Suatu ketika seorang sahabat saya bercerita tentang anaknya yang sudah mulai beranjak remaja yang protes. Ia meminta kepada ayahnya untuk libur mengerjakan shalat dengan alasan toh ia masih bisa beribadah dengan cara yang lain.Â
"Kakak mau izin untuk tidak shalat. Kan berbuat baik tanpa harus mengerjakan shalat. Bisa juga senyum, menyenangkan orang dan lain sebagainya," begitu kira-kira protes sang anak kepada ayahnya.
Dengan sabar ayahnya mendengarkan keinginan anaknya itu. Meski yang diinginkan terbilang sangat nyleneh, namun tidak ada kata-kata kasar atau bentakan yang keluar dari bibir sahabat saya itu.
Kemudian ayahnyapun menasihati anaknya seperti sedang bercerita. Boleh nak kamu tidak mengerjakan shalat. Tapi yang harus kamu ketahui anakku, shalat itu seperti bungkus atau tempat penyimpanan barang. Sebanyak apapun pahala yang kita dapatkan dari sedekah akan hilang karena tidak ada bungkusnya. Sebanyak apapun kita peroleh pahala menyenangkan orang akan tercecer karena tidak ada wadah untuk menampung pahala yang kita miliki.
Kemudian ayahnya mengajak berdialog dengan anaknya, tahukah kamu amalan apa yang akan dihisab pertama kali? "Shalat" jawab anaknya sigap. Nah itulah jika "bungkusnya" saja kita tidak memilikinya lantas bagaimana kita bisa aman ketika di akhirat kelak?
"Sesungguhnya amal ibadah pertama yang akan dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah shalat," (HR. Abu Daud, Nasa'i, Tirmidzi).
Keluarga dan Shalat
Di potongan awal QS: Thoha [20]:132, Allah sangat jelas memerintahkan kepada para ayah (khususnya) untuk mengawal para keluarganya untuk mendirikan shalat. Tidak itu saja mereka juga diminta untuk bersabar dalam mengerjakan rukun Islam yang kedua tersebut.
"Dan perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya .... " (QS: Thoha : 132).
Ada dua penekanan dalam ayat tersebut, perintah untuk mengerjakan shalat dan juga perintah untuk bersabar dalam menjalankannya. Itu artinya shalat menempati posisi yang sangat penting namun di sisi yang lain, amal yang pertama yang akan dihitung di hari kiamat kelak ini juga "berat" untuk dilaksanakan secara konsisten. Itulah kenapa ada tambahan kalimat yang memerintahkan kita untuk bersabar dalam melaksanakannya.
Kita harus akui shalat memang membutuhkan ekstra kesabaran. Bagaimana tidak, meski kita sering merasakan dampak kekuatan shalat yang mampu mendamaikan hati dan kehidupan kita, namun tetap saja pahala shalat tidak tampak secara kasat mata. Sebagai makhluk "dunia" kita sering tergoda dan tergelincir untuk tidak lagi on time dan setelahnya sudah mulai nakal untuk tidak khusyuk dan seterusnya kita mulai meninggalkan satu demi satu waktu-waktu shalat.