Ketidakmerataan, pernyataan ini seringkali kita dengar ketika membahas pendidikan di Indonesia. Mulai dari daerah pelosok yang kekurangan tenaga pengajar, hingga tingginya biaya sekolah seolah menjadi cerita klasik yang terus menerus didengungkan. Pertanyaannya apakah tidak ada solusi dari ketidakmerataan ini? lalu apakah benar program pemerintah di bidang pendidikan tidak berjalan dengan baik?
Jawabannya sederhana dalam mengentaskan masalah pendidikan, pemerintah tidak bisa bekerja dan berdiri sendiri diperlukan kolaborasi aktif bersama masyarakat daerah dalam hal ini organisasi kemasyarakatan yang berperan menjadi pelopor dalam memberikan inovasi -- inovasi terbaik bagi dunia pendidikan tanah air.
Teringat kembali perbincangan saya dengan seorang rekan dari LP Ma'arif PB NU Dr Suardi M.Pd menurut dia diperlukan pendukung jalan koordinasi terarah antara organisasi masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan dengan pemerintah. Sehingga, akan tercipta pendidikan merata di seluruh wilayah khususnya daerah terpencil. Selama ini, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan bergerak sendiri sedangkan kedinasan pendidikan di daerah tidak mengetahui, program apa yang telah dilakukan.
Suardi mengapresiasi Program Organisasi Penggerak dari kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang lahir di tahun 2021 ini, strategi tersebut dinilainya merupakan langkah efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan semangat gotong royong antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan.Â
Dalam program tersebut setiap ormas memiliki kebebasan menerapkan inovasi baru. Lembaga Pendidikan berlatar belakang islami yang berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka itu, juga mencoba berperan dengan mengemukakan konsep Literasi dan Numerasi di sekolah era Industri 4.0.
Garis besarnya, ide inovasi program pendidikan yang berangkat dari kerjasama antara LP Ma'arif PB NU dan Kedutaan Australia dua tahun lalu tersebut mengusung kreatifitas dari pengajar, tujuannya murid lebih memahami pelajaran dalam waktu singkat dan efektif melalui dukungan teknologi, sehingga pembelajaran tatap muka bisa dikurangi bila dipersentasekan bisa mencapai 80 persen.
Oleh sebab itu, Program Organisasi Penggerak (POP) ini menjadi momentum bagi LP Ma'arif PB NU membuktikan bahwa metode pendidikan yang diusung mereka bukan asal -- asalan. Program ini, juga sepadan dengan kondisi Pandemi Covid-19 yang tak berujung dimana, siswa dituntut mampu menyerap mata pelajaran lewat daring. Bisa dibayangkan, kurang lebih 2000 sekolah, utamanya tingkat SD dibawah naungan LP Ma'arif dipastikan menerima manfaat dari POP.
Sebuah Fakta menjadi renungan, selama ini LP Ma'arif menjalankan roda pendidikan dengan anggaran pribadi tanpa bantuan pemerintah, namun lembaga pendidikan ini masih bisa memberikan bekal pelatihan bagi guru dan kepala sekolah. Begitu juga honor yang diberikan bagi para guru yang mengajar di pelosok sangat minim. Selain itu murid yang bersekolah di bawah naungan LP Ma'arif, di wilayah tersebut tidak dibebankan biaya alias gratis sebagai gantinya mereka mengumpulkan beras yang diberikan kepada tenaga pengajar.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, Perjuangan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan ini patut diacungi jempol, dan seharusnya menjadi contoh bagi organisasi masyarakat lainnya. Berawal dari kesederhanaan berjuang demi kemajuan pendidikan. Lagi-lagi pernyataan LP Ma'arif yang berbincang dengan saya membuat semangat baru. Sehatunya menurut mereka Program Organisasi Penggerak menjadi harapan baru dalam mendukung ide-ide bidang pendidikan yang tersebar di setiap organisasi masyarakat.
Harapan kita semua sederhana, semua pilar penggerak pendidikan bisa bergotong royong dalam memajukan kualitas pendidikan kita. Semangat Optimis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H