Mohon tunggu...
Ibrohim Abdul Halim
Ibrohim Abdul Halim Mohon Tunggu... Konsultan - Mengamati Kebijakan Publik

personal blog: ibrohimhalim.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Deflasi di Tengah Resesi, Baik atau Buruk?

25 Agustus 2020   07:25 Diperbarui: 25 Agustus 2020   07:21 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi transaksi ekonomi (mediaindonesia.com)

Dari sisi konsumen, deflasi memang disebabkan rendahnya permintaan, tapi deflasi itu juga lah yang berpotensi kembali meningkatkan daya beli. Proses alamiah ini mencerminkan rasionalitas konsumen, di mana mereka menginginkan harga yang murah akan suatu barang/jasa.

Pada periode yang sama dengan deflasi (Juli 2020), Survei konsumen Bank Indonesia mencatat kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen dari 83,8 menjadi 86,2. Artinya, pada harga yang sedang turun, konsumen kembali percaya diri untuk belanja. Dan ini rasional.

Bagi perusahaan, melihat harga yang rendah dan permintaan yang sedang menggeliat bangkit, ini menjadi momentum untuk meningkatkan inovasi. Harga bahan baku yang sedang rendah juga bisa meningkatkan efisiensi biaya, sehingga tidak diperlukan efisiensi tenaga kerja.

Yang terlihat paling bisa menangkap peluang ini adalah perusahaan teknologi (Handphone, Laptop, dan gadget lainnya), di mana inovasi memungkinkan mereka untuk menjual barang dengan kualitas bersaing tapi dengan harga lebih murah. Saya kaget ketika melihat iklan ada produsen yang mampu menjual produk Smart TV 43 inchi dengan harga hanya Rp 3,3 juta.

Peningkatan konsumsi akibat turunnya harga mendorong perusahaan untuk kembali berekspansi. Survei kegiatan Dunia Usaha BI mencatat terjadi kenaikan kredit pada Juli menjadi 2,27%, dibanding Juni yang hanya 1,49%. Artinya, optimisme itu mulai muncul justru pada saat deflasi terjadi.

Tentu saja, mengaitkan semua optimisme ini dengan deflasi semata tidaklah tepat. Pasti ada dampak positif dari stimulus Pemerintah yang mulai banyak terealisasi pada kuartal III ini, serta pelonggaran PSBB yang mendorong orang kembali beraktivitas.

Namun, poinnya adalah deflasi mungkin bukan ide yang begitu buruk. Alih-alih misalnya menurunkan suku bunga untuk mendorong inflasi dan membiarkan efektivitas kebijakan moneter turun, pengambil kebijakan mungkin bisa sekedar wait and see menghadapi deflasi ini. Karena, dalam kondisi sulit, peningkatan konsumsi hanya bisa terjadi jika ada guyuran pendapatan (stimulus) atau penurunan harga.

Stimulus itu seperti obat, menyehatkan dalam dosis yang tepat. Adapun deflasi lebih seperti mekanisme alamiah muntah, tidak enak tapi diperlukan untuk mengeluarkan racun dan membuat kita kembali segar. Dalam perekonomian yang sedang masuk angin, keduanya mungkin diperlukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun