Mohon tunggu...
Ibnu Zubair
Ibnu Zubair Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menolak Tua I Pengamat segala hal | Menggemari Arsenal & Persija | Suka humor & Lawakan cerdas. Blog pribadi www.ibnuzubair.wordpress.com & akun @IbnuZbr\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Parpol Itu Penting! Tapi Kemana Mereka

23 Maret 2016   20:04 Diperbarui: 23 Maret 2016   20:12 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa yang menjadi perbincangan hangat menjelang pilakda DKI 2017 mendatang ? jawabannya tentulah keputusan fenomenal dari Gubernur kontroversial Basuki Tjahaya Purnama atau Pak Ahok yang akan maju melalui jalur perseorangan (independen).

Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud untuk membahas cikal bakal pertarungan tersebut, karena saya pastikan tak akan memberikan KTP untuk Basuki, dan tak juga akan mencoblos lawannya nanti karena saya tidak punya KTP DKI.

Menarik untuk membahas opini yang berkembang setelah keputusan tersebut. Deparpolisasi, Delegitimasi Parpol serta ragam kosa kata lain dimunculkan untuk menunjukkan keberadaan partai politik menjadi tidak penting, atau bahkan mengutip ucapan Marzuki Alie (dalam sebuah diskusi) bahwa Parpol dianggap sebagai biang kerusakan bangsa ini.

Memang tidak ada yang salah dengan berbagai pernyataan atau pandangan sebagian orang yang mengidentikkan politik sebagai sebuah kegiatan para pendosa. Jika kita merunut pada tulisan-tulisan Machiavelli dalam The Prince (1532) maka politik digambarkan sebagai sebuah aksi kelicikan, kekejaman dan sikap manipulatif para insan politik. Sekali lagi pandangan itu tidak salah jika diperhadapkan dengan realita yang kerap hadir mengisi ruang-ruang informasi dihadapan kita.

Dalam konsep ketata-negaraan, keberadaan partai politik tidak dapat diabaikan begitu saja. Negara ada, berkembang dan hidup dalam mata rantai sistem yang saling terkait satu sama lainnya. Bahkan dapat dikatakan, kehadiran negara sejatinya untuk mengatur kehidupan masyarakat serta memberi ragam fasilitas demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang bahagia dengan sejumlah kemudahan didalamnya, serta tentu saja menjaga kedaulatan negara agar tak dicaplok negara lain. Timbal baliknya kemudian masyarakat menghargai dan menyayangi negara dengan menyisihkan sebagian rezekinya, dalam bentuk pajak untuk digunakan membiayai alat-alat negara.

Akan tetapi kekuasaan negara tidak dapat berjalan sendiri tanpa pengawasan, dan kontrol terhadap negara hanya dapat dilakukan jika sistem bergerak menemukan sinergitasnya, yaitu alat negara yang satu mengawasi alat negara lainnya, sehingga roda kemajuan negara bergerak ke depan. Dalam konteks keseimbangan inilah demokrasi hadir dan dilahirkan. Demokrasi memandu alat negara agar tidak bertabrakan, sekaligus mengajari warga negara untuk menghormati. Kesemuanya hanya dapat terjadi jika pilar demokrasi diperkuat dan dilindungi dari kebangkrutan. Tanpa itu demokrasi yang sedang berkembang akan mati suri. Disitulah tirani akan bersemayan dan menemukan sumbu ledaknya. Jika itu terjadi, maka semua pengorbanan nyawa pejuang demokrasi menjadi percuma dan sia-sia.

Disamping pers, eksekutif dan yudikatif, lembaga legislatif menjadi pilar demokrasi. Legislatif diisi oleh perwakilan partai politik yang terseleksi. Bahwa dalam perjalanannya ada “titik nila”, tak lantas menisbatkan kesalahan pada partai politik. Semua masih berproses dan menemukan bentuk idealnya, karena itu prinsip saling mengawasi harus dilekatkan pada tiap-tiap pilar. Karena itu memperkuat keberadaan partai politik menjadi wajib hukumnya jika kita ingin menyelamatkan dan menjaga sistem demokrasi agar tetap dapat berjalan di negara ini.

Pilihan politik Ahok dalam pilkada mendatang serta opini masyarakat yang terbangun setelahnya seharusnya direspon cepat oleh parpol untuk segera berbenah diri. Takkan ada asap jika tak ada api, pun pandangan miring masyarakat terhadap parpol pastilah lahir dari sikap parpol yang kurang terasa kehadirannya secara utuh dalam kehidupan masyarakat. Seandainya parpol hadir dipastikan hanya dalam momentum-momentum politik, padahal kehidupan masyarakat tak selalu dalam urusan politik semata.

Tak mudah mendirikan, membangun serta menjaga eksistensi sebuah parpol. Banyak prasyarat yang wajib dipenuhi sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang. Rekruitmen pengurus, pelaksanaan kegiatan-kegiatan, dan seterusnya. Belum lagi upaya untuk selalu dapat menjadi pilihan masyarakat dalam pemilu, ragam strategi yang harus difikirkan. Maka tak terbilang tenaga, keringat, pikiran serta dana yang harus dikeluarkan. Oleh karenanya bagi saya individu-individu yang terjun kedalam dunia politk merupakan pribadi yang super. Karena belum tentu semua orang mau dan mampu untuk berinteraksi secara langsung dengan politik melalui keaktian di partai. Apalagi jika niatan berpolitik dilakukan dengan tujuan pengabdian kepada rakyat dan bangsa, pastilah ini pribadi yang super kuadrat.

Politik adalah sebuah seni, maka tak ada rumusan baku untuk menjawab sebuah fenomena. Parpol harus bertanggungjawab untuk merapikan dan menyusun kembali sistem yang telah porak poranda dalam internalnya. Kehadirannya harus memberi dampak positif bagi masyarakat. Ia harus menjadi penyambung aspirasi masyarakat kepada negara yang mungkin saja tidak dapat dipenuhi karena berbenturan dengan kepentingan ideologi atau pragmatis penguasa.

Dilain sisi masyarakat juga harus merasa memiliki parpol sebagai bagian dari penjagaan stabilitas kehidupan. Berdasar kepada pengalaman saya, masyarakat cenderung konsumtif ketika berhadapan dengan parpol baik secara kelembagaan maupun personal. Parpol atau politisi dianggap sebagai sasaran empuk permohonan a, b, c dst. Kehadiran parpol atau politisi dianggap sebagai musim meraih rezeki tambahan baik berbentuk sembako maupun uang tunai. Oleh karenanya tak heran biaya parpol atau politisi menjadi tinggi, karena kursi dianggap sebagai barang lelang yang harus dibayar dengan harga material maupun harga sosial. Sementara pendanaan halal parpol terbatas, tak heran kemudian jika parpol melalui kader-kadernya terpaksana menari dana tambahan yang kadang-kadang “haram”.

Kita sebagai masyarakat harus membantu parpol, mengkondisikan agar ia menjadi institusi yang kuat baik secara personal maupun kelembagaan. Pikiran positif, rasa memiliki, komunikasi yang intensif bahkan jika memang ada sumbangan dana harus kita berikan pada parpol untuk mendorong mereka agar dapat menjalankan tugas, fungsi dan kewajibannya dengan baik. Bukan untuk keuntungan parpol atau politisi itu, melainkan untuk keuntungan kita sendiri karena kuatnya parpol akan berkorelasi positif pengawalan terhadap hak-hak masyarakat yang mungkin diabaikan atau terlupa oleh negara.

Oleh karenanya menjaga kehidupan demokrasi, melalui interaksi positif negara, parpol dan masyarakat menjadi syarat mutlak kuat dan berdaulatnya sebuah negara. Dan menjadi kewajiban bagi seluruh pihak. Ketika demokrasi tidak berjalan dengan baik, sistem saling bertabrakan dan kehidupan ketata-negaraan menjadi chaos (kacau) maka dapat dipastikan hanya yang bersenjata dan memiliki modal kuat yang akan mengambil alih kekuasaan, ketika itu terjadi tamatlah kita beserta anak cucu keturunan kita dalam bingkai kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun