Mohon tunggu...
Ibob Baros
Ibob Baros Mohon Tunggu... -

This My opini

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik ‘Esek-esek’ di Lokalisasi

21 Oktober 2013   03:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbicara tentang dunia malam memang tidak ada habisnya. Pernak-pernik gemerlap dunia malam pun selalu melahirkan berbagai pesona cerita menarik. Kehidupan dunia ‘penjajah seks’ misalnya. Hampir di setiap sudut negeri ini, pasti ada lokalisasi (meskipun belum ada hasil survey pasti).

Keberadaan lokalisasi memang masih menjadi kontroversi. Entah itu kontroversi hati ataupun kontroversi kepentingan. Bagaimana tidak, keberadaan lokalisasi bisa saja menjadi ‘surga’ bagi para penikmat jajanan seks. Namun ada juga yang terang-terangan yang menolak keberadaan lokalisasi dengan berbagai alasan. Dan yang terpenting, di daerah ini belum ada satu pun kebijakan pasti mengenai lokalisasi. Sebenarnya apa yang menjadi persoalan di tengah dinamika lokalisasi di bangsa ini. Siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?

Mungkin tidak ada yang bisa mengangkat tangan untuk menjawab ‘sayalah yang bertanggungjawab’. Tetapi terlepas dari itu, ada beberapa hal yang saat ini terlupakan dan seharusnya dipikirkan kita semua.  Yakni, soal isu untuk melakukan lokalisasi dalam penanggulangan AIDS. Isu melakukan lokalisasi pada pekerja seks  menjadi isu yang kontroversial.

Bisa saja menjadi isu yang ditunggangi kepentingan politik, bisa juga karena saat ini masyarakat kita dengan budaya timur dan berasaskan agama serta Pancasila sehingga tidak ada yang mengakui keberadaan tempat lokalisasi.

Namun terpenting, pekerja seks juga dilarang karena tidak sesuai norma agama, hukum dan sosial masyarakat Indonesia. Tetapi, jika balik ke belakang, siapapun tidak ada yang mau menjadi pekerja seks.

Kembali ke isu lokalisasi, sebenarnya ada satu pertanyaan. Yakni daerah mana yang bersedia disebut sebagai daerah lokalisasi ? Apalagi disebut sarang pekerja seks. Justru hal ini menjadi perlawanan dari berbagai lapisan masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

Tetapi ada satu hal yang harus dipahami di tengah sikap yang naïf. Pernah kah terbayang, jika ternyata kebijakan lokalisasi sebenarnya bertujuan untuk mempermudah mengontrol keberadaan pekerja seks sehingga dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan serta memberikan pelayanan kesehatan.

Bayangkan jika tidak ada lokalisasi. Mendadak, para ‘aktris seks’ tersebut berpencar di berbeda tempat saat melakukan aksinya. Jelas. Mobilitas mereka pun tinggi. Sudah pasti sering berpindah-pindah dan keberadaanya sulit dideteksi. Tentu hal itu justru akan mempersulit untuk melakukan pengawasan serta pemeriksaan terhadap kondisi kesehatannya.

Maka yang terjadi, justru mempercepat penyebaran HIV/AIDS. Oleh sebab itulah ada usulan untuk melakukan lokalisasi terhadap pekerja seks.

Upaya penanggulangan HIV/AIDS memang diperlukan program yang komprehensif namun demikian bukan berarti kita membuat keresahan di masyarakat.

Program pencegahan HIV/AIDS memerlukan kesadaraan semua pihak untuk bersama-sama melihat permasalahan dari perspektif kesehatan masyarakat. Jadi sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi keberadaan lokalisasi.

Kegiatan prostitusi sebenarnya hampir di setiap negara melarang, baik secara hukum maupun agama. Namun kenyataanya masih tetap ada dan berkembang di masyarakat walaupun beberapa yang terselubung.

Mungkin bukan hanya lokalisasi saja yang dijadikan tempat prostitusi. Tempat karaoke, atau panti pijat barangkali. Entahlah!

Tidak bisa dipungkiri, Sekarang ini kondisinya semakin sulit dikontrol karena terselubung dan beberapa bersifat on call. Upaya merubah perilaku masyarakat tidaklah mudah terutama untuk tidak melakukan kegiatan yang berisiko untuk tertular HIV. Sekarang tinggal kita saja bagaimana menyikapi semua ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun