Mohon tunggu...
ibtida rahma
ibtida rahma Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir, besar dan belajar di kota kecil Kebumen dan Semarang tak membuat gadis kecil ini menjadi kecil dalam berbagi kasih sayang dan bermimpi, seperti tersirat dalam makna nama hadiah dari orang tuanya, Ibtidaurohmah, awal kasih sayang...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Menulis Menebar Inspirasi

29 April 2012   01:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:59 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya masih belajar di tingkat sekolah dasar, tepatnya tingkat 3 saya mulai menulis buku diary atau buku harian. Saya lupa bagaimana permulaan dan apa sebabnya, tapi saya sadar betul hal itu terjadi setelah secara tidak sengaja saya menemukan buku harian milik tante saya dan kemudian membacanya, tanpa sepengetahuan tante saya tentunya,  Ketika itu saya sudah lancar membaca dan memahami teks-teks panjang yang diajarkan di buku pelajaran Bahasa Indonesia, buku paket bersampul warna hijau yang salah satu teks bacaannya adalah cerita tentang berdirinya Taman Mini Indonesia Indah yang diprakarsai oleh Ibu Negara saat itu, Almarhumah Ibu Tien Soeharto. Sebuah teks yang menggambarkan betapa luar biasanya Taman Mini Indonesia Indah yang memiliki 32 anjungan propinsi dar Aceh sampai Timor-Timor (saat itu Timor-Timor, sekarang Timor Leste, masih dalam wilayah kesatuan NKRI) dan berhasil membuat saya terus bermimpi untuk dapat mengunjunginya. Saya sering tersenyum-senyum apabila teringat saat membaca buku harian itu. Dari buku itulah  saya tahu betapa tante saya berjuang keras guna memperoleh restu dari embah saya untuk menikah dengan om saya, dan betapa tante saya sangat iri karena embah lebih memperhatikan saya dengan membelikan lebih banyak kue dan mainan sepulang dari pasar dari pada kue dan mainan untuknya. Saya belum faham betul bagaimana rasanya saat itu, tapi yang jelas saya merasa kalau saya menulis di buku itu dan membacanya lagi dikemudian hari itu akan terasa menyenangkan.

Kemudian, saya pun mulai menulis buku harian. Baru setelah menginjak dewasa, saya tahu kalau apa yang tante saya lakukan itu ternyata telah membuat saya tertarik dan mau menirunya. Apabila kita memaknai kata menginspirasi sebagai menimbulkan inspirasi atau mengilhami (www.//ebsoft.web.id.KBBI offline ), maka kejadian tante saya menulis buku harian tersebut dapat dikatakan telah menginspirasi saya untuk melakukan hal yang sama. Jika dalam dunia sederhana seorang anak kecil saja apa yang dilakukan seorang tantenya menulis buku harian telah mampu menginspirasi dan menggerakkan dirinya untuk melakukan hal yang sama yaitu menulis buku harian, lantas bagaimana apabila hal itu dilakukan juga oleh para guru atau pendidik dan diketahui oleh murid-muridnya?

Guru menulis guru menginspirasi

Rabu tanggal 25 April lalu saya sangat bersyukur karena telah diajak oleh seorang kawan untuk mengikuti seminar dengan tema guru menulis yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga kependidikan di kawasa Jakarta dengan pembicara St. Kartono, seorang guru, dosen, penulis dan kolumnis dari Yogyakarta dan juga berhasil membeli dan membaca buku tulisan beliau yang berjudul Menjadi Guru untuk Muridku. Apa motivasi saya? Sebelumnya, dalam perjalanan kami (saya dan rekan saya) menuju lokasi seminar, rekan saya menunjukkan sebuah buku dan berkata: ‘Buku ini bagus. Membaca buku ini membuat saya menangis. Saat saya mulai lelah mengajar, saya baca ulang buku ini, dan kembalilah gairah saya untuk mengajar’. Padahal, rekan saya tersebut adalah sosok yang sangat tegar, dewasa dan bijak. Kalau beliau saja sampai menangis, bagaimana dengan saya? Maka saya pun ingin membuktikan hal tersebut.

Setelah membaca tulisan beliau, tergambarlah banyak sekali ternyata kekeliruan-kekeliruan pengajaran yang telah saya lakukan dan beberapa ide-ide perbaikan metode pembelajaran di kelas pun berseliweran di atas kepala saya. Pada bab pertama bagian enam, contohnya, beliau menuliskan judul ‘Guru Inspirasi’ dan menceritakan betapa empat sosok guru yang tertulis disitu, Guru Slamet, Guru Mulyadi, Guru Sukadi, dan Guru Sadewa telah menginspirasi seorang murid hingga mampu menginspirasi dan menyemangatinya untuk terus menerus bermimpi dan berkarya. Kiranya, kesimpulan dari tulisan tersebut adalah, begitulah sosok guru seharusnya. Mampu menginspirasi anak didiknya untuk melakukan hal-hal luar biasa. Lantas, apa hubungannya dengan menulis? Tulisan ini adalah contoh bahwa dengan menulis, seorang Bapak guru St. Kartono telah mampu menginspirasi orang lain, dalam hal ini saya, untuk turut serta menulis juga rekan saya untuk terus bersemangat dalam mengajar. Saya percaya, apabila ada banyak lagi guru-guru lain yang mau menulis, membagikan petuah kebaikan, maka mereka akan mampu menebarkan lebih banyak lagi inspirasi bagi orang lain, terlebih bagi anak didik mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun