Perbedaan dalam motivasi ini menunjukkan kompleksitas perilaku Generasi Z dalam konteks sosial dan politik, serta pentingnya pemahaman yang mendalam tentang dinamika yang mereka hadapi.
GEN Z LEBIH SULIT SUKSES DIBANDING ORANG TUANYA
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa hampir sepuluh juta pengangguran di Indonesia berasal dari Generasi Z yang berusia 15 hingga 24 tahun. Banyak pihak menyalahkan Generasi Z karena dianggap terlalu selektif dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan passion mereka. Namun, sebagian besar individu dalam generasi ini belum memiliki pengalaman yang cukup untuk diterima di perusahaan yang diinginkan. Mereka cenderung menginginkan segala sesuatunya dapat diperoleh secara instan namun tetap maksimal. Konsep kerja cerdas memang memiliki validitas dibandingkan kerja keras; akan tetapi, kesuksesan sejatinya memerlukan pengorbanan yang lebih.
Tidak sedikit dari Generasi Z memilih untuk menganggur karena pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan passion mereka. Selain faktor tersebut, kegagalan mencapai kesuksesan juga dipengaruhi oleh beban psikologis yang mereka rasakan. Banyak yang menganggap kesuksesan sebagai tuntutan dari orang tua, padahal tidak semua orang tua mengharapkan anaknya untuk sukses dengan cepat. Fenomena ini sering kali disebut sebagai overthinking.
Psikolog Klinis Remaja, Tara de Thouars, memberikan pandangannya mengenai fenomena ini. Ia menilai bahwa beban yang ditanggung oleh Generasi Z semakin berat dibandingkan dengan generasi sebelumnya. “Lihatlah bagaimana beban mereka semakin tinggi, baik dari lingkungan dekat (inner circle) maupun media sosial, biaya hidup yang meningkat, serta kondisi lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. Prinsip mereka menjadi 'work smart instead of work hard,'” jelas Tara dalam keterangan tertulis yang diterima oleh Liputan6.com.
Pola pikir Generasi Z dapat dipahami dalam konteks situasi dan kondisi yang mereka hadapi. Kemajuan teknologi memungkinkan mereka untuk menyelesaikan tugas-tugas kompleks dengan cepat, sehingga mendorong keinginan untuk mencapai hasil maksimal secara instan. Namun, penting untuk dicatat bahwa pencapaian hasil maksimal tetap memerlukan proses yang panjang dan upaya yang konsisten.
GEN Z RENTAN KESEHATAN MENTAL DI ERA DIGITAL
Krisis kesehatan mental telah menjadi salah satu masalah global yang semakin meningkat, termasuk di kalangan Generasi Z. Generasi Z terdiri dari individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Mereka dihadapkan pada berbagai tekanan dan tantangan yang khas di era digital serta media sosial.
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh American Psychological Association (APA), Generasi Z memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Hanya 45% dari populasi Generasi Z yang melaporkan kondisi kesehatan mental yang baik atau sangat baik. Selain itu, generasi ini juga menunjukkan kerentanan yang lebih besar terhadap gangguan kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar, dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).