Mohon tunggu...
Ibrahim Ayyasy
Ibrahim Ayyasy Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Usaha Mewujudkan Kota Ramah Difabel

14 Desember 2016   08:13 Diperbarui: 14 Desember 2016   09:03 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Difabel adalah kondisi seseorang dimana diberikan keterbatasan baik fisik, sensorik, mental, kognitif, emosional, bahkan dalam beberapa kasus terdapat kombinasi dari yang telah disebutkan.

Masih banyak orang yang memandang rendah para kaum difabel. Mereka mendiskriminasi kaum difabel, baik secara fisik maupun nonfisik. Kaum difabel tidak mendapatkan hak selayaknya para manusia biasa. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir sudah digalakkan aksi – aksi peduli kaum difabel, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat bahkan pemerintah masih belum bisa memberikan hak para kaum difabel.

Di  Indonesia sendiri masih belum bisa dikatakan  ramah terhadap kaum difabel seperti yang telah diterapkan di negara lainnya, contohnya Amerika. Amerika memberikan hak – hak para kaum difabel untuk dapat hidup dengan tenang dan terjamin, contohnya dalam aspek transportasi. Dengan adanya angkutan umum yang memberikan aksebilitas khusus untuk para kaum difabel, mereka secara otomatis, baik pemerintah maupun masyarakat, menghargai keberadaan orang – orang tersebut.

Lalu apa itu kota ramah difabel?

Kota ramah difabel adalah konsep kota dimana dalam kota itu masyarakat difabel hidupnya terjamin, hak – hak mereka terpenuhi, tidak merasa terdiskriminasi, sehingga mereka merasa sejajar dengan masyarakat pada umumnya.

 Surabaya, kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah ibukota Jakarta, adalah salah satu kota yang menjadi sorotan di negara ini. Meskipun dengan segala kemajuan, kota Surabaya masih belum bisa dikatakan sebagai kota yang ramah terhadap kaum difabel.

Baik kebijakan maupun fasilitas umum masih belum berpihak kepada kaum difabel.

Seperti jalur pejalan kaki khusus tunanetra. Meskipun pada beberapa trotoar telah dipasang jalur khusus tunanetra, namun hal ini dirasa masih kurang. Baik dari jumlah maupun lebar jalur. Tidak semua trotoar dipasang jalur khusus tunanetra dan hanya dipasang di samping jalan protokol. Untuk lebar jalur juga menjadi suatu masalah, dimana jalur terlalu sempit, sehingga untuk berjalan diatasnya harus berimpitan. Hal ini akan sangat menyulitkan untuk para tunanetra.

Yang kedua dalam hal transportasi, dalam konteks ini adalah transportasi publik. Kurangnya angkutan umum yang menyediakan tempat khusus dan akses yang mudah untuk para kaum difabel. Angkutan umum yang secara fisik dapat dikatakan tidak layak untuk masyarakat biasa, apalagi bagi masyarakat difabel. Tidak hanya itu, akses untuk mendapatkan angkutan umum sangat sulit bagi kaum difabel, seperti kurangnya jumlah halte. Belum lagi kebiasaan supir angkutan umum yang dengan mudahnya berhenti di sembarang tempat, menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. 

Ada pula akses untuk menyebrang, seperti jembatan penyebrangan, yang tidak didesain untuk digunakan bagi kaum difabel.

Kemudian sarana pembelajaran, dimana di beberapa perpustakaan masih belum menyediakan buku - buku yang bertuliskan huruf Braille, salah satunya adalah taman perpustakaan yang dibangun oleh Pemkot Surabaya. Meskipun beberapa perpustakaan di Surabaya sudah melengkapi koleksi bukunya dengan buku Braille, namun tidak semua seperti itu. Hal ini tentu saja menyulitkan para tunanetra untuk menjangkau pengetahuan.

Selanjutnya mengenai lapangan pekerjaan. Meskipun dalam undang - undang mewajibkan kepada setiap perusahaan untuk menampung tenaga kerja difabel setidaknya satu persen dari jumlah pegawai, namun hal ini tidak dirasakan oleh kaum difabel. Masih banyak perusahaan yang menolak para kaum difabel untuk bekerja, hanya sedikit yang mau menerima. Banyak dari perusahaan menerima bukan karena menghormati undang – undang tersebut, tapi hanya sebatas kasihan. Meskipun telah diterima, masih banyak perusahaan yang berlaku tidak adil dalam pemberian gaji. Disamping itu, fasilitas di tempat kerja yang tidak ramah untuk para kaum difabel juga menjadi masalah yang cukup serius.

Bukan hanya dari segi fasilitas dan kebijakan, namun mindset masyarakat kota Surabaya masih belum menerima kaum difabel dengan selayaknya. Masyarakat Surabaya masih banyak yang  acuh tak acuh dengan keberadaan kaum difabel. Seperti dalam kehidupan sehari – hari, seperti mengantri makanan minuman, mengantri tiket, mengantri untuk naik kendaraan umum, menyebrang, kaum difabel yang seharusnya didahulukan ternyata justru disisihkan.

Lantas apa yang harus dilakukan?

Pertama kita harus mengubah mindset, at least terhadap diri kita sendiri terlebih dahulu tentang kaum difabel. Mereka bukan sekelompok orang aneh yang pantas diolok olok, namun mereka sebuah anugerah yang istimewa, sehingga perlu penanganan khusus. Kita tidak pernah tahu bahwa didalam diri mereka tersimpan potensi besar yang mungkin dapat memberikan pengaruh besar.

Ubahlah kebiasaan di masyarakat yang sebelumnya mendiskriminasi kaum difabel menjadi menghargai kaum difabel, seperti mendahulukan mereka dalam berbagai kondisi dan situasi.

Kemudian, untuk pihak pemerintah, benahi fasilitas umum yang ada dengan memertimbangkan kaum difabel. Untuk fasilitas yang belum dibangun, masukkanlah pertimbangan kaum difabel kedalam daftar pertimbangan kalian, jangan hanya kaum konglomerat saja yang dijadikan patokan.

Hal selanjutnya adalah jangan memandang rendah mereka dengan hanya mengasihani mereka. Mereka juga layak mendapatkan pengakuan dan penghormatan dari kita. Oleh karena itu memberdayakan mereka adalah agenda wajib yang harus dilakukan.

Dengan semua hal itu semoga dapat menjadikan kota Surabaya menjadi kota yang ramah untuk para kaum difabel. Bukan hanya Surabaya, tapi semua kota yang ada di Indonesia, sehingga dapat terjalin hubungan yang baik antara kaum difabel dengan masyarakat biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun