BENGKULU 6 JANUARI 2014, derap langkah kaki para mahasiswa mulai berdatangan mengisi daftar hadir sebagai pesrta workshop, parkir tampak memenuhi ruas jalan dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Dosen, mahasiswa serta participant dari berbagai organisasi kemahasiswaan yang bergerak dibidang PERS dan tampak pula komunitas fotografer baik dari kalangan jurnalis maupun pecinta seni bidik lensa.
Hari Pers Nasional (HPN) yang dimulai sejak tanggal 1 hingga 10 februari 2014 di bumi rafflesia Provinsi Bengkulu, menjadi berkah tersendiri baik dari insan pers, mahasiswa Ilmu Komunikas & jurnalistik, komunitas fotogarafer, bahkan masyarakat kota Bengkulu. Dengan tema “Pers Cerdas Rakyat Berdaulat” menunjukan bahwa media sebagai penyalur informasi bagi rakyat Indonesia turut mencerdaskan bangsa dan menjaga kesatuan NKRI.
Workshop jurnalistik dan fotografer yang diadakan di gedung C Universitas Bengkulu adalah salah satu rangkaian yang turut memerihakan HPN ke 68, harian KOMPAS menghadirkan dua pembicara yakni Tri Agung Kristanto sebagai pemateri kepenulisan dan Arbain Rambey sebagai pemateri fotogarfer. Harian KOMPAS bekerja sama dengan Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unib. Antusiasme mahasiswa yang bergerak dibidang Fotogarfi dan jurnalis terlihat dari jalanya diskusi, berbagi pertanyaan dilancarkan kepada mereka pemateri.
Tri agung Kristanto selaku pemateri kepenulisan, memberikan intisari bahwa menulis itu mudah dengan catatan: 1. Menulislah seolah kita sedang curhat di media, dan tak usah memakai bahasa baku cukup dengan gaya dan bahasa keseharian. 2. Koran dapat menjadi medium untuk menyampaikan apapun yang kita mau informasikan. 3. Menulis memerlukan latihan, karena setiap orang dapat menulis asala dengan kemauan dan tekad. Labih jelasnya lagi, mas Agung sapaan sang juranlis senior harian komapas ini juga memeberi motivasi bagi mereka yang ingin bergerak dibidang jurnalis bahwa menjadi seorang pers professional harus memegang teguh kebenaran suatu berita dan bertanggung jawab kepada publik serta disiplin dari verifikasi. Karena prinsip tersebut harus sesuai dengan harapan bahwa media jurnalis sebagai informan publik yang menyampaikan kebenaran demi kestabilan roda pemerintahan dan kesatuan NKRI. Latar belakang ini jualah yang dipelopori Bapak Proklamator Indonesia Ir. Soekarno memeberi nama Harian “KOMPAS” suapaya masyarakat Indonesia tetap diarah kebenaran dan tidak tersesat oleh berita yang menghancurkan. Bagi mas Agung menjadi seorang jurnalis sangat menyenangkan karena selain sebagai aktor ilmuwan dan sastrawan terkadang seorang jurnalis akan dinggap orang “gila”. Dengan penggambaran ketika seorang wartawan sedang bersantai, disaat yang bersamaan terjadi suatu peristiwa yang dapat dimuat dalam suatu berita, maka sang wartawan akan berlari menuju tempat kejadian sambil menenteng kamera serta tas hitam kecil dengan berbagai peralatan jurnalisnya.
Usai istirahat makan siang pukul 13:00 WIB dilanjutakan workshop tentang fotogari. Berbeda dengan mas Arbain sang fotografer harian kompas yang memberikan definisi foto jurnalis yang memiliki dua karakter yakni bagus dan indah. Dua karakter tersebut seolah tidak ada perbandinga, namun pada sisi yang lain foto jurnalis yang bagus akan diterima menjadi headline, ketika foto tersebut seusai dengan apa yang mau di informasikan. Karena suatu peristiwa memiliki banyak tema namun fokus harus memiliki satu sudut pandang. Menjadi fotogarafer dalam dunia juranlis berbeda dengan mereka fotografer yang mencintai bidikan lensa yang menganggumi keindahan. Sebab, terkadang seorang jurnalis akan berhadapan dengan pilihan antara kemanusiaan atau profesionalitas dalam bekerja; papar beliau samabil memperlihatkan foto peristiwa Priok Berdarah. Ketika kita tidak sanggup dalam memilih, lebih baik kita mundur dari perburuan gambar yang akan kita bidik; imbuhnya lagi.
Acara berlangsung sukses yang diakhiri berfoto bersama mahasiswa, dosen dan crew harian kompas. Kepada harian kompas para dosen berharap kerja sama dapat dibangun, dan Kompas daerah diharapkan lahir serta turut andil memberi warna media informasi bagi masyarakat Provinsi Bengkulu. Kompas memberi cindra mata kepada para peserta yang hadir berupa kaos yang bertuliskan “Indonesia Satu” sebagai brand kompas tahun 2014 supaya pemuda menggunakan hak pilih mereka dengan cerdas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H