Indonesia diakhir tahun pelajaran. Sudah sewajarnya saya setuju dengan hal tersebut, disamping juga untuk mengukur dan menyetarakan setiap tingkatan belajar siswa agar semua sama. Dan juga peraturan tersebut sudah ada sejak saya lahir dan harus dipatuhi, karena pada saat itu kita belum mengenal demo, protes ataupun reformasi hahahaha.....
Saya sangat kagum dengan kebebasan berpendapat dan memilih di negara yang saya tinggali sekarang. Walaupun kurikulum sekolah mengharuskan test nasional diadakan tetapi hak masing-masing murid untuk memilihnya. Sebelum menghadiri pertemuan wali murid dua minggu yang lalu, saya sendiri sangat setuju dengan diadakannya national test setiap tahunnya untuk semua pelajar. Tetapi setelah tahu apa makna sebuah sekolah yang diuraikan dalam pertemuan tersebut saya menjadi lebih terbuka dan berpikiran beda.
Saya jadi teringat sewaktu duduk di bangku Sekolah Dasar. Kebetulan saya di SD Swasta dan lumayan banyak extra pelajaran diluar jam sekolah. Berbeda dengan teman saya bermain sewaktu kecil, dia bersekolah di SD Negeri yang kebetulan tidak ada extra pelajaran di sekolahnya. Sewaktu ujian nasional tiba, saya mendapatkan nilai jauh diatas dia dan dia bilang kepada saya bahwa saya lebih pintar dari dia.
Pada waktu itu terus terang saja saya bangga dibilang lebih pintar dari dia, maklumlah saya masih anak-anak.Tetapi saat ini kalau saya ingat kembali, apakah benar jawaban teman saya tersebut?
Jawabannya tidak benar.
Setiap individual mempunyai daya terima, daya tampung dan daya mengolah informasi yang berbeda. Jadi tidak boleh disamaratakan. Buat saya sekolah adalah belajar dan di dalam belajar tersebut membutuhkan proses. Proses setiap individual juga berbeda, ada yang memerlukan waktu singkat dan ada pula yang memerlukan waktu yang panjang.
Sebagai contohnya ada beberapa pelajar belajar di dalam satu ruangan, mereka diberi pelajaran yang sama begitupun juga waktunya. Tetapi kalau dilihat hasilnya belum tentu sama. Itulah yang saya namakan dengan perbedaan setiap individual, cara berpikir mereka berbeda jadi hasil pemikirannya pun juga akan berbeda walaupun di area dan fasilitas yang sama.
Apalagi sebagai contohnya saya sekolah di SD swasta yang jelas-jelas berbeda dengan teman saya yang di SD negeri. Saya mendapatkan banyak extra pelajaran dan teman saya hanya mendapatkannya di jam sekolah saja. Saya mendapatkan banyak latihan dan masukkan informasi lebih dari teman saya. Jadi menurut saya, apakah adil untuk teman saya di test dengan level yang sama dengan saya? Sementara saya sudah dibekali banyak informasi yang belum tentu teman saya tahu semua itu disekolahnya.