Mohon tunggu...
Ibrahim Bram
Ibrahim Bram Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Rimbawan | Mahasiswa UMM

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lelucon Para Koruptor

17 Agustus 2018   16:14 Diperbarui: 17 Agustus 2018   16:19 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen Lelucon Para Koruptor ini merupakan cerpen Agus Noor dalam buku Lelucon Para Koruptor

Koruptor Otok divonis delapan tahun penjara. Ia merasa tertekan karena harus kehilangan kebebasanya. Namun, pengacaranya yang telah menangani puluhan kasus korupsi menenangkanya. Baginya, dipenjara hanya berpindah tempat tidur saja, Otok masih bisa menjalankan bisnisnya dan kegiatan lain di penjara.

Otok juga tidak perlu memikirkan anak dan istrinya. Karena sudah ada rekening khusus buat anak dan istrinya dari atasanya yang merasa diselamatkan oleh Otok. Sebab, ia tidak menyebutkan nama saat di persidangan.

Namun, ada satu hal yang tidak disampaikan oleh pengacaranya. Yaitu, ketika di penjara ia harus menyiapkan lelucon.

Benar, setelah dua minggu dipenjara, Otok gelisah karena harus menyiapkan lelucon. Lelucon itu ditampilkan setiap pertemuan rutin hari Rabu. Menurut Sarusi, 'kawan sekamar' karena tidak suka disebut 'kawan satu sel', pertemuan itu sangat langka. Di pertemuan itu bisa bertemu dengan tokoh dan pejabat, mulai dari hakim sampai menteri. Hal itu, kata Sarusi, harus dijadikan kesempatan membangun relasi.

Pertemuan rutin itu biasanya dilaksanakan di 'kamar yang berukuran paling luas', kadang di tempat terbuka, tapi kebanyakan diadakan di ruang serbaguna yang ada di tengah lapas. Disanalah tempat para koruptor berkumpul dan menikmati makanan dan minuman yang mewah. Tentu dengan pembayaran khusus.

Setiap yang hadir harus bergiliran menampilkan leluconnya. Lelucon itu adalah hiburan bagi para koruptor untuk melawan kebosananya, kata Sarusi. Baginya, di dalam penjara ibarat seperti pejuang zaman dahulu. 

Bedanya, dulu memperjuangkan kemerdekaan bangsa, sekarang memperjuangkan kemerdekaan diri sendiri. Pejuang dulu dipenjara oleh pemerintah penjajah dan sekarang dipenjara oleh pemerintahnya sendiri.

Di akhir pertemuan akan diumumkan siapa pemenang dan siapa yang kalah. Yang leluconnya paling lucu menjadi pemenang dan leluconnya yang garing akan menjadi yang kalah. 

Pemenang akan naik martabatnya, karena akan dilayani oleh yang kalah selama seminggu. Memijati, dicoreng mukanya yang tidak boleh dihapus selama seminggu, dan kadang membersihkan sel.

Otok pertama kali menghadiri pertemuan itu dianggap sebagai luluconnya yang paling tidak lucu. Padahal leluconnya lebih lucu dari Pak Hakil. Mantan Hakim Konstitusi itu hampir tidak bisa membuat lelucon yang lucu, tapi ia tidak pernah jadi yang kalah.

Semakin lama vonis hukumannya maka orang itu harus dihormati. Banyaknya jumlah yang dikorupsi juga menentukan tinggi rendahnya martabat di penjara. Pak Hakil divonis paling lama dipenjara dan paling banyak korupsinya, makanya ia dihormati.

Tidak ada yang menganggap lucu leluconnya Otok. Padahal tidak mudah menyiapkan satu lelucon selama seminggu. Dan selama satu tahun dipenjara, ia tidak pernah menjadi pemenang. Walaupun leluconnya lucu.

Pernah ia mencoba lelucon yang sama dengan lelucon Pak Hakil, ketika ia bercerita tidak ada yang ketawa. Namun saat Pak Hakil yang bercerita, semuanya tertawa. Ia menyampaikan penasaranya itu pada Sarusi, tapi Sarusi menghindar dan megalihkan ke hal lain.

Ia curiga ada yang disembunyikan dari dirinya. Akhirnya, dengan terdesak oleh Otok, Sarusi berterus terang. Bahwasanya dalam kasusnya, Otok menutupi banyak fakta sehingga dirinya dipenjara sendirian. 

Oleh mereka yang diselamatkan, Otok adalah pahlawan. Tapi bagi mereka yang di  penjara, Otok adalah pengecut yang tidak berani menyebut orang yang ikut korupsi dengannya.

Otok merasa dipenjara di dalam penjara. Karena ia harus datang ke pertemuan dengan leluconnya kalau tidak ingin diasingkan di penjara.

*Banyak lelucon dalam Cerpen Lelucon Para Koruptor yang tidak ditulis di tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun